Dari Curug Nangsi kami menuju ke daerah sekitar Pantai Palangpang yang menjadi pusat Ciletuh-Pelabuhan Ratu Geopark. Sepanjang jalan menuju area pantai, diperbukitan terlihat hamparan kuning, mirip perbukitan Teletubbies. Jangan salah, ini bukan rumput atau ilalang tapi padi huma, yaitu padi yang ditanam bukan di sawah yang selalu tergenang air. Padi-padi Penganten. Berkeliling area sepanjang pantai akhirnya kami memutuskan pilihan di sebuah penginapan di pinggir jalan yang tidak begitu jauh dari Pantai Palangpang. Penginapannya terbuat dari kayu dengan tarif Rp. 250.000/malam. Kami book untuk 3 malam. Karena masih hujan kamipun hanya beristirahat di kamar.
Curug Penganten
Pagi-pagi sekitar jam 7 kami sudah bersiap menuju Curug Penganten. Curug ini berada di desa Mekarjaya-Ciemas yang berjarak sekitar 20km dari Pantai Palangpang. Pagi itu cuaca berawan namun kami tetap melanjutkan perjalanan. Dari Pantai Palangpang kami enuju ke arah Curug Cimarinjung, setelah tanjakan tidak berapa jauh nanti ada pertigaan, kalau lurus ke Puncak Darma, ke kanan ke Mekarjaya. Ambil ke kanan ini jalannya berupa cor-coran bukan aspal pada umumnya. Tanjakannya di sini sangat tajam tajam dan berbelok-belok tapi untunglah hampir tidak ada kendaraan saat itu. Dibandingin ke uncak darma, tanjakan di sini lebih ekstrim jadi kalau kalian bawa mobil ke arah ini harap diperhatikan kondisi kendaraannya.
Meskipun berbahaya tapi pemandangan di sini sangat bagus, di sinilah terdapat Puncak Aher (eks Gubernur Jawa Barat yang banyak berjasa pada kemajuan Geopark ini). Puncak Aher lebih tinggi dibanding Puncak Darma, di sini pemandangannya lebih luas, bukan hanya pantai tapi juga pegunungan dan lembah.
Melewati Puncak Aher terus ke atas melewati perkampungan, kiri kanan terlihat sawah huma yang mulai menguning yang tadinya saya kira ilalang (padi yang ditanam di perbukitan bukan sawah). Hampir 2/3 perjalanan tiba-tiba turun hujan yang sangat lebat dan terpaksa berteduh di sebuah warung yang ada di pertigaan di area hutan karet.cukup lama menunggu hujan reda dan kami berkenalan dengan seorang bapak yang mau ke ladangnya dan mendapatkan info mengenai Curug Penganten.
Setelah hujan agak reda, kami mengikuti si bapak, memasuki jalan membelah hutan karet sampai ke area perbukitan yang banyak ladang-ladang dan padi huma. Wilayah ini sangat sepi, sangat langka sekali untuk melihat satu rumah aja. Sampai di suatu pertigaan kami berpisah dan kami memasuki area jalan desa berupa bebatuan. Melewati jalan bebatuan ini awalnya masih terlihat satu dua rumah penduduk lama-lama tidak terlihat rumah sama sekali. Memasuki jalan yang hanya cukup untuk satu motor kemudian menaiki bukit, karena jalannya licin dan berlumpur, kadang-kadang kita harus turun dari motor dan di dorong. Sampai di sebuah saung yang ternyata tempat pembuatan aren tradisional kami berteduh karena tiba-tiba hujan kembali turn dengan lebatnya.
Kondisi jalan desa |
|
Kondisi jalan menjelang parkiran |
Setelah hujan turun agak reda kami menuju ke Curug Penganten yang berjalan beberapa puluh meter saja sudah terlihat dari jauh, coklat keemasan. Fantastic... !!!. Menuruni terasering sawah yang membuat kami nyasar dan di antar oleh seorang ibu melewati jalur sUemak-semak (seharusnya ada jalur lain) menyusuri alur sungai. Di antar sampai ke jembatan yang melintasi sungai si ibu berpesan agar nanti pulangnya melewati jalan setapak yang ada di atas. Melewati jembatan kemudian berjalan sekitar 100m. perlu pengorbanan untuk mendekati curug ini karena akses jalan dan areanya sudah terbengkalai.
Menuju Curug Penganten |
Melintasi jembatan |
Jalan ke arah curug |
Curug Penganten saat hujan |
Curug Penganten saat hujan |
Aliran curug ini jatuh membentuk niagara kecil sepanjang lebarnya sungai dan mengalir ke sungai yang juga aliran dari Curug Cibelener yang terlihat dari jauh. Meskipun berbeda aliran, Curug Cibelener juga berwarna keemasan akibat hujan. Curug Cibelener ini mempunya dua tingkatan dengan debit yang besar. Sebenarnya pengunjung bisa mendekati curug ini, hanya saja untuk saat itu tidak memungkinkan karena arus sungai yang deras. Berbeda dengan Curug Penganten yang berada di tebing tebuka, Curug Cibelener berada di celah lembah sehingga diperlukan usaha tambahan untuk mencapai curug ini.
Curug Cibelener dari kejauhan |
Tadinya kami berniat menerbangkan drone untuk melihat view kedua curug ini dari atas cuman sayang kami tidak mendapat sinyal GPS sama sekali. Maklum areanya sangat terpencil dan jauh dari mana-mana.
Setelah puas mengambil foto-foto curug ini yang sudah menggunakan DSRL karena tampiasnya yang membuat basah lensa, kamipun kembali ke parkiran dan melewati jalan yang tadi disarankan oleh ibu yang di sawah. Dari jembatan kayu, kami mengambil jalan naik hingga mencapai jalan setapak. Di pinggir jalan setapak terdapat saluran irigasi kecil. Berjalan memutari bukit hingga sampai di dekat Curug Cihuru. Berbeda dengan dua curug sebelumnya, Curug Cihuru airnya jernih. Kalau dilihat dari jauh, curug ini bertingkat-tingkat hanya saja area disekitar curug ditutupi oleh pepohonan sehingga tidak terlihat keseluruhan. Dari sini jalan setapak berakhir di sawah bagian atas dan sudah dekat parkiran. Jadi kalau kalian mau ke Curug Penganten sebaiknya melewati jalur ini.
Jalan pulang beda dengan jalan datang |
Curug Cihuru yang tertutup pepohonan |
Nama : Curug Penganten, Curug Cibelener dan Curug Cihuru
Lokasi : Desa Mekarjaya, kec. Ciemas-kab. Sukabumi
Biaya : gratis
Baca juga link terkait:Lokasi : Desa Mekarjaya, kec. Ciemas-kab. Sukabumi
Biaya : gratis
- Curug Sodong, Curug Ngelay, Curug Ciateul, Curug Cikanteh, Curug Cikawung dan Pantai Palangpang
- Curug Nangsi, Curug Cikupa dan Curug Cibenda-Waluran
- Curug Luhur-Ciracap
- Pantai Tenda Biru, Pantai Cibuaya dan Pantai Pangumbahan-Ujung Genteng
- Pantai Pasir Putih-Ujung Genteng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar