Selasa, 08 September 2015

Rawa Aopa Watumohai; Taman Nasional Raksasa di Sulawesi

Rawa Aopa Watumohai; Taman Nasional Raksasa di Sulawesi
Luas Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai mencapai empat kabupaten. Foto: Harley Bayu Sastha | DestinAsian

Di balik lanskapnya yang ajaib, Rawa Aopa Watumohai memikul tanggung jawab besar dalam gerakan pelestarian lahan basah dunia.

Dari 45 taman nasional di Indonesia, Rawa Aopa Watumohai mungkin terdengar paling asing. Dan layaknya taman nasional yang asing, perannya bagi lingkungan kerap jauh melampaui pamornya.

Saya datang di musim kemarau. Satu fakta yang mencengangkan dari Rawa Aopa adalah ukurannya. Suaka di ujung tenggara Sulawesi ini membentang di empat kabupaten sekaligus. Luasnya sekitar 105.000 hektare, jauh lebih luas dari Jakarta.

Rawa Aopa Watumohai; Taman Nasional Raksasa di Sulawesi
Sesuai dengan namanya, Rawa Aopa juga terdiri atas rawa. Rawa ini merupakan yang terbesar di Sulawesi. Foto: Harley Bayu Sastha | DestinAsian

Burung adalah satwa ikonisnya. Tempat yang berada di Zona Wallacea ini merupakan habitat bagi 155 jenis burung, dengan 32 di antaranya tergolong langka. Mereka berkeliaran di lima ekosistem yang mengukir lanskap: rawa, hutan pantai, sabana, bakau, serta hutan hujan dataran rendah. Salah satu koleksinya sempat menciptakan sensasi, yakni kacamata Sulawesi. Sempat raib selama puluhan tahun, burung dengan ciri lingkaran putih di sekeliling mata itu kini mulai terlihat kembali di Rawa Aopa.

“Di musim teratai, biasanya kita bisa melihat banyak burung di atas daun,” ujar Darman, staf Balai Taman Nasional, saat kami menyusuri rawa. Dia menunjuk beberapa ekor burung yang menyempil di antara tumbuhan dan ilalang. “Jika musim migrasi, burung aroweli sangat mudah dilihat di sini,” ujarnya lagi. Aroweli, burung langka yang dilindungi, lebih popular dengan nama bangau putih susu.

Kami mengarungi kompleks rawa terluas di Sulawesi hingga hari beranjak senja. Dari atas perahu, Rawa Aopa terlihat bak sebuah baskom raksasa. Baskom yang punya peran vital dalam memasok air bagi sungai dan rumah di sekitarnya,termasuk ke Kota Kendari yang berjarak tiga jam.

Rawa Aopa Watumohai; Taman Nasional Raksasa di Sulawesi
Pohon-pohon tinggi menjadi habitat alami burung. Foto: Harley Bayu Sastha | DestinAsian

Warga umumnya terkonsentrasi di zona bakau dan menyandarkan hidup dari menangkap ikan, udang, dan kepiting. Saat hasil tangkapan tak menjanjikan, mereka bertani rumput laut. Warga dan alam hidup rukun. Demi menjaga lingkungan, kampung-kampung nelayan sudi mematuhi larangan mendirikan bangunan baru.

Tapi bukan berarti tempat ini sepenuhnya bebas masalah. Di Watumohai, gunung berhutan di Rawa Aopa, populasi rusa jauh terkikis akibat perburuan liar. Guna melestarikannya, pihak taman nasional terpaksa menciptakan area penangkaran. Keputusan yang janggal. Buat apa memiliki kawasan yang dilindungi jika masih harus membangun penangkaran di dalamnya.

Padang sabana adalah lanskap yang paling menakjubkan di Rawa Aopa. Kompleks seluas 23.000 hektare ini memadukan padang rumput dengan tumbuhan agel, lontar, bambu berduri, serta belukar.

Rawa Aopa Watumohai; Taman Nasional Raksasa di Sulawesi
Selain burung, taman nasional ini juga menjadi rumah rusa. Foto: Harley Bayu Sastha | DestinAsian

Untuk menjangkau sabana, saya menaiki motor dan meniti jalan lebar yang, menurut warga, didirikan atas bantuan pemerintah Australia. Setelah 15 menit berbelok dari jalan raya, sabana terhampar di hadapan. Bentuknya mirip padang golf alami.

Selanjutnya kami menyeberangi sungai dan menembus hutan, juga melewati lokasi bertelurnya maleo dan kakatua jambul kuning. Setelah dua jam, kami kembali tiba di padang sabana lainnya, tapi kali ini sosoknya lebih ajaib: bukit-bukit rumput yang saling berkelindan layaknya gelombang di lautan hijau. Mirip lokasi syuting Teletubbies.

“Ini baru sebagian,” kata Putu, teknisi Pengendali Ekosistem Hutan, menyela lamunan saya. “Di balik ini masih ada bukit-bukit lainnya yang lebih bagus.”

Rawa Aopa Watumohai; Taman Nasional Raksasa di Sulawesi
Sapi-sapi yang juga memanfaatkan taman nasional Rawa Aopa untuk mencari makan. Foto: Harley Bayu Sastha | DestinAsian

Rawa Aopa bukan hanya penting bagi Indonesia. Pada 6 Maret 2011, taman nasional ini dinobatkan dunia sebagai Situs Ramsar, yakni area lahan basah yang didedikasikan bagi konservasi. Ramsar merujuk pada sebuah kota di Iran yang menjadi tempat ditandatanganinya Konvensi Lahan Basah oleh tujuh negara. Kendati namanya asing, Rawa Aopa ternyata menjadi bagian gerakan global yang berniat menjaga kelestarian bumi.

Rawa Aopa Watumohai; Taman Nasional Raksasa di Sulawesi
Padang rumput luas dengan bukit-bukit hijau. Foto: Harley Bayu Sastha | DestinAsian




Teks dan foto oleh Harley Bayu Sastha
Dipublikasikan perdana di majalah DestinAsian Indonesia edisi Mei/Juni 2015 (“Suaka Sulawesi”)

Sumber: DestinAsian

Selasa, 01 September 2015

Petisi; Katakan kepada PBB: HTI bukan hutan!

Petisi; Katakan kepada PBB: HTI bukan hutan!
HTI yang secara ekologis tidak bernilai justru di mata PBB adalah hutan.
Petisi; Katakan kepada PBB: HTI bukan hutan!

Hutan memiliki ragam kehidupan, merupakan habitat ribuan hewan, tumbuhan serta jutaan manusia – hutan tanaman industri sama sekali bukan hutan, melainkan gurun berwarna hijau. Meskipun begitu PBB mengindahkan monokultur dengan istilah hutan, dan demikian membuka pintu bagi perusakan alam. Katakakan pada PBB: HTI bukanlah hutan.

Pandangan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB FAO tentang hutan sudah sejak lama memiliki kesalahan yang fundamental: FAO mendefinisikan hutan dengan mudahnya sebagai lahan yang ditutupi pohon.

Hutan hujan tropis ditebang dan dikonversi menjadi perkebunan karet, hutan subtropis dan hutan iklim gugur yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi ditebang agar jalan untuk HTI pinus dan eukalyptus jadi terbuka – menurut definisi FAO masalah ini bukan sebagai kerugian hutan (no net deforestation). Jika lahan rumput dirusak atau lahan petani kecil dicuri dan dibajak untuk ditanami monokultur tanaman industri, FAO menyebutnya afforestasi.

Menerima definisi hutan dari FAO yang tidak mencakup aspek keanekaragaman biologis, sosial, kultur dan spiritualnya, akan membantu perluasan HTI yang membawa kerugian bagi komunitas setempat, hutan yang sebenarnya dan sistim ekologi lainnya. Bahkan HTI eukalyptus yang genetiknya telah dirubah dengan salah FAO menyebutnya sebagai "hutan".

FAO menempuh jalan pemecahan masalah perubahan iklim yang salah; yaitu hutan hanya dianggap penyimpan karbon. Definisi yang salah ini sudah sejak lama dikritik oleh banyak NGO, gerakan sosial dan ilmuwan.

Di bulan September FAO menyelenggarakan kongres hutan dunia di Durban yang akan banyak dihadiri pihak industri kayu. Secara bersamaan berlangsung juga kongres tentang "Civil Society Alternative Program."

Bersama dengan beberapa NGO dan gerakan sosial dari seluruh dunia Selamatkan Hutan Hujan disana akan angkat suara menentang alasan atas penebangan hutan dan menuntut pihak yang bertanggung jawab.

Tolong Anda dukung petisi ini yang akan kami serahkan di FAO kongres hutan dunia.


Dukung petisinya di situs Selamatkan Hutan Hujan
(klik tombol tautan dibawah untuk menuju halaman petisi)

Petisi; Katakan kepada PBB: HTI bukan hutan!



Petisi tersebut ditujukan kepada: 

Sekretaris Jendral FAO José Graziano da Silva dan ketua kongres hutan dunia Trevor Abrahams dan Tiina Vahanen

Definisi UNO tentang hutan menguntungkan HTI dan menyebabkan penebangan hutan. HTI atau perkebunan bukanlah hutan.

dengan isi surat sebagai berikut:

Yang terhormat Sekretaris Jendral FAO José Graziano da Silva,  
yang terhormat Trevor Abrahams, dan yang terhormat Tiina Vahanen, 
FAO mendefinisikan hutan sebagi wilayah yang luasnya lebih dari 0,5 hektar, dimana 10 persennya ditutupi pucuk pohon yang tingginya lebih dari 5 meter. 
Definisi ini menyempitkan arti hutan yang hanya berdasarkan lahan yang ditutupi pohon. Anda mengenyampingkan keanekaragaman pepohonan secara struktural, fungsional dan biologis, dimana hal ini semua sebenarnya membentuk sebuah hutan. Selain itu Anda juga mengenyampingkan arti budaya dari komunitas yang hidup dari hutan. 
Definisi FAO menolong para peminat lobby kayu dan pengusaha HTI untuk kertas, bubur kertas, karet dan energi bio. FAO bahkan mengijinkan jenis-jenis pepohonan yang genetisnya telah dirubah digolongkan sebagai „hutan“. Fungsi hutan yang hanya sebagai penyimpan karbondioksida memungkinkan perusahaan untuk mensahkan HTI sebagai „hutan tanaman“. 
Dengan begitu mereka bisa menjual sertifikat karbon (carbon credits). Hal ini bukanlah jalan keluar bagi perubahan iklim karena pada saat proses perubahan hutan menjadi HTI karbon yang berada di tumbuhan dan tanah menjadi terlepas. 
Perluasan HTI, contohnya dari eukalyptus, pinus dan akasia, secara langsung atau tidak langsung merupakan pendorong penebangan hutan. Hal ini menyebabkan keanekaragaman hayati jadi rusak, kehidupan jutaan masyarakat adat serta penduduk lainnya yang hidupannya tergantung dari hutan terganggu serta terjadinya perubahan iklim. Menurut FAO diseluruh dunia terdapat 300 juta manusia yang hidupannya tergantung langsung dari hutan. 
Definisi FAO yang keliru itu melegitimasikan dan mendukung segala perkembangan yang merusak ini. 
Dalam prinsip dasarnya FAO menyatakan dirinya sebagai organisasi yang melaksanakan kegiatan internasional untuk memberantas kelaparan. Bersamaan dengan itu FAO ingin sebuah forum netral, didalamnya „seluruh negara saling bertemu dengan kesetaraan“. Untuk memenuhi keinginan ini FAO harus merubah definisi hutannya: Keluar dari definisi yang hanya berasal dari pandangan dan keuntungan pengusaha kayu, bubur kayu, kertas dan karet. Bentuk definisi yang merefleksikan fakta ekologis dan pandangan masyarakat yang hidupnya bergantung pada hutan! 
Proses membentuk definisi hutan yang benar harus mengikutsertakan penduduk yang hidupnya bergantung dari hutan dan tidak boleh berada dibawah pengaruh pihak pelaku HTI, seperti yang berlaku hingga kini. 
Selama World Forestry Congress dari FAO di Durban (Afrika Selatan) gabungan besar dari gerakan sosial, NGO dan aktivis menuntut FAO dan institusi lainnya untuk membuat definisi hutan yang baru. Proses ini harus dilaksanakan oleh pihak komunitas hutan. 
Kami yakin bahwa definisi hutan dari FAO harus dirubah dan HTI tidak boleh lagi didefinisikan sebagai hutan. 
Dengan hormat