Selasa, 30 Juli 2019

Jelajah Lombok Bagian 5: Tanjung Ringgit dan Jeeva Beloam Beach Camp

Tanjung Ringgit
Seperti yang saya informasikan sebelumnya, Tanjung Ringgit berada tidak jauh dari Pink Beach. Dari pertigaan Pink Beach kita terus ke arah atas. Berbeda dengan jalan sebelumnya, arah ke Tanjung Ringgit ini masih terlihat sedikit aspal meski rusak, lubang-lubangnya juga lumayan besar. Lokasi ini jarang sekali di kunjungi oleh wisatwan karena terlihat semak belukar yang sedikit menutupi jalan dari arah kiri kanan jalan. Driver kami sempat turun untuk memangkas semak-semak menggunakan parang. Sebelumnya driver kami meminta tambahan biaya Rp. 200.000 untuk ke lokasi ini. sampai di lokasi tertinggi kami sampai di menara pengawas, di sini terlihat tower dan rumah penjaganya. Tower ini digunakan untuk mengawasi lalu-lalang kapal karena tanjung ini berada di selat antara Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa.
Memangkas semak-semak yang menutupi jalan

Melewati sisi kanan bangunan ini, mobil masih bisa masuk meskipun melewati jalan tanah. Jalan menurun landai, di kanan sudah terlihat tebing-tebing curam dan tanjung-tanjung yang menjorok ke laut.terlihat di depan mata lautan biru menghampar luas dan ombak-ombak besar menghempas karang. Mobil kami parkir di salah satu pohon kecil, tidak ada lokasi yang teduh di sini, karena daerah ini di dominasi oleh semak dan savana sehingga terasa sangat panas.
Kondisi alam di Tanjung Ringgit
Berjalan sedikit sebelah kiri kita bisa menemukan meriam Jepang bekas Perang Dunia ke-dua. Kondisinya masih lumayan bagus dan sudah dipagar beton. Memang lokasi ini sangat strategis untuk menempatkan meriam karena berhadapan dengan selat tempat hilir mudik kapal.  Jadi kalo ada kapal musuh lewat atau mau mendarat akan di tembak dengan meriam ini sama Jepang.... jahatttt....!!!
Meriam Jepang
Dari meriam Jepang kita lanjut ke tanjung yang menjorok ke laut, dengan tebing tegak lurus dan berhadapan langsung dengan laut bebas. Tanjung-tanjung yang menjorok ke laut ini, diantaranya akan membentuk teluk dan pantai. Hanya saja, di sini tidak ada akses ke bawah, karena kondisinya yang sangat curam. Bisa saja nanti suatu saat kalau daerah ini dikelola akan ada akses ke bawah seperti halnya di Diamond Beach atau Pantai Atuh di Nusa Penida-Bali. Di sisi tebing ini kita bisa berfoto-foto tetapi harus hati-hati, jangan sampai kecemplung ke laut, kalau kecemplung gak bisa naik lagi hehehe.
View Tanjung Ringgit

View Tanjung Ringgit
View Tanjung Ringgit

Di sini menurut info nya ada goa besar di bibir tebing. Karena penasaran kami mencari-cari petunjuk. Berjalan menyusuri sisi tebing hingga ke ujung tanjung yang berhadapan langsung dengan lautan lepas dan terlihat Pulau Sumbawa. Akhirnya kami menemukan jalan turun dibibir tebing namun hanya sampai di tengah, menengok ke bawah terlihat mulut gua tapi bukan berupa darat namun laut dalam. Akhirnya kami kembali ke parkiran, dan beberapa hari kemudian kami baru tahu bahwa jalan ke goa besar tersebut bukan jalan yang kami lewati, dan jalan mesuknya berada di atas goa hahahha.
Pintu goa terlihat dari atas tebing

View di sekitar goa
Jeeva Beloam @Tanjung Beloam
Dari Tanjung Ringgit sudah mulai sore, sebelum pulang kami mampir di Jeeva Beloam yang masih berdekatan dengan Tanjung Ringgit dan Pink Beach. Untuk ke sini kami sudah janjian dulu dengan Mas Mahli yang merupakan teman dari teman kami, Santi (yang dulu bareng ke Sombori-Labengki). Sampai di gerbang depan yang di jaga satpam, ditanya maksud dan tujuan dan yang penting bertemu dengan siapa. Setelah satpamnya menghubungi Mas Mahli baru kami diijinkan masuk.
Gerbang masuk Jeeva Beloam
Jalan dari gerbang ke resort kira-kira 300m melewati hutan.. ya karena resort ini berada di kawasan hutan perhutani dan inilah satu-satunya resort yang berada di kawasan ini. dan jalannnya alami alias jalan tanah hahaha. Sampai di parkiran kemudian kami ketemu mas Mahli dan di antar ke pantai yang berjarak sekitar 100m. Semua bangunan di sini terbuat dari kayu, ini dapat dilihat dari rumah-rumah pegawai dan kantor. Mendekati pantai terlihat resort-resort mewah yang terbagi di dua area, barisan kiri yang menghadap ke teluk/pantai dan bagian kanan berada agak jauh dari pantai/di antara pepohonan. Di tengah, menghadap ke pantai terdapat kantin/kafe. Design bangunan di sini terlihat menyatu dengan alam. Untuk menginap di sini kabarnya bertarif Rp. 3.000.000-Rp. 3.500.000 per malam. Sebelum kejadian gempa, di saat tamu resort ramai, pengunjung umum seperti kami yang tidak menginap tidak diperbolehkan masuk. Namun semenjak gempa lalu, tamu-tamu sangat sepi sehingga pengunjung umum diperbolehkan masuk dengan membayar Rp. 150.000/orang atau belanja di kantin yang menjual makanan/minuman ringan. Saat kami berkunjung ke sini hanya ada 1 resort yang ditempati oleh tamu asing.
Menuju pantai ditemani Mas Mahli
Resort-resort yang menghadap ke pantai/teluk
Nah untuk pantainya sendiri pastilah bisa di tebak.... bagus banget!!!!. Pasir pantainya putih dan sangat halus seperti tepung yang halus lembut. Berada di teluk kecil dengan perbukitan di kiri kanannya. Dengan garis pantai yang tidak terlalu panjang sangat cocok menjadi private beach sebuah resort.
Pantai @Jeeva Beloam
Pantai @Jeeva Beloam
Pantai @Jeeva Beloam
Pantai @Jeeva Beloam
Di sebelah kanan terdapat tanjung dengan bentuknya yang iconik, yaitu Tanjung Beloam. Bukit yang menjorok ke laut ini mempunyai penghubung dengan bukit seolah-olah berupa sebuah jembatan. Untuk ke tanjung tersebut dari resort sebenarnya bisa melewati jalan setapak melewati bukit tetapi sudah lama tertutup dan belum di buka lagi. Atau bisa melewati jalan lain (tanpa masuk ke resort) melewati jalan setapak melewati hutan perhutani. Mungkin jika ada umur panjang, jika ke Lombok kami akan ke Tanjung Beloam lagi.
View Tanjung Beloam
Tanjung Beloam
Sembari bermain-main di pantai, kami memesan minuman ringan dan french fries (yang ketika pulang, total 3 minuman dan french friesh sekitar Rp 130.000). Duduk santai menikmati angin sepoi-sepoi dan bermimpi bisa menginap di sini hahahhaha......  Sore, kami mohon pamit ke Mas Mahli yang sedang mempercantik lingkungan resort, mulai menyambut wisata Lombok yang mulai menggeliat lagi.
Menikmati minuman dan makanan ringan di depan café
Sampai di Mataram sudah malam, dan menu malam ini adalah Ayam Taliwang yang jadi ciri khas nya Lombok. Ayamnya ayam kampung dan 1 ekor ternyata hahhaha..... Memang kalau liburan, belum lengkap rasanya tanpa meniccipi menu khas daerah yang kita singgahi.





















Masakan khas Lombok: Ayam Taliwang

Senin, 29 Juli 2019

Jelajah Lombok Bagian 4: Pink Beach dan Bukit Colong

Hari ketiga, setelah 2 malam di Senggigi, pagi-pagi kami langsung check-out dan lokasi menginap selanjutnya adalah di Mataram kota. Ini karena destinasi untuk 3 hari ke depan adalah objek wisata yang ada di Lombok Tengah dan Lombok Timur. Tujuan kami kali ini adalah ke Pink Beach/pantai Pink, Tanjung Ringgit dan Tanjung Beloam yang masih berada di satu kawasan, tepatnya di Desa Sekaroh, kec. Jerowaru, Lombok Timur.

Pink Beach/Pantai Pink/Pantai Tangsi
Karena Pink Beach ini tidak masuk (menurut driver) area yang dicover, kami membayar biaya tambahan Rp. 100.000 (total Rp. 550.000). Perjalanan dari  Senggigi ditempuh hampir 3 jam perjalana. Kok lama ya? Padahal liat di Google Map palingan sekitar 2.5 jam? Ya karena kondisi jalannya...  nanti saya jelasin di bawah.

Karena Pink Beach adalah salah satu pantai yang jadi andalan wisata di sini, jadi tidak terllau susah untuk mencapai lokasi ini. dari Mataram kita ambil arah ke Praya (Lombok Tengah). Nanti ada perempatan kanan ke Lembar dan kita ambil lurus saja. Nanti kita akan melihat petunjuk arah ke Pantai Pink ke arah kanan. Nah memasuki jalan desa ini lah terlihat perbedaan 180 derajat dari jalanan beraspal menjadi jalan tanah, ya jalan tanah setanah-setanahnya hahahaa….
Petunjuk arah ke Pink Beach/Tanjung Ringgit
Kondisi jalan desa
Jalan tanah ini menurut driver kami bisa mencapai 10km (tapi menurut saya sih palingan sekitar 6km), karena sudah musim panas jadi tanah terlihat kering dan banyak debu beterbangan. Di awal-awal jalan desa masih terlihat banyak rumah penduduk dan ladang-ladang tembakau (saya baru pertama kali melihat tembakau hahahha). Semakin ke ujung mendekati areaa pantai, tanah semakin kering dan hanya terlihat satu dua rumah. Di kiri kanan terlihat perkebunan sengon milik Perhutani yang daunnya meranggas. Namun, meranggasnya daun-daun sengon ini membuat pemandangan terlihat eksotic, pohon-pohon berwarna putih tanpa daun, ibarat berada di hutan mati.
Pohon sengon di hutan milik Perhutani
Pohon sengon di hutan milik Perhutani
Menurut info dari driver kami dan juga pemilik warung di Pink Beach, sebenarnya jalan desa ini mau dibangun oleh pemerintah untuk mengembangkan wisata, namun di tentang oleh oknum warga lokal yang tinggal di kawasan hutan milik Perhutani. Nah kabarnya gazebo-gazebo yang ada di bukit dan container yang menjadi shelter wisatawan telah di bakar oleh oknum warga tersebut. Dan infonya lagi, warga-warga yang tidak di kawasan hutan milik perhutani ini tidak mau dipindahkan dari lokasi.

Oh iya, kalo melihat di peta, area desa ini sebenarnya tanjung/daratan yang menjorok ke laut. Jadi tanjung ini terdapat tanjung-tanjung kecil. Di ujung tanjung ini terdapat Tanjung Ringgit dimana ini adalah ujung jalan desa ini. Di sebelah kiri terdapat Pantai Tangsi atau yang lebih dikenal dengan nama Pink Beach sementara di sebelah kanan juga banyak terdapat tanjung yang salah satu nya adalah Tanjung Beloam.

Sampai di pertigaan, lurus Tanjung Ringgit dan kiri ke Pink Beach, terdapat loket yang dijaga oleh warga setempat, wisatawan lokal membayar Rp. 10.000 per orang dan wisatan asing Rp. 50.000/orang sehingga terlihat beberapa motor turis asing di loket yang sepertinya batal masuk ke pantai. Dari loket ini kita menuruni bukit yang tidak kalah jelek jalannya, berjarak sekitar 200-300m. Buat yang bawa city car sebaiknya jangan ke sini.

Sampai di area pantai kami parkir dan menuju di sebuah gazebo.  Ternyata benar-benar tidak rugi setelah menempuh perjalanan jauh dengan apa yang kami temukan. Pantai yang luar biasa. Masih terlihat asri, jauh dari sentuhan modern dan tentu saja sangat sepi. Mungkin  banyak operator yang tidak membuka trip ke sini atau kalah pamor dengan Pantai Kuta Mandalika dan Pantai Selong Belanak.

Di pantai terdapat ayunan buat foto selfie (gratis tentunya) dan beberapa kapal yang bersandar. Kapal-kapal ini adalah transportasi alternatif selain menggunakan jalan darat. Biasanya pengunjung menyewa kapal dari Pelabuhan Tanjung Luar, keuntungannya dengan kapal, bisa singgah di pulau-pulau kecil dan ber-snorkeling. Sementara kalau menggunakan darat kita bisa berkunjung ke Tanjung Ringgit, Tanjung Beloam dll.
Spot selfie Pantai Pink

Pesona Pantai Pink
Menggunakan drone kami bisa melihat keindahan pantai ini dan area di sekitarnya dari atas. Terlipat pantai ini berupa teluk yang diapit oleh dua tanjung di bagian kiri dan kanan. Di sebelah kiri kanan juga terdapat pantai berpasir putih yang belum tersentuh sementara pulau-pulau kecil bertebaran di sekitarnya. Air laut bergradasi putih, hijau dan biru dengan kapal-kapal diam bersandar. Keindahan yang terabaikan....
Pantai yang tenang dilihat dari atas
Pantai Pink dari atas
Pantai Pink dari atas
Pantai Pink dan Pantai Colong dari atas
Pantai Pink dari atas

Bukit Colong dan Pantai Colong
Melihat lebih jelas area sekitarnya kami menaiki bukit yang ada di sisi sebelah kiri. Melewati warung-warung berjejer terdapat jalan setapak menuju atas bukit.  Dari atas bukit kita bisa menyaksikan Pantai Pink lebih jelas karena bukitnya tidak terlalu tinggi.
Pantai Pink dari Bukit Colong
Berjalan sedikit ke ujung bukit yang agak naik, kita akan berada di sisi tebing yang langsung ke laut berbatu. Terdapat tebing yang fotogenik, menjorok ke laut dengan karang yang bolong di bagian bawah serta pulau kecil yang terpisah di ujungnya. Ombak-ombak kecil menghempas karang yang berbeda sekali dengan ombak-ombak sepanjang Selatan Jawa.
Tebing cadas di Bukit Colong


Tebing cadas di Bukit Colong
Tebing cadas di Bukit Colong
Tebing cadas di Bukit Colong

Berjalan ke bagian kiri kita bisa melihat Pantai Colong yang terlihat tidak ada pengunjungnya karena tidak dikelola. Hanya terlihat satu nelayan yang sedang memancing menggunkan perahu. Pantai ini berpasir putih dengan garis pantai yang lumayan panjang dan berombak tenang. Dan kita hanya bisa menikmati keindahan ini dari atas bukit tanpa bisa turun (mungkin bisa turun melewati jalur lain).
Pemandangan dari Bukit Colong

Pantai Colong dari Bukit Colong
Menu makan siang
Turun lagi ke Pantai Pink kami makan siang di salah satu warung sudut pantai ini. Menunya ikan bagar dengan harga masih wajar/normal. Kemudian di lanjutkan berenang merasakan air laut pantai ini. Air lautnya yang tenang dan tidak terlalu dalam. . Oh iya, meskipun namanya Pantai Pink, tapi pantainya tidak terlalu pink seperti banyak beredar di internet/medsos. Pantainya cenderung putih dan warna pink bisa kita lihat di area perbatasan laut dan pasir. Kalau kita perhatikan dengan teliti, terdapat butir-butir pasir berwarna pink, mirip serpihan koral atau sejenis ganggang pink?. Dan tentu saja warna ini juga dipengaruhi cahaya matahari, jadi akan berbeda warna kalau kita datang di pagi hari dengan di sore hari. Karena warna pink inilah makanya Pantai Tangsi yang merupakan nama aslinya jadi lebih dikenal dengan nama Pantai Pink/Pink Beach.
Berenang di Pantai Pink
Setelah berenang, ganti pakaian dan selanjutnya kami menuju Tanjung Ringgit dan Jeeva Beloam.



Info:
Nama  : Pantai Pink/Pink Beach/Pantai Tansi dan Bukit Colong
Alamat : Desa Sekaroh, kec. Jerowaru-Lombok Timur
Biaya   : HTM Rp. 10.000