Minggu, 28 April 2019

Jelajah Jawa Tengah Bagian 2: Candi Dwarawati dan Kawah Sileri

Sekitar jam 10 pagi, dari Curug Cibelik kami melanjutkan perjalanan ke Dieng yang diperkirakan memakan waktu sekitar 1.5 jam. Melewati perkebunan teh, kemudian memasuki area hutan-hutan dengan jalan yang masih beraspal bagus. Selanjutnya melewati jalan yang lumayan jelek, berbatu-batu dan lobang. Namun mengingat jalur Batang ini adalah jalur terdekat dari Jaakarta ke Dieng. Meskipun jalannya jelek tapi pemandangan sangatlah bagus. View pegunungan dan kebun-kebun sayuran serta perkampungan yang tersebar di gunung-gunung di sepanjang jalan sangatlah memanjakan mata.

Jalur dari Batang ini berakhir di pertigaan jalan utama Dieng. Sebagai catatan, Dieng ini bukan merupakan nama sebuah kecamatan atau kota, ini adalah sebutan untuk dataran tinggi sepert di Puncak-Bogor. Sebagian besar Dataran Tinggi Dieng (Dieng Plateau) masuk wilayah Banjarnegara dan sebagian kecil masuk wilayah Wonosobo.

Hal pertama yang kami lakukan di Dieng tentu saja mencari penginapan. Setelah tanya dan telpon sana sini akhirnya dapat penginapan ala jejepangan dekat Mesjid di pinggir jalan. Homestaynya lumayan luas dan terdapat 3 tempat tidur yang digelar sehingga dapat menampung kami berlima. Sewanya Rp. 300.000/malam. Setelah menaruh barang-barang, yang pria melanjutkan sholat Jum’at. Sayangnya habis Jum’at hujan turun hingga Subuh sehingga kami tidak bisa kemana-mana di hari pertama ini.
Jumatan di mesjid ini yang berada di pinggi jalan raya
Suasana Dieng
Sebagai catatan, sebagai salah satu wilayah yang terdingin di Indonesia, persiapkan pakaian dan perlengkapan seperti jas, kaos kaki, sarung tangan/kupluk bila perlu karena Dieng sangat dingin di malam hari hehehhe.
Hari kedua di Dieng. Pagi-pagi kami jalan-jalan sambil makan pagi. Nah di sepanjang jalan apalagi di landmark Dieng banyak sekali yang jual sarapan seperti sate, bubur ayam dan makanan tradisional lainnya. Banyak sekali turis yang jalan pagi sambil mencari sarapan pagi.
Cari sarapan di sekitar landmark Dieng
Cari sarapan di sekitar landmark Dieng
Cari sarapan di sekitar landmark Dieng
Selanjutnya mengunjungi daerah tujuan wisata, meskipun tidak akan terkunjungi dalam waktu 2 hari. Tujuan wisata yang terdekat adalah Candi Dwarawati.
Candi Dwarawati terdapat di lereng Gunung Prau. Untuk menuju jalan ini bisa mengikuti petunjuk arah yang ada di jalan utama. Memasuki jalan kecil yang berjarak sekitar 1-2km dari jalan utama kita harus parkir di lahan milik penduduk lokal karena candi ini tidak dikelola secara komersial. Jadi jangan harap di sini ada loket, penjual makanan/cenderamata, tempat istirahat ataupun toilet.

Dari parkir kemudian kita jalan kaki sekitar 100m, ke atas bukit yang tidak terllau tinggi. Hari itu adalah jadwal pembersihan candi, terlihat 2 orang petugas bersiap-siap akan membersihkan candi dengan menggunakan water jet beserta tangga. Komplek candi ini dikelilingi oleh pagar setinggi 1m. 

Meminta ijin masuk komplek candi kepada petugas, terlihat hanya kami pengunjung yang datang. Sepertinya candi ini tidak cukup menarik minat wisatawan. Berbeda dengan nama-nama candi di Dieng yang memakai nama tokoh Mahabratha, Dwarawati bukanlah nama tokoh tapi merupakan nama kota di sebuah kerajaan India karena bentuk candi ini mirip candi-candi yang ada di India.
Candi yang dibersihkan oleh petugas jaga
Candi Dwarawati berbentuk tunggal. Di kiri kanan terdapat reruntuhan candi. Di candi ini juga tidak terdapat arca yang umumnya kita temukan di candi-candi, konon arca-arca nya disimpan di Museum Kailasa (dekat komplek Candi Arjuna) untuk diselamatkan dari pencurian. Karena berada di ketinggian, pemandangan di sini sangat indah, melihat perkebunan sayuran/kentang dan perbukitan yang mengelilinginya. Tidak ada salahnya kalau kalian ke Dieng silahkan mampir ke candi ini.
Blue Team goes to Candi Dwarawati
Blue Team goes to Candi Dwarawati
Ada Apa Dengan Kamu..!
Dari candi kami kemudian mengarah ke Kawah Sileri. Meskipun sempat nyasar dan bertanya ke penduduk lokal akhirnya kami sampai di kolek wisata dimana di sini terdapat petunjuk arah ke komplek Candi Arjuna, Kawah Sikidang dan Kawah Sileri. Kebetulan petunjuk arah ke kawah Sileri searah dengan Curug Sirawe. Sementara ke Kawah Sikidang searah dengan Candi Arjuna.

Dari pertigaan ke kanan, pemandangannya berupa kebun-kebun sayur dan lokasi pembangkit-pembangkit listrik tenaga panas bumi. Maklum di sini banyak sekali sumber tenaga panas bumi. Jadi tidak heran kalau di sini banyak terdapat pipa-pipa penyalur panas bumi.

Akhirnya sampai di sebuah tempat pemandian air panas yang tempat parkirnya juga merupakan lokasi parkir ke Kawah Sileri. Setelah bayar tarif parkir Rp. 5.000 kami mendapatkan info bahwa Kawah Sileri di tutup. Karena tidak bisa mendekati area kawah akhirnya kami cuman bisa melihat kawah dengan mengggunakan drone. 

Dibandingkan dengan Kawah Sikidang, area kawah aktif Kawah Sileri lebih luas. Tidak tahu mengapa area ini ditutup untuk kunjungan mungkin karena alasan keselamatan. Yang jelas area ini pernah dibuka karena masih terlihat sisa-sisa saung atau tempat beristirahat pengunjung.


Dari parkiran yang di kelilingi oleh pagar kawat kami hanya bisa menyaksikan Kawah Sileri dari jauh. terlihat asap putih dari kawah. Nah walaupun namanya kawah, seperti juga Kawah Sikidang, Kawah Sileri juga tidak mengandung lava atau magma seperti yang ada di kawah gunung-gunung berapi umumnya. Seperti namanya Kawah Sileri berwarna putih (leri=air bekas cucian beras).


Untuk melihat lebih dekat, maka kami menggunakan drone. Dari drone kita bisa melihat penampakan kawah dari atas dan juga pemandangan yang ada di sekelilingnya. Meskipun ada kawah, di sekeliling nya terdapat ladang-ladang sayuran penduduk. Hanya saja, kita harus berhati-hati karena jika kadar sulfur dari asap kawah melebihi ambang batas yang boleh kita hisap, maka akan berakibat fatal.

Kawah Sileri dari atas

Kawah Sileri dari atas
Setelah mengambil beberapa foto, kemudian kami melanjutkan perjalanan ke Curug Sirawe yang berada di Kampung Bitingan yang berjarak sekitar 2 km dari Kawah Sileri.

Baca juga link terkait:
- Curug Sirawe

Sabtu, 27 April 2019

Jelajah Jawa Tengah Bagian 1: Curug Cibelik

Trip kali ini lumayan panjang dan tujuan awalnya yaitu sekitaran Jawa Tengah mulai dari Dieng-Baturaden dan berakhir di Tegal namun sesuai kesepakatan menjadi Dieng-Baturaden-Tasikmalaya dan berakhir di Garut. Dan perjalanan kali ini dimulai tanggal 14 Februari malam sampai 24 Februari.

Berangkat dari Bogor sekitar jam 4.30 sore bersama Revan, Ibnu, Sugi dan Noey. Awalnya berencana menggunakan mobil saya, tapi karena kecil akhirnya ganti menggunakan mobil Ibnu yang lebih besar. Kami sengaja jalan sore dan berencana menginap di rest area tol Cipali dan abis subuhnya bisa lanjut ke Dieng.

Seperti biasa, sebelum memasuki tol Cikampek sudah macet hingga KM45-an karena pembangunan Tol elevatid Cibitung-Cimanggis. Masuk tol Cikampek sekitar jam 20.00. Dari tol Cikampek dilanjutkan ke tol Cipali kemudian Kanci hingga rest area KM229. Di rest area kami tidur di dalam mushola yang baru selesai dan sehabis subuh perjalanan dilanjutkan. Sehabis tol Kanci kemudian memasuki tol Pematang (Pemalang-Batang).

Keluar dari tol Pematang, memasuki kota Batang kemudian ke arah Dieng yang kondisi jalannya terus menanjak. Melewati perkebunan teh Desa Kali Tengah tiba-tiba kami melihat ada papan petunjuk arah Curug Cibelik dan Curug Lojahan. Dari info penduduk lokal yang lewat menyebutkan bahwa Curug Lojahan (katanya) adalah curug tertinggi di jawa Tengah. Penasaran dengan info ini kami mengikuti jalan  aspal menuju desa Kali Tengah. Kondisi jalannya lumayan curam dan berbelok-belok serta kecil.
Gapura Desa Kali Tengah-Batang
Sampai di Desa Kali Tengah kami parkir di tanah sempit samping mesjid. Kami menuju ke sebuah warung samping mesjid untuk bertanya info curug ini lebih lanjut. Dari ibu pemili warung kami diinfokan bahwa untuk ke Curug Lojahan butuh waktu 2-3jam trekking menembus hutan dan naik-turun bukit. Untuk ke Curug Cibelik yang lebih kecil cukup trekking sekitar 30menit. Karena baru sadar bahwa hari itu adalah hari Jum’at, kami membatalkan ke Curug Lojahan dan hanya ke Curug Cibelik. Sebelum memulai trekking kami sarapn terlebih dahulu di warung si ibu.

Sekitar jam 8.30 kami memulai trekking. Dari mesjid mengambil jalan ke kanan ke arah bukit, jalan setapak berupa cor-coran. Kemudian kami melewati kebun-kebun sayuran dan pepohonan buah terutama duren. Terlihat juga beberapa petani sedang mengolah tanah dan menanam bibit. Kira-kira 200-300m trekking sampailah kami di area loket. Tidak ada penjaga di hari itu. Terdapat jalan setapak menuju Curug Lojahan yang terkesan masih alami dan berlumpur.
Trekking menuju curug
Sampai di loket tapi tidak ada penjaga
Untuk ke Curug Cibelik kami mengikuti petunjuk arah ke atas dimana terdapat spot foto yang terlihat sudah mulai rapuh. Terlihat papan petunjuk arah ke curug yang berjarak sekitar 50m,.menuruni bukit, melewati tangga-tangga tanah yang di batasi oleh bambu-bambu. Di sebelah kiri adalah badan bukit sementara di kanan adalah lembah. Di sediakan pegangan dari bambu di kiri dan kanan.
Jalan menuruni bukit menuju curug
Setelah menuruni anak tangga sekitar 50m terlihat curug yang kami tuju yaitu Curug Cibelik. Curug ini mempunyai tipe horse tail/tunggal dengan ketinggian sekitar 12-15m. Dari penampakannya, terlihat kolam yang ada di bawah curug tidak terlalu dalam. Dikelilingi oleh pepohonan yang masih asri, tidak terlihat sampah di area curug. Dan kalau diintip dari atas, aliran curug ini membentuk tingkatan, namun karena tampiasnya yang lumayan besar kami tidak turun hingga depan curug. Maklum karena kami tidak berniat mandi/berenang.hanya Revan yang mencoba ke bawah dan walaupun Cuma sebentar sudah membuat basah.
Curug Cibelik
Curug Cibelik
Di sebelah kiri terdapat spot untuk berfoto berupa deck yang terbuat dari kayu. Terlihat rapuh karena selalu basah oleh tampias. Harus hati-hati jika berjalan ke ujung deck ini, takut roboh hahaha. Setelah mengambil foto-foto kami, dan hampir jam 10.00 kami kembali ke parkiran dan melanjutkan perjalanan menuju Dieng dan berharap sampai di Dieng sebelum Jumatan.
Spot selfie
Dari Desa Kali Tengah kami melewati jalan hutan yang terus mendaki. Kemudian melewati pegunungan dengan pemandangan yang sangat indah. Desa-desa yang di selimuti kabut dengan latar pegunungan dan hamparan ladang sehingga tidak terasa kita menempuh hampir 2 jam perjalanan menuju Dieng.
Jalan hutan yang sangat sepi
Salah atu view di perjalanan menuju Dieng
Salah atu view di perjalanan menuju Dieng
Baca juga link terkait:
- Curug Nangga 
- Telaga Sunyi, Curug Pinang dan Caping Park
- Curug Telu, Sendang Bidadari, Kedung Pete dan Curug Moprok/Curug Pelangi 
- Curug Jenggala dan Curug Penganten
- Curug Sirawe
- Candi Dwarawati dan Kawah Sileri

Jumat, 19 April 2019

Jelajah Malang-Lumajang: Kunjungan Kedua ke Tumpak Sewu dan Coban Ciblungan

Tumpak Sewu atau Coban Sewu, seperti mempunyai daya mistis tersendiri, apalagi bagi pecinta air terjun, membuat yang pernah datang untuk kembali lagi. Khusus buat saya pribadi, setelah mengunjungi sekitar bulan Agustus tahun lalu, sekarang berselang 5 bulan kemudian kami kembali lagi. Kalau dulu bareng Revan dan Kusti kali ini bareng Revan dan Noey.
Panorama Tumpak Sewu
Panorama Tumpak Sewu
Panorama Tumpak Sewu
Jum’at, 18 Januari kamipun memulai lagi petualanagan menuju Tumpak Sewu via Goa Tetets.  Karena hari Jum’at kami harus kembali sebelum Jumatan, Berangkat sekitar jam 8, sampai di parkiran motor (sebenarnya bisa jalan kaki dari parkiran Tumpak Sewu) dan membayar ongkos parkir Rp. 5.000 dan HTM Rp. 5.000.

Kondisi trek yang kami lew ati tidak berubah, dalam artian tangga-tangganya masih seperti yang dulu belum ada perbaikan.tangga-tangga yang terus menuruni bukit terjal. Oh iya di warung yang dulu kami beristirahat sekarang terlihat ada air terjun di tebing sebelah kiri, mungkin lagi musim hujan hahahha. 

Sampai di Goa Tetes, terlihat debit air nya lebih besar dibanding dulu. Kali ini kami banyak menghabiskan waktu untuk bermain air di Goa Tetes. Kali ini kami memanjat bebatuan yang ada di sekitar Goa Tetes, melewati air terjun yang mengalir di bawahnya dan memasuki mulut goa. Karena sangat sepi dan hanya kami di area ini, kamipun bebas bermain di Goa Tetes.
View Goa Tetes
Bermain air di Goa Tetes
Bermain air di Goa Tetes


Bermain air di Goa Tetes
Dari Goa Tetes selanjutnya menuruni tebing melewati jalur air, di sini sudah tersedia pegangan, sebelumnya hanya berupa tali karet. Selanjutnya kembali turun hingga mencapai air terjun yang jatuh disepanjang tebing.
Terakhir adalah menuruni bukit hingga sampai di area sungai, ini adalah jalur tegak lurus tapi tersedia injakan dan pegangan namun tetap saja harus berhati-hati. Dan sampai di bawah kemudian menyusuri sungai hingga mencapai air terjun yang lumayan tinggi. Jadi air terjun ini berada di tengah-tengah antara Goa Tetes dan Tumpak Sewu/Coban Sewu. Keduanya masing-masing berjarak sekitar 150m ke air terjun ini.
Air terjun sebelum menuju Tumpak Sewu
Melewati jalan di celah bebatuan, melewati jalan di dekat air terjun, terasa bagai di dalam film-film petualangan hehehehe... Selanjutnya menyisiri bantaran sungai yang berwarna kecoklatan (padahal air terjun di sepanjang tebing sangat jernih), coklat karena salah satu aliran air Tumpak Sewu berasal dari sungai yang berwarna coklat karena penambangan pasir.

Sekitar 100m setelah air terjun (masih ada) loket masuk ke Tumpak Sewu dengan tarif yang masih sama Rp. 10.000/orang. Harap di catat, loket ini sudah masuk wilayah Malang yang mana Tumpak Sewu di sebut Coban Sewu jika melewati gerbang Malang. Sekitar 50m kemudian kita melewati jembatan besi yang cukup untuk satu orang. Sampai di seberang sungai kemudian menaiki sedikit bukit maka sampailah kita di area Tumpak Sewu. Keluar dari lembah, menyaksikan kemegahan Tumpak Sewu ini berasa berada di dunia lain.

Berbeda dengan kunjungan sebelumnya, sekarang debit air Tumpak Sewu lebih besar. Walaupun warna air dari aliran sungai (yang paling besar) tidak terlalu coklat tapi cukup membuat aliran sungai berwarna kecoklatan. Inilah bukti pepatah yang mengatakan “Gara-gara nila setitik rusak susu sebelanga” hahahha.

Kali ini kami melakukan hal yang dulu terlewatkan, yaitu menaiki tebing yang ada di sisi sebelah kanan. Di atas kami bertemu bapak pemilik peginapan yang menjadi guide bagi 2 orang tamu. Di atas tebing ini juga ada area yang lumayan luas dan rata, membuat kita leluasa menikmati air terjun dengan leluasa. Dari atas sini terlihat pelangi yang muncul akibat perpaduan sinar matahari dan tampias akibat derasnya debit air.

Untuk foto-foto antimainstream kita bisa mengambil posisi di atas sebuah batu yang agak menonjol. Untuk mendapatkan foto yang ciamik, fotografer nya bisa mengambil dari bawah sehingga didapat object foto dengan latar ketinggian Tumpak Sewu. Tentu saja untuk ke batu tersebut butuh keberanian. Hati-hati jangan sampai terpeleset karena di bawahnya langsung ke bebatuan. 
View Tumpak Sewu dari tebing sebelah kanan

View Tumpak Sewu dari tebing sebelah kanan
View Tumpak Sewu dari tebing sebelah kanan
View Tumpak Sewu dari tebing sebelah kanan
Pelangi di Tumpak Sewu
Karena hari Jum’at, hanya beberapa orang saja di area ini. Dan karena hari Jum’at juga kami harus buru-buru kembali sebelum tengah hari. Untuk trek pulang, kami mengambil rute seperti waktu datang yaitu via Goa Tetes. Di air terjun sebelum Goa Tetes kami berenang, menikmati air yang jernih bak kristal. Sangat menyegarkan....

Sampai di penginapan, bersih-bersih dan lanjut sholat Jumat di mesjid yang tidak jauh dari penginapan. Selanjutnya checkout sekitar jam 14.00.

Karena Noey belum pernah ke Coban Ciblungan (saya dan Revan sudah pernah), kami mampir sebentar karena lokasinya yang tidak begitu jauh dari jalan raya Malang-Lumajang.

Coban Ciblungan
Coban Ciblungan
Melanjutkan perjalanan ke Malang yang berjarak sekitar 2 jam, kami mampir makan siang di warung yang dulu kami pernah mampir. Mengejutkan, mbak yang jaga warung ingat sama kita dan sapaan pertamanya “Ke Tumpak Sewu lagi ya mas?”, “Mbak yang dulu gak ikut? (maksudnya Kusti yang dulu ikut).... mudah-mudahan kalau dikasih umur panjang kami akan kembali lagi ke Tumpak Sewu... Aamiin...!

Baca juga link terkait:
- Sumber Telu, Panorama Coban Kapas Biru dan Coban Gampit
- Coban Srengenge dan Coban Gintung  
- Coban Kabut Pelangi
- Coban Kapas Biru 
- Coban Kaca dan Coban Rais 
- Air Terjun Madakaripura, Coban Lawean dan Coban Kembar 
- Coban Rondo dan Labirin Coban Rondo
- Sumber Siji, Sumber Pitu dan Sumber Papat
- Coban Putri Ayu/Coban Buntung, Coban Kodok dan Grojogan Sewu