Rabu, 27 Februari 2019

Jelajah Malang-Lumajang: Sumber Siji, Sumber Pitu dan Sumber Papat

Minggu, 13 Januari 2019. Ini adalah hari kedua di Malang. Tujuan kami kali ini adalah ke Sumber Pitu yang ada di Desa Pujon Kidul, kec. Pujon. Dari Songgoriti sekitar jam 7 pagi, kami mengikuti jalan yang kemaren menuju Coban Rondo tapi nanti di suatu pertigaan ada papan petunjuk arah ke Sumber Pitu yaitu ke kanan. Di sini kita sudah memasuki Desa Wisata Pujon Lor.
Desa wisata ini tertata rapih. Jalannya agak kecil dan terlihat ramai, dan macet ketika kami kembali dari Sumber Pitu dengan banyaknya bis-bis pariwisata. Di kiri kanan banyak terdapat tempat makan, toko cendera mata dll. Jalan ini juga mengarah ke Kediri dan Blitar. Memasuki gerbang desa Pujon Kidul tidak beberapa jauh setelah belokan menurun di sebelah kiri terlihat ucapan selamat datang di Desa Wisata Pujon Kidul.
Gerbang desa
Memasuki jalan desa, kondisi jalan masih bagus, beraspal. Terlihat di kiri kanan banyak kebun apel dengan pemandangan perbukitan di kejauhan, sangat indah apalagi cuaca sedang cerah. Ini juga banyak ditawarkan wisata petik apel.
Sampai di ujung jalan beraspal, kami memasuki daerah hutan lindung. Kondisi jalan sudah sangat jelek, berupa tanah merah, dan tak heran karena lokasi ini adalah lokasi wisata offroad. Kondisi jalan yang kadang berlumpur dan kadang licin membuat penumpang kadang-kadang harus turun. Karena banyak menemui persimpangan kita harus tetap mengikuti papan petunjuk arah yang di sediakan.
Salah satu view di perjalanan
Kondisi jalan yang hancur
Di titik terakhir sampailah kami di parkiran motor yang juga lokasi perkemahan. Ada beberapa tenda saat kami datang dan pengunjungnya sudah duluan jalan ke Sumber Pitu. Terdapat beberapa warung disini dan sekaligus yang jaga loket. Untuk tiket masuk kita hanya bayar Rp.5.000 dan parkir Rp. 5.000.
Sampai di lokasi parkir
Karena masih sangat pagi, jam 7.30, kami sarapan dulu dengan mie instan yang dibikin oleh bapak yang jaga. Sambil ngolor ngidul sampai dapat info katanya ada curug yang baru buka di sekitar sana yang membuat kami penasaran dan ingin mengunjunginya abis dari sini.
Sekitar jam 8 kami mulai trekking, mengikuti jalan setapak. Oh iya, di sini pohonnya dipenuhi dengan pohon Eucalyptus bukan pinus ya, yang konon katanya pinus itu kurang bagus buat lingkungan karena menghabiskan banyak air tanah. Jalan setapak yang kami ikutin berada di sisi tebing yang di sebelah kanannya berupa lembah yang sangat dalam. Terlihat perbukitan dan kota Batu dari kejauhan.
Jalur trekking
Jalur trekking
Terus mendaki sampai habis area pepohonan Eucalypthus kemudian memasuki area perkebunan dan reruputan. Karena areanya terbuka dan tinggi terlihat pemandangan yang menakjubkan. Pemandangan ini terus dapat kita nikmati hingga bertemu deretan pohon-pohon mati bekas terbakar. Meskipun mati, pepohonan ini memberikan nuansa lain dan eksotik.
Jalur menuju Sumber Pitu
Tempat beristirahat
Selanjutnya kembali mengikuti jalan setapak sepanjang sisi tebing dan kemudian menuruni bukit hingga ke lembah.
Salah satu view menuju Sumber Pitu
Sampai di bawah terlihat satu air terjun, air terjun ini tunggal, inilah yang namanya Sumber Siji (Coban Siji). Coban ini adalah aliran dari Coban Papat yang berada di atasnya, sumber airnya berasal dari celah bebatuan. Jadi bisa dibilang ini adlah hulu dari sebuah aliran sungai. Aliran dari Sumber Siji ini menyatu dengan aliran dari Sumber Pitu yang mengalir dari sebelah kiri. Karena ada pengunjung (yang berkemah tadi malam) maka kami melanjutkan ke Sumber Pitu terlebih dahulu.
Akhirnya sampai ke area Sumber Siji
Sebenarnya dari bawah sudah terlihat Sumber Pitu yang airnya mengalir dari bebatuan di tebing-tebing. Untuk mendekati air terjun, kami harus melewati jalan setapak, di lembah sempit dan tangga-tangga tanah yang lumayan terjal. Di sediakan pegangan berupa tali sepanjang tebing. Sekitar 100 meter mendaki kita akan berada langsung di bawah air terjun.
Trek dari Sumber Siji ke Sumber Pitu
Berada di depan Sumber Pitu
Meskipun namanya Sumber Pitu yang artinya sumber mata air yang keluar dari celah bebatuan yang berjumlah tujuh, namun kalau dihitung banyak sekali air terjunnya, lebih dari tujuh. Terlihat pemandangan kontras di bebatuan tebing, berwarna coklat di atas air terjun dan berwarna hijau di area jatuhnya air karena di tumbuhi tanaman menjalar. Air terjun ini mengingatkan saya pada Air Terjun Benang Kelambu di Lombok. Rangkaian air terjun ini membentuk laksana tirai air. dan tak dapat diragukan lagi, air di sini sangat jernih, bening dan sangat dingin, dan dijadikan sumber air warga dan ini terlihat adanya saluran pipa dan bak penampungan. Jadi kalau kalian berkunjung kesini harap menjaga kebersihan lingkungan di sini. Dan untunglah di area dan di sepanjang jalan ke sini tidak ada penjual makanan dan minuman sehingga relatif bersih.
Sumber Pitu
Sumber Pitu
Sumber Pitu
Selanjutnya ke Sumber Papat. Air terjun ini tersembunyi di balik bukit sebelah kanan. Untuk kesana kita harus melewati jalan setapak ke sisi kanan memutar bukit. Dari atas bukit sini kita bisa melihat Sumber Pitu dari atas. Hanya sekitar 150-200m kita akan bertemu dengan Sumber Papat.
Sama seperti Sumber Pitu, Sumber Papat juga airnya berasal dari air yang keluar dari celah bebatuan. Sumber Papat bearti ada 4 sumber mata air. Hanya saja, area sekitar air terjun tidak dibersihkan sehingga terkesan terbengkalai dipenuhi tanaman. Dan di sini ada makam dan musholla kecil, saya tidak tahu apakah ini petilasan atau makam  orang yang dituakan, tapi yang membuat heran, lokasinya sangat jauh dari pemukiman dan berada di puncak bukit dan hutan. Karena merasa tidak nyaman kami buru-buru meninggalkan lokasi ini.
Sumber Papat
Selanjutnya kembali ke Sumber Pitu dan mengambil beberapa foto dan selanjutnya ke Sumber Siji. Sampai di Sumber Siji, sudah tidak terlihat pengunjung jadi kami bisa bebas mengambil beberapa foto. Jam 10.30 kami meninggalkan lokasi Sumber Pitu dan sampai kembali ke parkiran sekitar jam 12.00.
Sumber Siji/Grojogan Siji
Sumber Siji/Grojogan Siji

Jelajah Malang-Lumajang: Coban Rondo dan Labirin Coban Rondo

Mengunjungi Malang-Lumajang untuk kedua kalinya, tapi petualangan kali ini kami menunjungi Air Terjun Madakaripura di Probolinggo. Kunjungan pertama yaitu pada tanggal  17-22 Agustus 2018. Petualangan kali ini dimulai tanggal 12-18 Januari 2019. Sebenarnya 12-20 Januari tapi 2 hari terakhir ada yang sakit jadinya kita gak kemana-mana.
Di temani Revan dan Noey kami naik Kereta Api Gajayana dari Gambir sekitar jam 5.40 sore dan ini adalah perjalanan pertama saya menggunakan kereta api ke daerah jawa, paling jauh cuman ke Bandung hehehe. Ternyata tiket kereta ke Malang lumayan mahal Rp. 650.000 padahal sebulan sebelumnya sekitar Rp. 450.000.
Dari kantor langsung ke Gambir dan terlihat antrian panjang di mesin pencetak karcis buat yang sudah pesan online. Meskipun sudah ada barcode dan tinggal di scan dan langsung keluar karcis tapi mayoritas calon penumpang masih mengetik manual sehingga antrian jadi panjang. Sesudah mengeprint karcis kamipun naik ke lantai atas menunggu kereta. Dan kereta datang dan berangkatnya ontime.
Suasana di kereta Gajayana
Suasana di kereta terasa nyaman dan toiletnya lumayan bersih. Hanya saja karena perjalanan malam kita tidak bisa melihat pemandangan keluar. Waktu tempuh dari Stasiun Gambir ke Stasiun Malang sekitar 15 jam dan berhenti di kota-kota seperti Cirebon, Jogja, Madiun,Kediri, Blitar etc (hanya itu yang bisa saya ingat karena kebanyakan tidur). Memasuki kabupaten Malang sudah mulai pagi dan barulah terihat pemandangan di  2 jam terakhir. Terlihat pemandangan pegunungan, persawahan dan lembanh-lembah dalam serta menyaksikan matahari terbit.
View dari jendela kereta
Sampai di stasiun Malang lewat jam 9 pagi. Dari stasiun kami langsung menuju tempat penyewaan motor yang sudah kami pesan sebelumnya. Harap di catat, di stasiun ini dilarang beroperasi ojeg atau taksi online dan penyewaan. Setelah mendapatkan 2 motor dengan sewa Rp 80.000 untuk Vario dan Rp. 70.000/24 jam untuk Beat, kami langsung menuju Batu. Di tengah perjalanan kami istirahat di warung makan depan Universitas Muhammadiyah.
Jarak dari Malang ke Batu sekitar 1 jam. Hal pertama yang kami lakukan adalah mencari lokasi penginapan yang sebelumnya kami booking di daerah Songgoriti. Sampai di Songgoriti sekitar jam 12 siang, setelah telponan dengan pemilik penginapan akhirnya kami menemukan lokasi nya. Penginapannya sangat sederhana dengan tarif Rp. 125.000/malam tanpa AC dan air panas (di sini udaranya sangat dingin).
Habis zuhur kami berangkat menuju Coban Rondo dan Labirin yang berada di Pujon, lokasi wisata yang lumayan dekat dengan Songgoriti dengan jarak sekitar 6km. Jalan menuju Coban Rondo sangat mulus, hanya saja penuh belokan/tikungan tajam. Melewati perbukitan dengan pohon-pohon pinus dengan pemandangan kota Batu.
Jalur menuju Coban Rondo
Sampai di loket Coban Rondo kami membayar biaya masuk terusan Rp. 35.000 (Coban dan Labirin) serta biaya parkir Rp. 4.000, jadi di dalam kita gak usah bayar parkir lagi. Pertama-tama kita menemukan wana wisata Labirin tapi kami lanjut terus menuju Coban Rondo yang berjarak sekitar 2km.
Pintu masuk Coban Rondo
Di tengah perjalanan terlihat plang penunjuk arah ke Coban Tengah namun sayang berdasarkan info, harus pakai guide karena lokasiny jauh dan aksesnya juga semi offroad. Sampai di parkiran, terlihat banyak sekali pengunjung hari itu, maklum weekend.
Landmark Coban Rondo
Di sepanjang pinggiran parkiran berjejer warung-warung yan menjual aneka makanan dan minuman serta cendera mata. Dari parkiran ke air terjun jaraknya sangat dekat, hanya beberapa puluh meter saja berjalan sudah kelihatan coban ini yang mempunyai keinggian sekitar 80m. Nah pasti ada yang nanya kenapa namanya Coban Rondo (Janda)?, ini ada sejarahnya, kisah cinta yang beakhir tragis, kalian bisa baca di Wikipedia berikut.
Coban Rondo
Coban Rondo
Di sini tersedia taman-taman dengan bangku-bangku dan saung tempat beristirahat. Ada juga jembatan di sungai yang bisa dipakai untuk berselfie dengan latar belakang air terjun. Di seberang sungai, melewati jembatan terdapat rumah pohon/pelataran yang dipakai untuk spot selfie dengan latar air terjun.
Salah satu spot foto
Salah satu spot foto
Hanya saja, sekarang sudah dilarang untuk mendekat ke air terjun, dalam jarak sekitar 50m sudah dipasang barikade dan tanda dilarang mendekat. Dan ini beralasan karena pas kami berada di sini tiba-tiba ada batu longsor dari tebing. Gak terbayang kan kalau ada pengunjung yang berada di bawahnya, pastilah sangat fatal akibatnya kalau tertimpa reruntuhan tebing.
Sedang asik berfoto, tiba-tiba hujan, dan sesuai himbauan, semua pengunjung harus menjauh dari area coban. Menunggu hujan reda sekalian istirahat dan menikmati sempol, yaitu makanan tradisional berupa daging tumbuk yang di kasih tepung, dibuat seperti sate, di goreng dan dimakan dengan aneka saus. Harganya tidak mahal cukup Rp. 1.000/tusuk.
Masih gerimis, kami melanjutkan perjalanan ke Labirin. Jalanan tertutup dengan kabut, jarak pandang sangat dekat.  sampai di lokasi, Revan dan Noey ke parkiran sementara saya menunggu dekat labirin.
Buat kalian yang belum tau apa itu labirin..... labirin adalah sebuah sistem yang berliku-liku dan simpang siur yang mengarah ke titik tengah. Nah di sini labirinnya berupa taman yang ditengahnya terdapat air mancur kecil. Untuk bisa ke tengah kalian perlu teman yang mengarahkan dari tower yang ada di pinggir labirin, kalau gak, bisa-bisa kalian berputar-putar tidak karuan. Atau bisa juga, teman kalian berbuat usil menunjukkan jalan yang salah hahahha. Di sini, Revan dan Noey yang masuk ke Labirin dan saya yang memberi arahan dari tower.
Labirin Coban Rondo
Di dekat sini juga terdapat spot foto, berupa kotak-kotak persegi, berwarna-warni yang disusun seolah-olah membentuk optical illusion. kalian bisa berfoto-foto di sini, tenang aja gak usah bayar !!!.
Dengan aneka permainan yang ada di wana wisata ini, tidak salah Coban Rondo menjadi salah satu favorit warga untuk menghabiskan weekend. Jia kalian ke Batu/Pujon, jangan ewatkan spot yang satu ini!
Salah satu spot foto

Baca juga link terkait:
- Tumpak Sewu/Coban Sewu dan Coban Ciblungan (kunjungan kedua
- Sumber Telu, Panorama Coban Kapas Biru dan Coban Gampit
- Coban Srengenge dan Coban Gintung 
- Coban Kabut Pelangi
- Coban Kapas Biru 
- Air Terjun Madakaripura, Coban Lawean dan Coban Kembar 
- Sumber Siji, Sumber Pitu dan Sumber Papat
- Coban Kaca dan Coban Rais
- Coban Putri Ayu/Coban Buntung, Coban Kodok dan Grojogan Sewu 

Selasa, 26 Februari 2019

Jelajah Cianjur Selatan,Garut Selatan dan Bandung Selatan Bagian 7: Kawah Putih dan Kampung Cai Ranca Upas


Dari Situ Patenggang kami melanjutkan perjalanan ke Kawah Putih yang berjarak sekitar 5km. Jalan masuk ke Kawah Putih berhadapan langsung dengan Kampung Cai Ranca Upas. Dari jalan raya ke parkiran/loket tidak begitu jauh. Ada dua pilihan, parkir kendaraan kemudian dilanjutkan dengan naik ontang-anting (angkot yang sudah dimodifikasi) atau membawa kendaraan langsung ke parkiran Kawah Putih dengan membayar ongkos parkir yang sangat tinggi (di atas Rp. 100.000). Harga tiket masuk Rp. 20.000/orang. Jika memarkirkan kendaraan di loket ini kita hanya bayar Rp. 6.000 untuk mobil dan Rp. 5.000 untuk motor atau yang bawa bis Rp. 25.000 (19 Desember 2018). Untuk karcis masuk kami membayar Rp. 20.000 (turis asing Rp. 75.000). Melanjutkan perjalanan dengan ontang-anting ongkosnya Rp. 15.000 pulang-pergi (PP).
Daftar harga tiket masuk dan parkiran
Untuk berangkat kami harus menunggu ontang-anting terisi penuh, tapi gak perlu menunggu lama karena cepat terisi. Dari loket ke Kawah Putih berjarak kurang lebih 3km menempuh jalan mendaki yang lumayan terjal. Kawasan ini adalah kawasan hutan lindung yang berada di Gunung Patuha jadi sepanjang perjalanan kita akan disuguhi pemandangan hutan tropis.
Naik ontang-anting
Sampai di halte Kawah Putih, terlihat ramai sekali dengan pengunjung serta penjual aneka barang, makanan dan minuman namun yang kami harus beli adalah masker, ya masker! Karena kita akan berhadapan dengan lingkungan yang mengandung asap sulfur.
Tangga turun menuju kawah
Selanjutnya kami menuju kawah melewati tangga yang dipisah menjadi 2 jalur, untuk pengunjung naik dan turun. Dari sini kita sudah bisa menikmati keindahan Kawah Putih. Mendekati bibir Kawah Putih terlihat air kawah yang berwarna putih kebiruan, di selimuti oleh asap tipis belerang. Dipinggir kawah terdapat endapan sulur (belerang) yang kalau kita amati dengan teliti berwarna kekuningan. Berfoto dengan latar belakang kawah yang menyerupai danau ini serasa berada di dunia lain....
Tebing bukit yang berada di sisi seberang kawah terlihat bebatuan berwarna kecoklatan seperti bebatuan yang ada di puncak gunung berapi. Kontras dengan kawah yang berwarna putih. Sudah dapat ditebak bahwa kawah ini terjadi kaena letusan gunung Patuha mungkin ribuan atau jutaan tahun lalu (sok tau ya hahahahha).
Revan @  Kawah Putih

View Kawah Putih
Di sekitar kawah terdapat batas antara area hijau berupa pepohonan dan kawah, sementara di antaranya terdapat deretan pohon mati yang keras dan menghitam seperti fosil. Area ini bisa di jadikan spot foto yang menarik.
Hutan mati sekitar Kawah Putih
Hutan mati sekitar Kawah Putih
Di sisi kanan terdapat spot foto yang dibuat seperti selasar/dermaga yang menjorok ke tengah danau. Kalian bisa berfoto di area ini. Nah buat manula ataupun buat yang mau mengambil foto dari atas, terdapat spot di bukit, kalau dari parkiran berada d sebelah kanan. Jadi untuk manula tidak perlu menuruni tangga.
Salah satu sudut Kawah Putih
Karena hujan, kami buru-buru meninggalkan lokasi dan kembali ke parkiran menggunakan ontang-anting yang setia menunggu penumpang. Sepanjang jalan turun kami menempuh jalan yang berkabut. Ngeri-ngeri sedap........
Jalur pulang yang berkabut
Sambil menunggu hujan reda kami Ishoma sebelum ke perkemahan. Dan harap diingat, makanan di sini harganya lebih tinggi dibanding harga normal dan harganya tertulis di menu.
Keluar dari gerbang Kawah Putih, kami langsung memasuki Kampung Cai Ranca Upas. Berjarak sekitar beberapa ratus meter langsung bertemu loket pembayaran, untuk satu malam kita harus bayar sekitar Rp. 20.000.
Setelah mencari-cari lokasi berkemah, yang terlihat sangat ramai sekali, kami memutuskan berkemah area parkiran dekat mushola. Memeilih lokasi dengan beberapa pohon pinus yang berdekatan sehingga gampang untuk memasang hammock dan berada di samping kendaraan hahahaha.
Ternyata pilihan lokasi kami salah harusnya jauh lagi ke ujung bumi perkemahan karena di sini ternyata sangat ribut karena berdekatan dengan perkemahan pramuka yang jumlahnya ratusan orang. Oh iya harap di catat, (selama ada penjaga) toilet disini berbayar sama kayak di Mandalawangi, jadi siap-siap aja sediakan uang recehan karena pasti akan ke toilet berkali-kali.
Bangun pagi setelah sarapan kami bermain di penangkaran rusa. Tidak ada tiket masuk untuk ke penangkaran ini, hanya saja, untuk memberi makan rusa kita cukup membeli sayur kangkung Rp. 3.000 per ikat. Bukan hanya rusa, pemandangan di sini sangat eksotik, dengan view pegungan dan kabut tipis seiring munculnya matahari cahaya matahai yang bersinar lembut. Inilah yang menjadi daya tarik Ranca Upas selain pekemahannya.
Pagi di Ranca Upas
Pagi di Ranca Upas
Harap hati-hati ketika memberi makan rusa-rusa yang sangat jinak ini karena ada satu dua yang nakal/agresif. Begitu melihat makanan mereka akan mengikuti kita sampai makanan habis. Ada juga rusa jantan yang suka menanduk ketika gak diberi makan, dan tandukannya lumayan sakit.

Memberi makan rusa
Memberi makan rusa
Memberi makan rusa
Setelah atraksi makan rusa selesai karena cepat juga menghabiskan makanan hahahha.... kembali ke tenda, hammockan dan leyeh-leyeh. Makin siang pengunjung makin banyak dan tenda kamipun sudah dikelilingi mobil karena memang kami pasang tenda di parkiran hahahha. Sekitar jam 10 kami balik ke Bogor via Soreang-Purbalenyi-Cikampek-Jagorawi.











Baca juga link terkait:
- Curug Dengdeng-Naringgul
- Pantai Ranca Buaya dan Puncak Guha
- Curug Ciawitali dan Curug Rahong/Curug Cisewu
- Situ Cileunca
- Situ Patenggang-Bandung Selatan
- Curug Sanghyang Taraje, Curug Utang dan Cipanas Garut  
- Pantai Santolo
- Curug Tilu, Kebun Teh Rancabali dan Pantai Jayanti 
- Curug Cikondang dan Curug Terekel-Cianjur Selatan 
- Curug Citambur-Cianjur Selatan

Jelajah Cianjur Selatan,Garut Selatan dan Bandung Selatan Bagian 6: Situ Patenggang

20 Nopember 2018. Hari terakhir trip Cianjur Selatan,Garut Selatan dan Bandung Selatan.
Pagi-pagi kami sudah berangkat meninggalkan Cipanas Garut. Belum terlihat banyak kegiatan pagi itu, sepertinya masih pada bermalas-malasan di tempat tidur masing-masing. Cuaca terlihat cerah, langit biru, perbukitan dan gunung terlihat jelas.

Melewati lintas Nagrek kemudian lanjut tol Soreang. Keluar Soreang lanjut hingga ke Ciwidey. Tak dapat dipungkiri lagi, bagi wisatawan kalo mendengar nama Ciwidey pastilah identik dengan Kebun Teh. Di kawasan ini juga ada Situ Patenggang, Kawah Putih, Pemandian Air Panas, perkemahan dan penangkaran rusa di Kampung Cai Ranca Upas.



Perkebunan Teh Ciwidey dan Rancabali
Termasuk satu perkebunan teh yang paling bagus yang pernah saya jumpai. Dulunya Perkebunan Teh Rancabali yang pernah kami lewati beberapa hari lalu dulunya termasuk bagian dari Ciwidey. Tapi dengan adanya pemekaran wilayah, Rancabali menjadi kecamatan tersendiri. Tapi kebanyakan wisatan termasuk saya mix-up antara Ciwidey dan Rancabali. Oke, lupakan saja, kita anggap saja Ciwidey dan Rancabali suatu kesatuan hehehehe.
Untuk menikmati kebun teh ini cukup berhenti dipinggir jalan raya dan kita sudah bisa menikmati pemandangan yang indah dan bisa juga beristirahat.



Situ Patenggang
Melewati Kawah Putih dan Kampung Cai Ranca Upas hingga pertigaan ke Pagelaran dimana beberapa hari lalu kami lewati dari Curug Citambur, Situ Patenggang cuman berjarak sekitar 3-4km. Salah satu cara untuk menikmati Situ Patenggang adalah melewati Wana Wisata Glamping Situ Patenggang, sebuah wana wisata yang dikelola (swasta?) yang berada di salah satu sudut Situ Patenggang, di sini di sediakan restoran menyerupai Kapal Pinisi dipinggir danau, camping ground, spot selfie Teras Bintang, Rumah Kelinci etc.

Untuk masuk ke kawasan wisata ini terdapat 2 harga, yaitu harga per spot dan terusan. Harga spot ini berkisar dari 10.000-20.000 dan harga terusan Rp. 50.000. Kami bertiga membeli harga terusan. 
Daftar harga tiket masuk
Pinisi Resto dari jauh
Spot pertama yang kami kunjungi tentu saja Pinisi Resto yang boleh dikata menjadi Ikon Wisata Ciwidey/Rancabali selain perkebunan teh. Untuk masuk ke Pinisi ini, kita cukup memperlihatkan tiket yang tadi kita beli, karena tiketnya terusan yang berlaku untuk beberapa spot, maka tiket akan di potong sesuai lokasi-lokasi yang kita kunjungi.


Melewati jembatan gantung untuk sampai di Pinisi, jembatan yang juga menjadi spot selfi dengan view perbukitan yang berkabut dan Situ Patenggang. Sampai di resto, terlihat sudah penuh dengan pengunjung, baik yang berkunjung untuk bersantap siang maupun yang hanya berfoto-foto. Untuk menikmati makan siang di sini, pengunjung harus merogoh kocek lebih dalam dibanding makan di warung biasa dengan kualitas makanan yang sama, kalau boleh dibilang harganya sekitar 3xlipat.
Situ Patenggang yang sedang berkabut
Pengunjung yang berlimpah di Pinisi Resto
Setelah makan siang dan mengambil beberapa foto (ada spot dimana pengunjung harus antri) selanjutnya menuju Rumah Kelinci yang tidak jauh dari Pinisi Resto. Awalnya penasaran apa sih Rumah Kelinci, tenyata sebuah taman kecil yang diisi dengan kelinci lengkap dengan rumah/sarangnya. 
Rumah Kelinci
Tidak jauh dari Rumah kelinci ini ada Musholla, di sini pengunjung bisa sholat. Selain mushola juga tersedia toilet. Buat yang tidak mau makan di Pinisi Resto, juga tersedia warung-warung kecil yang ada di sekitar parkiran.
Selanjutnya kami menuju Teras Bintang. Lokasi ini berada di ketinggian sehingga kita bisa melihat perkebunan teh dan jalan-jalan yang meliuk seperti ular. Di sini disiapkan spot selfie dari kayu yang dibuat seperti bintang.   Harus sabar untuk mengambil foto karena harus antri dengan pengunjung lain.
Teras Bintang
Teras Bintang
Teras Bintang
View dari Teras Bintang
View dari Teras Bintang
Selanjutnya kami menuju Balkon Adventure Camp. Lokasi ini adalah perkemahan berupa tenda-tenda yang sudah siap pakai. Dengan fasilitas seperti hotel/penginapan, perkemahan ini juga biasa disebut dengan Glamping atau Glamour Camping. Pengunjung harus merogoh kocek minimal Rp. 500.000 per malam.
Balkon Adventure Camp
View dari Balkon Adventure Camp
Balkon Adventure Camp adalah spot terakhir yang kami kunjungi karena harus ke Kawah Putih. Buat kalian yang mau kesini, harus mempertimbangkan apakah membeli tiket terusan atau per spot. Saya rekomendasikan Pinisi Resto dan Teras Bintang (Rp. 40.000). tapi kalau berniat menghabiskan waktu seharian di sini, silahkan mengambil tiket terusan (Rp. 50.000).