Senin, 28 Januari 2019

Jelajah Cianjur Selatan,Garut Selatan dan Bandung Selatan Bagian 4: Pantai Santolo


Hari ketiga, 18 November 2018, pagi-pagi sekitar jam 6 pagi kami sudah berangkat dari Pantai Jayanti Cianjur menuju Pantai Santolo di Garut. Meskipun begitu, suasana sudah mulai ramai terutama di pasar pagi begitu keluar dari gerbang Pantai Jayanti. Kami menyempatkan diri membeli makanan kecil buat bekal sarapan di jalan.
Kondisi jalanan sangat sepi, jarang sekali terlihat kendaraan lalu lalang. Kondisi jalan yang beraspal mulus ditambah lagi jalnnya lebar-lebar. Menyusuri  jalan sepanjang Pantai Selatan terlihat pemandangan berupa hutan, sawah, sedikit rumah, dan yang pasti laut lepas. Dan sepanjang jalan kami menemukan banyak jembatan dengan sungai-sungai yang bermuara ke laut Selatan.
Suasana pagi
Suasana pagi
Kondisi jalan menuju Pantai Santolo
Kondisi jalan menuju Pantai Santolo
Perjalanan yang kami tempuh sekitar 1 jam. Sebelum mencapai Pantai Santolo, kami melewatkan Puncak Guha yang juga terkenal dengan view nya. Meskipun sampai Pantai Santolo sekitar jam 7-an pagi, sudah banyak sekali terlihat pengunjung di pantai ini. Kami mendapatkan lokasi parkir yang terlihat padat, lokasi parkir ini juga dipakai oleh pengunjung yang bermalam di sini.
Area ini ramai oleh penjual mulai dari pakaian, cendera mata ataupun hasil laut seperti cumi, ikan, lobster, udang, baik yang masih basah ataupun yang sudah dikeringkan.
Aneka hasil laut yang dijual
Untuk menikmati pantai ini ada dua lokasi, pantai yang tidak jauh dari lokasi parkir atau ke pulau kecil yang merupakan pulau cagar alam. Buat yang bermain di pantai, cukup berjalan kaki sekitar 50m dan kita akan menemukan Pantai dengan ombak yang tidak terlalu besar yang berada di teluk dengan garis pantai yang sangat panjang. Di sini pengunjung bisa berenang dan bermain pasir, hanya saja tetap waspada karena bisa saja ombak besar datang.
Pantai Santolo
Untuk ke pulau kecil yang terlihat cuman berjarak sekitar 50m, kita harus menyeberang menggunakan perahu dengan ongkos Rp. 7.000/orang PP. Di sini kami merasa tertipu, ditawarkan oleh pemilik perahu untuk berkeliling pulau dengan tarip Rp. 30.000/orang (Rp. 90.000 bertiga) yang ternyata kami hanya di bawa ke balik ombak dan rasanya tidak cukup 10 menit kemudian balik (diantar ke tujuan semula yaitu pulau cagar alam). Meskipun kesal dan mengomel (dan sepertinya mereka sudah cuek...!!!) kami turun ke pulau dan untungnya pulau ini sangat indah!!!.
Naik perahu ke pulau cagar alam
Keliling yang sangat singat !
Oh iya, meskipun namanya pulau cagar alam, tapi disini dipenuhi oleh warung-warung dan penginapan!!!. Seharusnya seperti Pulau Panjang yang ada di Jepara yang benar-benar difungsikan sebagai cagar alam.
Yang menarik di ulau ini adalah, pantai-pantainya berupa karang-karang yang dilapisi oleh rumput laut dan lumut-lumut hijau. Ungkin karena pasang, kita bisa dapat menikmati langsung rumput ini yang terangkat ke permukaan. Air laut memecah jauh di tengah dan dikejauhan terlihat kapal-kapal nelayan yang sedang menangkap ikan.
Pantai yang unik dengan kolam-kolam alami
Pantai yang unik dengan kolam-kolam alami
Pantai yang unik dengan kolam-kolam alami
Pantai yang unik dengan kolam-kolam alami
Karang-karang membentuk pola-pola yang tebentuk karena arus air laut, terlihat kolam-kolam alami dengan air nya yang sangat jernih dihiasi makluk-makluk laut yang terjebak di dalamnya. Sangat cocok buat anak-anak dan orang dewasa untuk berendam dan merenang di kolam natural ini. Kolam-kolam ini juga terlihat di Pantai Wedi Ombo, Jogjakarta.
Berjalan mendekati pantai di arah berlawanan, terlihat ombak yang sangat besar karena menghadap langsung ke laut bebas. Ombak ini memecah ditengah dibatas karang-karang yang berlumut. Pecahan ombak ini melewati celah-celah batu karang dan membentuk deburan-deburan kecil. Dari sini terlihat bahwa bebatuan karang yang kita pijak terdapat rongga-rongga di bawahnya, jadi kita harus berhati-hati bermain di sini terutama yang membawa anak kecil. Juga di bulan-bulan tertentu ombak di sini sangat besar.
Karakteristik karang di pulau cagar alam Pantai Santolo
Karang berlumut yang eksotis
Karang berlumut yang eksotis
The last air blender...
Puas menikmati suasana pantai yang sangat unik ini, kami menikmati makan pagi yang sekaligus menjadi makan siang disalah satu warung di pulau ini. Terlihat kamar-kamar yang di sewakan bagi pengunjung yang mau menikmati pulau ini lebih banyak dan juga menikmati sunset dan sunrise.
Untuk kembali ke parkiran, cukup berdiri di pantai dan nanti akan dijemput lagi oleh perahu yang semula membawa kita ke pulau ini. Jadi buat kalian yang melakukan perjalanan lintas selatan Cianjur-Garut jangan melewatkan spot wisata ini.










Baca juga link terkait:
- Curug Dengdeng-Naringgul
- Pantai Ranca Buaya dan Puncak Guha
- Curug Ciawitali dan Curug Rahong/Curug Cisewu
- Situ Cileunca
- Kawah Putih dan Kampung Cai Ranca Upas
- Situ Patenggang-Bandung Selatan
- Curug Sanghyang Taraje, Curug Utang dan Cipanas Garut 
- Curug Tilu, Kebun Teh Rancabali dan Pantai Jayanti 
- Curug Cikondang dan Curug Terekel-Cianjur Selatan 
- Curug Citambur-Cianjur Selatan

Jelajah Cianjur Selatan,Garut Selatan dan Bandung Selatan Bagian 3: Curug Tilu, Kebun Teh Rancabali dan Pantai Jayanti



Sekitar jam 9 pagi kami meninggalkan Wana Wisata Curug Citambur. Tujuan selanjutnya sebenarnya adalah Pantai Santolo di Garut. Karena takut kemalaman kami berencana menginap di Pantai Jayanti semalam dan besok paginya menuju Pantai Santolo. Dari gerbang Curug Citambur, kami mengambil jalur kiri ke arah Ciwidey.
Kami melewati kondisi jalan yang tidak terlalu bagus dan tidak begitu lebar melewati perkampungan dengan view perbukitan. Memasuki perbatasan Rancabali-Bandung Barat jalanannya sedikit bagus. Di tebing bukit sebelah kiri terlihat air terjun yang lumayan besar, tapi tidak dikelola dan menurut kabar, karena masih ada perdebatan mengenai hak pengelolaannya karena berada diperbatasan Cianjur dan Bandung.
Kondisi jalan ke arah Ciwidey
View sepanjang perjalanan
Tidak beberapa jauh dari curug yang kami lewatin tadi terlihat di kejauhan beberapa curug yang berdekatan. Awalnya kami tidak berniat mampir karena takut tidak ada akses. Melihat ada jalan kecil dan warung dipinggir jalan kamipun mampir dan menanyakan ke pemilik warung apakah bisa menuju curug yang ternyata namanya adalah Curug Tilu ini. Ternyata curug ini bisa diakses dan sudah dikelola.
View di parkiran Curug Tilu
Berjalan kaki menyusuri jalan setapak yang landai. Tak terasa kami berada di atas bukit yang posisinya lebih tinggi dan terlihat pemandangan yang menakjubkan. Di kejauhan terlihat sawah-sawah dan perbukitan yang menghijau. Meskipun dari jauh terlihat curug ini tidak bisa diakses ternyata kami menemukan pemukiman yang tidka terlalu ramai. Menapaki jalan setapak diantar arumah penduduk sampailah kami di gerbang Curug Tilu.
Di loket yang juga sebuah warung kami bertemu bapak yang jaga. Terlihat bapak ini sangat senang kami datang dan tidak terlihat pengunjung lain selain kami bertiga. Di kejauhan terlihat tiga (tilu) curug yang mengalir di tebing bukit di antara rimbunnya pepohonan. Hanya saja karena musim kemarau, debit airnya tidak terlalu besar. Menurut si bapak, kalau musim hujan, debit air curug ini akan memenuhi kolam buatan yang ada di bawah.
Di bukit sebelah kiri terlihat saung yang terlihat baru dan area yang baru saja di bersihkan. Dari titik ini kita bisa melihat pemandangan berupa pegunungan dan juga curug yang tadi kami lewati. Benar-benar sangat indah, sayang lokasi ini sangat sepi.
Curug Tilu
Kemudian kami mendekati air terjun. Melewati pinggir kolam yang ditumbuhi aneka macam bunga kami sampai ke salah satu air terjun. Terlihat sebuah sepeda butut yang dijadikan spot selfie, dan kamipun berfoto meskipun diterpa tampias dari curug. Airnya sangat jernih dan segar.
Curug Tilu
Spot foto di Curug Tilu
Tidak bisa berlama-lama, kamipun pamit ke bapak yang jaga dan membayar lsedikit lebih dari yang di patok Rp. 5.000 per orang. Nah buat kalian yang kebetulan melewati jalur ini (Ciwidey-Pagelaran) tidak ada salahnya mampir dan bersantai di sini.
Dari Curug Tilu kami melanjutkan perjalanan dengan kondisi jalan dengan tikungan-tikungan tajam dan mendaki/menurun. Tidak beberapa jauh kami sampai di perkebunan teh Rancabali. Di sini kami berhenti sejenak menikmati pemandangan berupa hamparan perkebunan teh yang menghijau. Terlihat pola-pola dan alur-alur pohon teh yang sangat cantik. Di kejauhan juga terlihat kampung pemetik teh di tengah-tengah hijaunya teh.
Jalanan terlihat sangat sepi dan kondisi ini terlihat sama hingga kami mencapai pertigaan Situ Patenggang (kanan) dan ke Ciwidey/Ranca Upas/KawahPutih ke kiri. Mengambil jalur kanan melewati Situ Patenggang dan kembali memasuki perkebunan teh. Saking sepinya jalanan kamipun bisa berfoto-foto di tengah jalan hahahaha. Kami juga melewatin area berkabut denga jarak pandang sangat dekat karena saking pekatnya kabut. Samar-samar hanya terlihat perkebunan teh dan sesekali hutan-hutan.
Perkebunan teh Rancabali
Perkebunan teh Rancabali
Perkebunan teh Rancabali
Perkebunan teh Rancabali
Perkebunan teh Rancabali
Perkebunan teh Rancabali
Suasana sepi dan kabut
Suasana sepi dan kabut
Suasana sepi dan kabut
Memasuki area Cianjur yang ditandai dengan gapura besar. Memasuki area perbukitan dan masih saja......... sangat sepi. Di sebuah warung makan kami mampir karena belum makan siang. Menikmati ikan goreng dan sambal dadakan, sambil menikmati banyak air terjun yang ada di tebing, sungguh suatu momen yang sangat langka. Air terjun-air terjun ini jatuh dari tebing dan menyelinap diantara pepohonan, dibawahnya terbentang sawah-sawah dan perkampungan yang tidak terlalu padat.
Menikmati makan siang dengan view perbukitan dan curug-curug
Menikmati makan siang dengan view perbukitan dan curug-curug
Melanjutkan perjalanan dengan rasa penasaran akan curug-curug yang barusan kami lihat, melewati jalan yang masih berkelok-kelok sampai lah kami di sebuah pemandangan yang sangat menakjubkan. Berhenti dipinggir jalan di pinggir sawah, kami mengambil foto sebuah curug yang terihat jelas dari jalan raya. Curug yang ada 2 undakan, undakan pertama ukurannya sangat tinggi dan undakan kedua terdapat beberapa curug yang merupakan aliran dari curug utama. Susah ditebak apakah ada akses menuju curug tersebut karena terlihat lembah dengan pepohonan yang cukup rapat.
Salah satu curug dari belasan curug yang terlihat disepanjang tebing
Melanjutkan perjalanan, sampailah kami di sebuah curug yang ada dipinggir jalan... ya dipinggir jalan. Di sini kita bisa berfoto/mobil dengan kendaraan hahahha. Banyak pengendara motor yang menyempatkan diri singgah sejenak baik sekedar beristirahat ataupun berfoto di curug.
Curug Naringgul
Kami sempat melewati titik longsor yang membuat kendaraan antri (sistim buka tutup). Dan terdapat banyak ttitik longsor yang kami lewati. Dan sangat disarankan untuk tidak melewati jalur ini dalam kondisi hujan karena titik-titik longsor ini berada di tebing/jurang yang dalam. Meskipun begitu, sepanjang jalan kami masih disuguhi dengan curug-curug yang berada di sepanjang tebing di kiri kanan jalan, yang kalau dihitung-hitung jumlahnya bisa belasan. Pemadangan indah yang sekaligus membuat penasaran. Pemandangan yang langka dan jarang ada.
Salah satu titik longsor
Sistem buka-tutup melewati titik longsor
Sampai di Cidaun sudah mulai sore, dan kondisi jalan sudah bagus. Jalanan mulus dan di cor juga ada yang beaspal mulus. Memasuki Pantai Jayanti sudah hampir magrib. Untunglah kami mendapatkan penginapan yang jaraknya tidak lebih dari 100m dari Pantai. Penginapan tua dan sangat sederhana dengan tarif Rp. 150.000/malam. Penginapan yang terkesan tidak terawat tapi buat kami sudah merasa beruntung.
Pantai Jayanti ini sangat ramai di sore hari, dipenuhi oleh wisatawan lokal tapi juga banyak dari grup-grup yang melakukan turing dengan motor. Biasanya pantai ini menjadi tempat persinggahan.  Terlihat kapal-kapal nelayan bersandar di teluk kecil yang dikelilingi pavar-pagar beton. Pagar-pagar yang juga digunakan oleh pengunjung untuk bersantai.
Spot di Pantai Jayanti
Pantai Jayanti in slow motion
Suasana sunset di Pantai Jayanti
Karena ombak di sini besar dengan arus kuat tipikal Pantai Selatan jadi disini pengunjug dilarang berenang persis seperti yang tertulis di papan peringatan. Terlihat pengunjung yang melakukan aktifitas memancing di atas batu-batu pemecah ombak yang agak menjorok ke laut. Menjadikan mereka siluet ketika matahari terbenam.
Kamipun melewatkkan senja yang indah di Pantai Jayanti.... menikmati sunset dan ikan bakar....
Makan malam dengan ikan bakar
Sunset di Pantai Jayanti
Sunset di Pantai Jayanti
Sunset di Pantai Jayanti
Baca juga link terkait:
- Curug Dengdeng-Naringgul
- Pantai Ranca Buaya dan Puncak Guha
- Curug Ciawitali dan Curug Rahong/Curug Cisewu
- Situ Cileunca
- Kawah Putih dan Kampung Cai Ranca Upas
- Situ Patenggang-Bandung Selatan
- Curug Sanghyang Taraje, Curug Utang dan Cipanas Garut 
- Pantai Santolo
- Curug Cikondang dan Curug Terekel-Cianjur Selatan 
- Curug Citambur-Cianjur Selatan

Minggu, 27 Januari 2019

Jelajah Cianjur Selatan,Garut Selatan dan Bandung Selatan Bagian 2: Curug Citambur


Masih di hari pertama trip Cianjur Selatan-Garut Selatan hingga Bandung Barat, dari Curug Cikondang dan Curug Terekel kami menuju Curug Citambur yang masih berada di Cianjur Selatan. Dari Curug Terekel sudah lepas Ashar, jadi ke Curug Citambur sudah agak sore ini karena sebenarnya tidak ada rencana awal ke Curug Terekel.
Jarak harus kami tempuh sekitar 50km atau 2 jam lebih kalau dilihat di Maps, dan kenyataan dilapangan berbeda karena kondisi jalan yang jelek. Dari pertigaan dimana lurus/kanan menuju Pantai Jayanti dan kiri ke Curug Citambur dan tembus ke Bandung Barat (Ciwidey, Ranca Upas dan Situ Patenggang). Dari pertigaan ini kita melewati jalan yang jelek dan semi offroad sekitar 22km. Di tambah dengan kondisi yang mulai gelap dan penuh dengan tanjakan/turunan serta tikungan tajam membuat perjalanan lebih lambat dari perkiraan. Apalagi mobil yang kami pakai adalah mobil  city car dan ada di titik dimana penumpang harus turun hehehe.
Kondisi jalan di salah satu ruas
Kondisi jalan di salah satu ruas
Kondisi jalan di salah satu ruas
Sunset di tengah perjalanan
Lewat magrib cuaca mulai gelap, sudah tidak terlihat pemandangan kiri-kanan yang sebenarnya kami berada di atas pegunungan dimana banyak titik rawan longsor. Oh iya, jalur ini juga jalur angkutan umum dari Ciwidey-Pagelaran dan seharusnyalah jalur ini diperbaiki.
Di sebuah warung yang terlihat terang benderang dan ramai yang singgah, kami berhenti. Istirahat sejenak mengisi perut yang keroncongan dengan baso (belum makan siang) dan warung ini buka 24 jam dan menjadi tempat singgah traveler yang melewati jalur ini. Dan info dari pemilik warung bahwa lokasi Curug Citambur sudah  tidak terlalu jauh.
Selepas istirahat kami melanjutkan perjalanan menuju Curug Citambur. Sampai di gerbang depan yang di kanannya ada Telaga (Situ) yang dinamakan Telaga/Rawa Leuwi Soro. Sudah tidak terlihat seorang penjagapun di sini. Untunglah di sebuah spanduk kami menemukan nomor telepon yang bisa di hubungi. Berhasil menghubungi penjaga yang sekaligus pemilik salah satu warung di area curug, kami diantar ke dalam. Mengandalkan lampu dari kendaraan, kami melewati area hutan pinus hingga sampai di parkiran.
Telaga Leuwi Soro di pagi hari
Di parkiran terdapat beberapa warung yang lumayan terang. Karena sangat lapar, kamipun memesan makanan seadanya, nasi putih dengan dadar telur. Setelah selesai makan, kami diantar ke area camping ground. Suasana sangat gelap, dengan mengunakan lentera dan senter dari HP kami mendirikan 2 tenda di bawah pohon pinus dan di atas rerumputan. Di sini terdengar gemuruh air yang berasal dari Curug Citambur. Di sini juga terdapat mushola dan 2 toilet.
Berkemah di sini benar-benar terasa suasana hutan karena tidak ada pengunjung lain selain kami bertiga sehingga tidak terdengar suara ribut-ribut musik, gitar, dll yang ada hanya suara binatang malam, suara angin dan gemuruh air terjun yang menjadi teman beristirahat kami malam itu.
Bangun pagi, sholat subuh di cuaca yang lumayan dingin. Lanjut lagi tidur kemudian bangun lagi buat sarapan. Sarapan pagi kami ditemani teman dari species lain, guk-guk yang terlihat sangat lapar, untunglah gug-guk nya sukan makan roti hahahaha.
Suasana pagi
Teman kecil yang kelaparan
Wana wisata Curug Citambur di pagi hari
Wana wisata Curug Citambur di pagi hari
Abis sarapan, saatnya jalan-jalan menikmati suasana curug dan pemandangan di sekitarnya. Ternyata cuman beberapa langkan saja sudah terlihat Curug Citambur yang sangat spektakuler. Bagaimana tidak, curug ini mempunyai ketinggian lebih dari 120m, sehingga pas menghantam ke bawah berbunyi seperti suara berdentum, sehingga dinamakan Curug Citambur (ci=air, tambur=alat musik pukul). Curug utama yang dibatasi oleh tebing sehingga pengunjung tidak boleh mendekat karena sangat berbahaya karena untuk mendekatinya kita harus melewati bebatuan yang rawan longsor.
Curug Citambur dari dekat
Curug Citambur dari dekat
Curug Citambur dari dekat
Untuk berselfie ria kita cukup berfoto di bukit depan curug, bukit yang didominasi semak hijau. Juga di sediakan spot selfie,  di arena bawah, dekat aliran curug. Untuk ke sini kita harus melewati jalan setapa di sisi tebing. Sisi tebing ini dibatasi oleh pagar kayu. Hanya saja, karena selalu basah oleh tampias dari curug, area ini sangat licin, jadi harus berhati-hati berjalan. Dari jalan ini kita bisa melihat curug tingkat 2 yang mempunyai ketinggian sekitar 5m dan terbagi dalam beberapa aliran.
Curug Citambur tingkat 2
Di area ini terdapat spot selfie di atas batu besar yang langsung menghadap ke curug sehingga kita dapat memoto curug keseluruhan. Juga terdapat spot kupu-kupu dan juga berfoto dengan latar perbukitan di yang menghijau. Sebenarnya di tebing sebelah kiri terlihat curug yang lebih kecil tapi tidak ada akses untuk menuju kesana karena tertutup hutan.
Curug lain di kejauhan
Curug Citambur dari spot selfie
Curug Citambur dari spot selfie

Curug Citambur dari spot selfie

Selain spot foto yang saya sebutkan di atas, juga ada spot foto rumah Hobbit. Hanya saja untuk berfoto di sini kita harus bayar Rp. 5.000. dari sini kita bisa mengambil foto di depan ataupun di atas rumah Hobbit dengan latar belakang Curug Citambur. Nah kalau belum puas kalian bisa naik ke belakang bukit yang ada di belakang rumah Hobbit untuk mengambil foto Curug dari ketinggian.
Rumah Hobbit
Sekitar jam 8 kami mulai beberes. Oh iya, untuk berkemah di sini kita cukup bayar Rp. 10.000, hanya uang masuk jadi untuk kemping kita tidak dipungut bayaran hehehe. Juga buat parkir cuman bayar Rp. 5.000. Leawat jam 8, setelah mandi dan bersih-bersih, sebelum pengunjung mulai berdatangan,  kamipun melanjutkan perjalanan menuju Pantai Jayanti. Sungguh pengalaman berkemah yang sangat berkesan di Curug Citambur ini…


Info:
Curug Citambur
Alamat: Desa Karangjaya, kec. Pasirkuda-Cianjur-Jawa Barat
Biaya: