Minggu, 11 Agustus 2019

Jelajah Lombok Bagian 10: Pantai Elak-Elak dan Sunset @Pelabuhan Lembar

Pantai Elak-Elak
Dari Buwun Mas Hills kami menuju Lembar melewati jalur pantai-pantai sepanjang Sekotong. Jadi rutenya balik lagi ke arah pertigaan.  Jalan Sepi-Sekotong ambil kanan. Jalur ini kami pilih karena pemandangannya sangat bagus dengan perbukitan dan pantai-pantai sepi dan perawan. 
View pantai-pantai di Sekotong
View pantai-pantai di Sekotong
Banyak spot-spot yang memaksa kami harus turun untuk menikmati keindahan pantai-pantai dan teluk-teluk yang belum terekploitasi ataupun yang masih sangat sepi. Hanya dengan memarkir kendaraan di pinggir jalan dan mengambil beberapa foto, dan tidak usah kuatir parkir karena jalanan di jalur ini sangat sepi.

Dalam perjalanan ke Lembar kami mampir di Pantai Elak-Elak salah satu pantai yang ada di Sekotong. Berada di pinggir jalan sehingga pantai ini lumayan ramai oleh pengunjung yang umumnya wisatawan lokal/domestik. Memasuki area parkiran dikenakan tarif parkir Rp. 10.000 (tidak resimi sepertinya) sementara pengunjung tidak ditarik bayaran. Dan mobil parkir ke dekat pantai yang berada paling ujung. 
Pantai Elak-Elak
Pantai ini berair dangkal dan berombak kecil malah cenderung tenang. Terdapat beberapa pulau kecil yang tidak jauh dari pantai. Saking dangkalnya, kita bisa melihat pengunjung yang memancing jauh ke tengah. Dan dari sini kita juga bisa melihat kapal-kapal dari dan ke Bali. Meskipun pantainya berpasir putih dan berombak tenang namun lumayan banyak sampah di sini karena kurangnya pengelolaan dan kesadaran pengunjung buat menjaga kebersihan.
Pantai ElakElak yang ramai dengan wisatwan lokal
Pantai ElakElak yang ramai dengan wisatwan lokal
Sunset di Pelabuhan Lembar
Dari Pantai Elak-Elak ke Pelabuhan Lembar berjarak sekitar 30km, sebenarnya dekat namun jalurnya memutar menyisiri pantai. Perjalanan tidak terasa jauh karena melewati pantai-pantai berombak tenang. Di sepanjang pantai-pantai Sekotong ini kita sudah bisa menemukan banyak penginapan dan tempat makan.

Jalur panjang ini mengingatkan saya dengan jalan di sepanjang Pantai Trikora-Bintan, buat yang mau berenang atau bermain air cukup berhenti dipinggi jalan dan pantainya sudah bisa dinikmati.

Sampai di jalan masuk pelabuhan, kami berhenti di sebuah warung yang banyak berjejer di sepanjang pantai. Lokasi ini menjadi favorit warga untuk menyaksikan sunset sambil istirahat dan menikmati makanan dan minuman ringan sambil menikmati hilir mudik kapal besar dan kecil memasuki Pelabuhan Lembar. Juga di kejauhan terlihat deretan pegunungan. Dan dari kejauhan terlihat Gunung Rinjani yang saat itu sebagian besar tertutup awan.
Sunset di Pelabuhan Lembar
Sunset di Pelabuhan Lembar
Matahari lambat laun turun ke peraduannya, meninggalkan cahaya semburan merah, tenggelam namun pasti akan kembali. Dan kamipun juga berjanji, suatu saat akan kembali lagi ke Lombok. Insya Allah....
Sunset di Pelabuhan Lembar
Makan malam hari ini adalah yang istimewa, malam terakhir kami di Lombok. Mudah-mudahan nanti bisa bertemu lagi dengan Santi dan Kevin.

The Last dinner in Lombok

The Last dinner in Lombok

Senin, 05 Agustus 2019

Jelajah Lombok Bagian 9: Buwun Mas Hills

Buwun Mas Hills
Masih di sekitar Pantai Nambung atau tepatnya di Dusun Lemer,Desa Buwun Mas-Sekotong Tengah tujuan kami selanjutnya adalah Buwun Mas Hills. Objek wisata yang satu ini mungkin terdengar asing di teling wisatawan karena objeck wisata ini baru di buka akhir tahun lalu (2018). Bukan hanya menyuguhkan pemandangan Teluk Blogas dan perbukitan tapi yang menarik adalah padang rumput, yang menurut warga, menyerupai Selandia Baru... hehe.

Dari Pantai Nambung, meskipun masih berada dalam satu desa namun jaraknya lumayan jauh, sekitar 20km. yang jadi masalah, Santi dan Kevin belum ada yang kesana jadi nanti tinggal tanya-tanya penduduk lokal. Melewati jalan-jalan sepi, naik turun perbukitan dengan pemandangan yang sangat cantik. Masih banyak banget wilayah-wilayah yang belum di kelola untuk menjadi objek wisata.

Hingga sampai di suatu pertigaan, ke kanan ke jalur perbukitan sementara itu kiri menyusuri pantai (Sekotong). Awalnya kami mengambil jalur pantai, melewati jalan dengan view pantai dan laut yang sangat indah. Di sebelah kanan terlihat perbukitan hijau, Buwun Mas dan tujuan kami adalah jalan masuk ke arah perbukitan ini. karena sudah terlalu jauh akhirnya bertanya sama penduduk lokal dan ternyata kami salah jalur. Akhirnya kembali lagi ke pertigaan tadi (tenyata nama jalannya Jalan Sepi, nama sebuah dusun di sana hahahah). Nah dari pertigaan ini sudah dekat ke Buwun Mas Hills, hanya sekitar 2km.

Nah berapa ratus meter sebelum parkiran ada sebuah spot yang disebut Buwun Mas View. Adanya di sebelah kanan jalan, dan kami parkir di pinggir jalan. Di sini terdapat spot selfie yang lumayan luas yang terbuat dari kayu, dari sini pengunjung bisa berfoto dan memandang ke arah Teluk Blongas. Terdapat bekas saung yang terbakar dan menurut penduduk lokal saung-saung ini di bakar oleh orang tak dikenal dan sewaktu kami di sana masih ada garis polisi dan masih dalam penyelidikan. Jadi dulunya spot ini ramai pengunjungnya, mungkin ada yang iri. Sekarang spot ini menjadi terbengkalai, namu masih ada satu dua pengunjung yang datang dan sudah tidak ada penjaga ataupun yang berjualan di sini.
Buwun Mas View
Buwun Mas View
Dari Buwun Mas View terus ke atas kira-kira beberapa ratus meter terlihat gerbang Buwun Mas Hills di kiri jalan. Setelah parkir di lapangan yang ada di seberang jalan, kami istirahat di saung dekat gerbang masuk. Di jelaskan untuk ke atas harus trekking lumayan jauh sekitar 6km tapi ada pilihan dengan menggunakan ojeg. Untuk ongkos ojeg Rp. 35.000 PP dan dengan menggunakan 4 motor kami menuju ke atas.
Gerbang Bungun Mas Hills
Kondisi jalan (pulang)
Kondisi jalan (pulang)
Mendaki bukit, dengan jalan tanah berbatu dan menanjak, motornya yang kami tumpangi semuanya sudah dimodifikasi, bukan matik hahahha. an kondisi jalan iDni cukup menguji adrenalin karena di titik-titik tertentu kondisi jalan memaksa kita untuk turun. Menyisir bukit dan di kanan adalah lereng curam. Hingga akhirnya kami sampai di area rata, gak menyangka ternyata di atas ada 1 rumah dan warung yang berjualan makanan dan minuman. Di sini motor parkir dan selanjutnya kami trekking.
View dari tempat parkir
Dari sini di kejauhan sudah terlihat hamparan hijau savana dan jejeran bukit-bukit. Kami istirahat di sebuah pohon yang cukup besar yang juga dibangun spot selfie di atasnya. Mendapatkan tempat enak, kami kemudian mengeluarkan bekal dan menikmati makan siang. Walaupun dengan nasi bungkus sederhana namun berada di puncak bukit dengan pemandangan yang indah di depan mata ditambah angin sepoi-sepoi membuat kami makan dengan lahap.
Makan siang
Setelah makan siang, saatnya menikmati pemandangan dari puncak bukit ini. Di depan mata terlihat Teluk Blongas berwarna biru dengan kapal-kapal yang terlihat kecil bertaburan di birunya laut. Teluk ini diapit dan dikelilingi oleh pegunungan. Terlihat juga pulau kecil di tengah teluk, Gili Wayang.
View dari Buwun Mas Hill
View dari Buwun Mas Hill

View dari Buwun Mas Hill
Tidak salah ada yang mengatakan bukit ini mirip Selandia Baru, karena padang rumput nya yang berwarna kuning hijau, hanya terlihat sedikit pepohonan. Di sebelah kanan dan kiri terdapat bukit-bukit berlapis mirip bukit-bukit di Sembalun. Di lembah-lembah terdapat sawah, ladang dan sedikit rumah-rumah penduduk. Dekat pantai terlihat jalan raya meliuk-liuk di kejauhan.
Berbukitan dengan savana
Turun ke bawah mengikuti jalan setapak terdapat spot-spot foto yang di sediakan untuk selfie. Namun tanpa spot selfie pun, dimana saja berada kita sudah mendapatkan pemandangan yang sangat bagus, dari sudut mana saja. Jika dilihat jalan setapak ini, sepertinya bisa di capai dari jalur lain, tapi saya tidak sempat menanyakannya pada guide kami.
Mencara spot foto yang pas
Spot selfie
Berfoto diantara ilalang
Puas berfoto-foto di sini selanjutnya kembali ke warung tempat parkir motor, kasihan abang ojegnya hanya menunggu kami, tidak ada pengunjung lain yang harus di antar. Buat kalian yang berwisata ke Lombok tidak ada salahnya mengunjungi tempat ini untuk membuktikan bahwa Lombok bukan hanya pantai-pantai dan air terjun yang cantik. Dan jangan lupa menjaga kebersihan tempat ini!!!.

Minggu, 04 Agustus 2019

Jelajah Lombok Bagian 8: Pantai Nambung

Pantai Nambung
Pantai Nambung ini berada di Lombok Barat tepatnya di Desa Buwun Mas, kec. Sekotong. Pantai ini selain berpasir putih tipikal pantai-pantai di Lombok namun yang membuat istimewa adalah adanya air terjun di ujung pantai di bukit-bukit karang sebelah kiri akibat hantaman ombak. Air terjun ombak ini mirip dengan air terjun yang ada di karang Taraje, Sawarna-Banten. Dari Mataram ke Pantai nambung bisa ditempuh dalam waktu 1.5 jam-2 jam. Hanya saja, tidak salalu kita temui adanya air terjun tergantung musim dan tentu saja, keberuntungan hehehe.

Rencana hari ini selain mengunjungi Air Terjun Pantai Nambung juga mengunjungi Buwun Mas Hills. Karena kawasan ini termasuk kawasan ‘remote’ dan tidak terlalu ramai, disarankan membawa bekal makan siang.

Pagi-pagi sekitar jam 8 kami bersiap dari penginapan dan mempersiapkan bekal berupa makanan/minuman ringan serta nasi bungkus yang dibeli di pinggir jalan. Nasi bungkus ini mirip-mirip nasi uduk hanya saja lauknya berupa ayam suir, orek tempe dan sambal yang cuman Rp. 6.000, dan membawa bekal ini benar-benar berasa mau piknik hahaha.
Belanja buat bekal
Untuk melihat fenomena Air Terjun Pantai Nambung ini kita harus sampai di lokasi sebelum jam 10 pagi dan ombaknya harus besar tapi tetap harus bisa melewati bebatuan untuk sampai ke sana. Perjalanan dari Mataram ke pantai nambung cukup jauh sekitar 1.5 jam. Hari ini kami ditemani oleh Kelvin yang juga anggota geng nya Santi ketika mengeksplore Lombok. Dan kebetulan Santi sudah pernah ke sini namun belum beruntung bertemu air terjun. 
Suasana pagi di jalan by pass
Untuk menuju ke sini cukup mudah, bisa menyisiri pantai-pantai Sekotong atau lewat jalur tengah (Praya), dan kami melewati jalur tengah dan pulangnya menyisiri pantai-pantai di Sekotong hingga Lembar. Untuk memudahkan bisa di search di Google Maps dengan kata kunci ‘Air Terjun Pantai Nambung’. Sepanjang jalan kita bisa menikmati sebagian keindahan Lombok dengan suasana pedesaan, sawah-sawah yang menghijau ataupun keramaian di pasar tradisional. Beruntung Santi sudah pernah ke sini jadi kami bisa langsung ke lokasi. Di pinggir jalan nanti ada petunjuk ke Pantai Nambung. Dari jalan raya ke pantai berjarak sekitar 50m.
Salah satu view menuju Pantai Nambung
Melewati pasar pagi
Memasuki jalan tanah hingga sampai di parkiran dekat deretan rumah warga. Salah seorang warga yang juga guide (yang sudah kenal sama Santi) kami dapat info bahwa kondisi ombak sangat bagus, jadi kami bisa melihat air terjun ombak. Deretan rumah warga ini dihuni oleh keluarga yang berprofesi sebagai pembudidaya rumput laut dan pekebun. 
Lokasi parkir
Rumput laut yang di jemur di pantai

Memasuki area pantai terlihat pantai yang berada di sebuah teluk. Hamparan pasir berwarna putih dengan ombak yang tidak terlalu besar memecah di pantai (ombak besar memecah di tengah). Terlihat samar-samar rumput laut yang dibudidayakan serta rumput laut yang sedang dijemur di bawah terik matahari. Tujuan kami adalah karang-karang yang ada di ujung teluk sebelah kiri. Oh iya, di depan teluk ini jika pasang surut akan terlihat beberapa pulau pasir yang bisa kita kunjungi dengan menyewa perahu.
Pantai Nambung berpasir putih
Sampai di bukit sebelah kiri terlihat hamparan bebatuan yang berwarna hitam. Terlihat unik karena bebatuan hitam biasanya di temui di pegunungan. Oke kita gak bahas asal usul terjadinya karena ini ada ahlinya hahahaha. Makin ke tengah, ombaknya makin besar dan karang-karang nya juga makin besar. Lebih aman jalan menyisiri bukit, menjauh dari ombak. Inillah sebabnya kalau cuaca tidak bagus/ombak sangat besar maka pengunjung tidak boleh mendekat. ada beberapa karang besar menghalangi kerasnya ombak sehingga terlihat air terjun alami seperti yang kita temui pada karang-karang di Sawarna.
Karang-karang yang menghasilkan air terjun mini

Sampai di lokasi terlihat batu-batu karang menjulang dan dihempas ombak terus menerus. Di salah satu batu karang yang berhadapan langsung dengan laut di sinilah kita bisa menyaksikan air terjun yang menjadi tujuan kami. Ombak besar yang menghantam sisi sebelahnya menyisakan air laut yang jatuh membentuk air terjun. Semakin besar ombak yang datang, semakin deras pula air terjun yang dihasilkan. Kalau ombak kecil biasanya pengunjung bisa sampai ke atas karang tempat air terjun ini berada, namun karena sekarang ombaknya besar kami hanya menyaksikan dari jauh. sesekali kita bisa menyaksikan pelangi yang dihasilkan oleh cahaya matahari yang melewati kabut dari pecahan ombak.
Lokasi air terjun di kala tenang
Untuk berfoto di dekat air terjun, kami mengambil posisi di samping karang yang ada di seberangnya. Selain aman dari air terjun juga dari ombak yang datang dari sisi kanan. Di antar dua karang ini terdapat laguna, kalau ombak lagi kecil biasanya pengunjung bisa berenang di kolam ini dan tepat berada di bawah air terjun. 
Ombak yang menghantam karang
Pelangi yang muncul diantara deburan ombak
Air Terjun Pantai Nambung
Di bukit sebelah kiri pengunjung bisa naik, namun hati-hati karena batu-batunya bisa lepas. Dari atas ini kita lebih bebas melihat air terjun dari atas dan juga bisa menghindari tampias. Dari atas ini kita juga bisa melihat ke sisi lain dari pantai ini dan ke laut lepas. Bergantian berfoto dengan latar air terjun. Terkadang menunggu datangnya ombak yang besar, semakin besar kami semua semakin senang dan bersorak. 

Namun bagaimanapun keceriaan ini harus berakhir dan kami harus meninggalkan lokasi ini. Senang bercampur puas bisa menyaksikan fenomena unik ini. Beruntung kami di ajak oleh Santi ke sini, ke lokasi yang belum pernah terbayangkan sebelumnya.

Sabtu, 03 Agustus 2019

Jelajah Lombok Bagian 7: Goa Sumur/Bat Cave, Selong Selo Resort dan Bukit Batu Idung

Gua Sumur/Bat Cave Seperti yang saya tulis sebelumnya, karena datang kepagian dan tidak ada cahaya matahari masuk jadi kami kembali lagi ke Gua Sumur setelah mengunjungi Pantai Mawi dan Pantai Semeti. Dari Pantai Semeti kembali lagi ke arah Pantai Kuta mengikuti jalur lingkar pulau. Sampai  di parkiran kemudian jalan sebentar menuju rumah penjaga  gua yang tepat berada di sebelah kanan mulut gua.
Jalan raya Kuta-Selong Belanak
Jalan masuk mobil ke arah lokasi gua

Di rumah jaga tertulis tiket masuk ke gua Rp. 50.000, saya kurang tahu apakah ini tiket masuk untuk wisatawan lokal atau asing karena kebetulan yang jaga ini adalah temannya Santi. Jadi intinya saya dan Revan tidak bayar, apakah gratis atau dibayarin sama Santi hahahha.
Jalan masuk dari parkiran
Sudah ada guide yang menunggu kami dan mengantar ke gua. Harap di catat bahwa gua di sini bukan seperti gua yang pintunya berada di sisi bukit namun berada di atas tanah, jadi mirip mulut sumur makanya nama gua ini adalah Gua Sumur. Untuk turun ke dasar gua, kami melewati tangga yang dibuat dari kayu yang dirangkai sedemikian rupa. Lumayan deg-degan dan untungnya tidak terlalu tinggi hanya sekitar 5-6m. di bawah sudah ada beberapa pengunjung lain namun tidak beberapa lama kami di bawah mereka selesai kemudian hanya tinggal kami berempat.
Menuruni tangga gua
Di bawah kami berada di ruang melingkar dengan diameter sekitar 20m dan terdapat lorong gua yang gelap dan bukan trek untuk pengunjung. Tujuan utama pengunjung datang ke sini adalah menikmati fenomena ‘Ray of Light (ROL)’ yaitu bias cahaya matahari yang melewati area gelap melalui celah dan membentuk garis. Dan titik jatuh matahari berada di mulut gua dan satu lagi lobang yang cukup besar. Dan ROL ini muncul tergantung posisi matahari dan bisa berubah. Untuk hari ini ROL muncul antara jam 11.00-jam 15.00. hanya saja, untuk menguatkan bias ini bisa mengguakan asap (salah satu trik fotografi). Dan guide kami sudah siap dengan membakar ranting untuk menghasilkan asap.
View dari dalam gua
Setelah bias cahaya yang masuk terlihat kuat, kami bisa berfoto di dalam cahaya ini. Supaya lebih bagus, tingkat keterangan (brightness) di HP bisa di atur dengan menurunkannya sehingga latarnya bisa terlihat gelap. Titip favorit untuk mendapatkan ROL di goa ini adalah bukan dari mulut goa tempat kami turun tapi adalah lobang yang berada tepat di tengah goa yang berdiameter sekitar 2m.  Selain itu juga terdapat ROL di sekitar tangga turun. Di sini juga di sediakan properti berupa payung yang bisa dipakai oleh pengunjung untuk berfoto.
Ray of Light @Gua Sumur
Ray of Light @Gua Sumur
Ray of Light @Gua Sumur
Oh iya, selama di goa kami tidak menemukan kelelawar meskipun ada tercium bau belerang (kotoran kelelawar), mungkin kelelawar ini sudah tidak ada karena semakin ramainya area ini atau juga juga berada di lorong goa yang gelap.


Lewat tengah hari kami naik dan ngobrol sebentar di saung, mengobrol sambil menikmati garis pantai nun jauh di depan. Juga terlihat perbukitan yang mulai habis di tambang, berharap semoga goa ini tetap seperti ini dan tidak tinggal sejarah.
View dari saung
Selong Selo Resort
Tujuan utama kami ke Selong Selo adalah menikmati makan siang dan kebetulan adalah tempat Santi bekerja. Resort ini adalah resort eksklusif dengan villa-villa yang berada di perbukitan yang menghadap ke Pantai Selong Belanak. Juga ada kolam outdoor yang menghadap ke pantai. Dengan pemandangan yang di tawarkan, gak salah banyak artis-artis yang berlibur ke Lombok menginap di sini.
View dari Selong Selo Resort
Kolam renang outdoor
Dan sembari menunggu makanan siap dihidangkan, tidak ada salahnya berfoto di spot-spot sekitar restoran berupa taman dan kolam renang yang tentu saja view nya menghadap ke Pantai Selong Belanak. Setelah hidangan datang dengan menu tradisional (sesuai pesanan) kami menikmati makan siang. Setelah itu istirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanan ke Batu Idung untuk menikmati matahari terbenam. Begitu membayar bill, yeayyy lumayan dapat diskon 50% hehehe.....
Salah satu fasilitas di Selong Selo Resort
Bukit Batu Idung
Batu Idung atau Bukit Batu Idung ini berada di perbatasan daerah Lembar dan Gerung-Lombok Barat. Lembar dikenal sebagai pelabuhan penyeberangan ke Bali atau kota-kota di NTB-NTT. Jadi tidak terlalu sulit sebenarnya untuk menuju lokasi ini, cukup arahkan kendaraan ke Pelabuhan Lembar, kira-kira 8km nanti ada pertigaan memasuki jalan desa dan nantinya akan ada pertigaan lagi ke arah kanan dan sampai di sini kondisi jalan sudah mendaki. Jalannya lumayan kecil, berbelok-belok mendaki hingga sampai di sebuah gapura sederhana petunjuk ke Batu Idung. Dari jalan raya Pelabuhan Lembar ke sini bisa tanya-tanya ke penduduk lokal agar tidak nyasar.


Kira-kira 50 sampai di rumah penduduk kemudian parkir. Di sini tidak ada tiket masuk, hanya bayar tiket sekilasnya saja yang kami beyar setelah turun dari Batu Idung.
Lokasi parkir
Dari parkiran kemudian kami trekking melewati kebun masyrakat. Makin lama kondisi jalan semakin naik yang cukup menguras tenaga dan keringat. Jalannya berupa jalan tanah jadi bisa ditebak kalau musim hujan akan becek dan musim panas begini menjadi berdebu. Kira-kira 20 menit trekking akhirnya sampai ke puncak bukit.
Trekking ke puncak
Ternyata puncak bukitnya berbeda sekali dari yang saya bayangkan. Saya mengira hanya ada batu-batu dan pepohonan ternyata di sini sudah di kelola dengan bagus dan rapih.di sepanjang sisi tebing diberi pagar dan dibuat jalan setapak paving block. Juga ada taman dengan spot-spot selfie yang tentu saja gratis. Terdapat juga warung yang menjual aneka makanan dan minuman ringan yang harganya normal seperti warung-warung yang ada di bawah.


Di puncak bukit ini kita bisa melihat sekeliling, 360 derajat. Ke arah barat kita bisa melihat laut dan garis pantai sepanjang Sekotong, di bagian utara terlihat perbukitan dengan perkampungan penduduk, di arah sebaliknya terlihat bukit-bukit berlapis yang diselang-selingi oleh perkampungan penduduk. Karena posisinya ini, Batu Idung dijadikan spot untuk melihat matahari terbenam/sunset dan matahari terbit/sunrise.


Di sebelah kanan terdapat batu yang menonjol yang berwarna kecoklatan, dan jika dilihat dari bawah akan terlihat seperti hidung, makanya bukit ini diberi nama Bukit Batu Idung. Di batu ini pengunjung bisa berfoto-foto, tapi harus hati-hati karena tidak ada pagar pengaman dan langsung berhadapan dengan jurang.
Salah satu spot Batu Idung
Sambil menunggu matahari terbenam, kami memesan makanan dan minuman ringan.sementara itu ada beberapa pengunjung memasang tenda untuk berkemah. Hanya saja saya tidak melihat toilet di sini (saya tidak tahu apakah ada toilet di warung). Setelah menunggu akhirnya matahari terbenam menhasilkan semburat keemasan. Walaupun tidak sepurna karena banyak awan namun berada di tempat yang indah, semuanya akan terlihat indah. Sebelum  gelap kami kembali turun karena tidak ada penerangan disepanjang jalan.
Sunset di Batu Idung

Sebelum penginapan kami mampir ke sebuah rumah makan yang menjual Sate Rembiga, salah satu makanan khas Lombok. Sate ini mirip dengan Sate Maranggi khas Purwakarta dengan menggunakan daging sapi dan bumbu yang manis pedes. Dan kebetulan tempat yang kami datangi sangat terkenal sehingga pengunjungnya sangat ramai. Ya begitulah Lombok, dengan pemandangan yang indah dan makanan yang enak...!!!
Sate Rembiga yang mirip Sate Maranggi