Jumat, 30 Januari 2015

Cagar Biosfer Indonesia (Biosphere Reserves of Indonesia)

Cagar Biosfer Indonesia (Biosphere Reserves of Indonesia)
Peta Kawasan Konservasi Indonesia
Cagar Biosfer Indonesia (Biosphere Reserves of Indonesia) adalah situs yang ditunjuk oleh berbagai negara melalui kerjasama program MAB-UNESCO (Man and The Biosphere Programme - United Nations Education Social and Cultural Organization) untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan, berdasarkan pada upaya masyarakat lokal dan ilmu pengetahuan yang handal. Sebagai kawasan yang menggambarkan keselarasan hubungan antara pembangunan ekonomi, pemberdayaan masyarakat dan perlindungan lingkungan, melalui kemitraan antara manusia dan alam.

Cagar Biosfer Indonesia (Biosphere Reserves of Indonesia)
Biosphere reserves are sites recognized under UNESCO's Man and the Biosphere Programme, which innovate and demonstrate approaches to conservation and sustainable development. They are of course under national sovereign jurisdiction, yet share their experience and ideas nationally, regionally and internationally within the World Network of Biosphere Reserves. There are 551 sites worldwide in 107 countries. (UNESCO)

Cagar Biosfer adalah kawasan yang ideal untuk menguji dan mendemonstrasikan pendekatan-pendekatan yang mengarah kepada pembangunan berkelanjutan pada tingkat regional. Usulan penetapan cagar biosfer diajukan oleh pemerintah nasional ataupun pihak lain. Setiap calon cagar harus memenuhi kriteria tertentu dan sesuai dengan persyaratan minimum sebelum dimasukan ke dalam jaringan dunia tentang Cagar Biosfer. 

Cagar Biosfer Indonesia (Biosphere Reserves of Indonesia)
Kawasan konservasi dunia Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Riau.
Indonesia mempunyai 7 cagar biosfer yang tertera dalam daftar sebagai berikut :

1. Cagar Biosfer Cibodas ditunjuk tahun 1977 dengan area inti Taman Nasional Gunung Gede Pangrango seluas 15.196 ha yang ditetapkan pada tahun 1980.

Keterangan di :
http://www.mab-indonesia.org/cagar.php?i=cibodas&PHPSESSID=c4cad47e2cd38ce68a63139c96228e5e

2. Cagar Biosfer Tanjung Puting ditunjuk tahun 1977 dengan area inti Taman Nasional Tanjung Puting seluas 415.040 ha yang ditetapkan pada tahun 1982.

Keterangan di :
http://www.mab-indonesia.org/cagar.php?i=tanjung_pinang&PHPSESSID=c4cad47e2cd38ce68a63139c96228e5e

3. Cagar Biosfer Lore Lindu ditunjuk tahun 1977 dengan area inti Taman Nasional Lore Lindu seluas 229.000 ha yang ditetapkan pada tahun 1993.

Keterangan di :
http://www.mab-indonesia.org/cagar.php?i=lore_rindu&PHPSESSID=c4cad47e2cd38ce68a63139c96228e5e

4. Cagar Biosfer Komodo dtunjuk pada tahun 1977 dengan area inti Taman Nasional Komodo seluas 173.300 ha yang ditetapkan pada tahun 1990. Pada tahun 1989 Kawasan Komodo juga dideklarasikan sebagai Situs Warisan Dunia (World Heritage Site).

Keterangan di :
http://www.mab-indonesia.org/cagar.php?i=komodo&PHPSESSID=c4cad47e2cd38ce68a63139c96228e5e

5. Cagar Biosfer Pulau Siberut ditunjuk tahun 1981 dengan area inti Taman Nasional Siberut seluas 190.500 ha yang ditetapkan pada tahun 1993.

Keterangan di :
http://www.mab-indonesia.org/cagar.php?i=siberut&PHPSESSID=c4cad47e2cd38ce68a63139c96228e5e

6. Cagar Biosfer Gunung Leuser ditunjuk tahun 1981 dengan area inti Taman Nasional Gunung Leuser seluas 792.675 ha yang ditetapkan pada tahun 1980.

Keterangan di :
http://www.mab-indonesia.org/cagar.php?i=leuser&PHPSESSID=c4cad47e2cd38ce68a63139c96228e5e

7. Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu, Riau ditetapkan 26 Mei 2009 adalah cagar biosfer hasil kerjasama antara LIPI, Departemen Kehutanan (BBKSDA, Riau), Pemerintah Daerah Provinsi Riau, dan sektor swasta. Keunikan dari ekosistem cagar biosfer Giam Siak adalah banyak ditemukan sumber mata air yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan volume air pada area cagar biosfer bersangkutan.

Keterangan di :
http://www.mab-indonesia.org/cagar.php?i=giam&PHPSESSID=c4cad47e2cd38ce68a63139c96228e5e
dan
http://www.attayaya.net/2010/05/cagar-biosfer-giam-siak-kecil-bukit.html

Cagar Biosfer Indonesia (Biosphere Reserves of Indonesia)
Peta biogeografi Cagar Biosfer Indonesia
Secara biogeografi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi menjadi 7 biogeografi utama yang masing-masingnya diharapkan memiliki minimal 1 Cagar Biosfer, yaitu :

1. Sumatera.
2. Jawa dan Bali.
3. Kalimantan.
4. Nusa Tenggara termasuk Pulau Wetar.
5. Sulawesi.
6. Maluku.
7. Papua termasuk Pulau Kai dan Aru.

Pengelolaan suatu Cagar Biosfer dibagi menjadi 3 zona yang saling berhubungan, yaitu :

1. Area inti (Core Area) adalah kawasan konservasi atau kawasan lindung dengan luas yang memadai, mempunyai perlindungan hukum jangka panjang, untuk melestarikan keanekaragaman hayati, satwa beserta ekosistemnya.

2. Zona penyangga (Buffer Zone) adalah wilayah yang mengelilingi atau berdampingan dengan area inti dan teridentifikasi, untuk melindungi area inti dari dampak negatif kegiatan manusia. Dimana hanya kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan tujuan konservasi yang dapat dilakukan.

3. Area transisi (Transition Zone) adalah wilayah terluar dan terluas yang mengelilingi atau berdampingan dengan zona penyangga. Kegiatan-kegiatan pengelolaan sumberdaya alam secara lestari dan model-model pembangunan berkelanjutan dipromosikan dan dikembangkan.

Cagar Biosfer Indonesia (Biosphere Reserves of Indonesia)
Biosphere Reserve Zonation
Sebuah Cagar biosfer didefinisikan sebagai suatu kawasan konservasi ekosistem daratan atau pesisir yang diakui oleh Program MAB - UNESCO untuk mempromosikan keseimbangan hubungan antara manusia dan alam. Cagar biosfer melayani perpaduan tiga fungsi yaitu :
  1. Kontribusi konservasi lansekap, ekosistem, jenis, dan plasma nutfah.
  2. Meningkatkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan baik secara ekologi maupun budaya.
  3. Mendukung logistik untuk penelitian, pemantauan, pendidikan dan pelatihan yang terkait dengan masalah konservasi dan pembangunan berkelanjutan di tingkat lokal, regional, nasional, maupun global. Kumpulan cagar biosfer di dunia membentuk Jaringan Cagar Biosfer Dunia, yang didalamnya dipromosikan program pertukaran informasi, pengalaman, dan personel terutama di antara cagar biosfer dengan tipe ekosistem yang sama dan atau dengan pengalaman yang sama dalam memecahkan masalah konservasi dan pembangunan.

Dengan demikian Jaringan Cagar Biosfer Dunia memberikan kontribusi yang sesuai dengan tujuan dari Agenda 21 dan Konvesi Keanekaragaman Hayati. CBD (Convention on Biological Diversity) sebagai hasil dari KTT Bumi 1992 (1992 United Nation Conference on Environment and Development).

Jumlah Cagar Biosphere Dunia (World Biosphere Reserves) 554 Cagar Biosfer pada 107 negara.
  1. Kawasan Afrika dengan 22 negara memiliki 52 Cagar Biosfer.
  2. Kawasan Amerika Serikat dengan 13 negara memiliki 26 Cagar Biosfer.
  3. Kawasan Asia Pasifik dengan 22 negara memiliki 114 Cagar Biosfer.
  4. Kawasan Eropa dan Amerika Utara dengan 31 negara memiliki 258 Cagar Biosfer.
  5. Kawasan Amerika Latin dan Karibia dengan 19 negara memiliki 104 Cagar Biosfer.




Sumber Tulisan dan Gambar: MAB Indonesia | Wikipedia | Attaya

Kamis, 29 Januari 2015

10 Satwa yang Punah Akibat Ulah Manusia

10 Satwa yang Punah Akibat Ulah Manusia.
Sambil membangun peradaban, manusia memegang kendali atas alam. Berikut satwa yang telah punah akibat perbuatan kita.

Menurut Center for Biological Diversity, kini ada hampir 20.000 spesies satwa dan tanaman yang berada dalam risiko tinggi mengalami kepunahan. Jika hal ini terus berjalan, kepunahan masal bisa terjadi hanya dalam beberapa abad kedepan.

Tak seperti terjadinya perubahan musim, hantaman asteroid atau erupsi gunung api, krisis ini terjadi akibat ulah kita, manusia. Menurut lembaga ini, 99 persen spesies yang kini memiliki label terancam, muncul akibat aktivitas manusia yang menyebabkan hilangnya habitat, pengambilan spesies eksotis untuk peliharaan, dan pemanasan global.

Berikut 10 satwa yang telah punah dalam dua abad terakhir akibat kita:

10 Satwa yang Punah Akibat Ulah Manusia
Badak hitam yang telah punah merupakan subspesies dari badak hitam ini, yang fotonya diambil di Taman Nasional Etosha, Namibia. (Wikimedia Commons/Frederic York)
1. Badak hitam afrika barat (Diceros bicornis longipes)

Badak ini merupakan subspesies dari badak hitam. Menurut IUCN, area jelajah terakhir yang diketahui dari badak ini ada di Kamerun. Namun, survei yang dilakukan pada 2006 tak berhasil menemukan satu pun badak.

Alih-alih menemukan jejak keberadaannya (kotoran, atau tanda-tanda kegiatan makan), mereka malah menemukan tanda-tanda perburuan liar. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap kegiatan perburuan liar, tak adanya tindakan dari pemerintah Kamerun, serta permintaan gading yang terus meningkat, IUCN menetapkan bahwa spesies ini punah pada 2011.

2. Passenger pigeon (Ectopistes migratorius)

Habitat burung ini awalnya adalah hutan-hutan luas di bagian timur Amerika Utara. Namun keberadaannya semakin terdesak akibat pembukaan lahan untuk pertanian. Kawanan burung merpati ini sering menggangu proses pertanian. Petani pun memburunya dan memakannya.

Berdasarkan data IUCN, burung merpati terakhir ditembak pada 1900, dan survei yang diadakan pada 1910-1911 gagal menemukan burung ini. Merpati  bernama Martha mati pada umur 29 tahun di Cincinnati Zoo pada 1914.

10 Satwa yang Punah Akibat Ulah Manusia
Foto Quagga ini diambil di London Zoo pada 1970. (Wikimedia Commons/Frederic York)
3. Quagga (Equus quagga spp. quagga)

Quagga merupakan subspesies dari zebra, dan berasal dari Afrika Selatan. Kulitnya bercorak seperti zebra namun warnanya cokelat. Akibat corak kulitnya yang unik, serta anggapan bahwa quagga menjadi pesaing ternak dalam hal makanan, ia diburu dan dibunuh. Quagga terakhir yang diketahui mati di Amsterdam Zoo pada 1883.

4. Caribbean monk seal (Neomonachus tropicalis)

Anjing laut ini pertama kali dilaporkan terlihat oleh Colombus pada 1494. Pada 1850 deskripsi ilmiahnya pun dibuat berdasarkan koleksi spesimen. Pada 1887 satwa ini sudah jarang terlihat, dan pada 1915 sekitar 200 anjing laut jenis ini dibunuh di Triangle Keys, di bagian barat Yucatan.

Dalam  survei dari udara yang dilakukan pada 1973 oleh US Fish and Wildlife Service, ditemukan adanya aktivitas penangkapan ikan yang tinggi. Dalam pelayaran melalui Teluk Meksiko serta Semenanjung Yucatan beberapa saat setelahnya, peneliti tak menemukan sama sekali anjing laut ini. Pada 2008, anjing laut yang tak pernah terlihat sejak 1952 ini dinyatakan punah oleh IUCN.

5. Sea mink (Neovison macrodon)

Daerah jelajah sea mink ada di sepanjang pesisir Kanada (New Brunswick, Newfoundland) dan di pesisir Amerika Utara bagian timur (Massachusetss, Maine). Keberadaan satwa ini terakhir tercatat pada 1894. Pada 2008, IUCN mengeluarkan publikasi yang menyatakan bahwa satwa ini menyandang status punah.

10 Satwa yang Punah Akibat Ulah Manusia
Foto tasmanian tiger ini diambil di Hobart Zoo, Tasmania, Australia (Wikimedia Commons)
6. Tasmanian tiger (Thylacinus cynocephalus)

Awalnya mereka tersebar di sepenjuru benua Australia. Namun habitat mereka telah berkurang banyak sejak pendatang dari Eropa menjejakkan kakinya di sana. National Museum of Australia menyebutkan bahwa satwa ini dipercaya memangsa hewan ternak hingga sering ditembaki, dijebak, bahkan diracuni.

Menurut IUCN populasinya juga diduga hilang terkait masuknya anjing peliharaan orang Aborigin sejak beberapa ribu tahun silam. Pada tahun 1933, tasmanian tiger liar ditangkap dan dimasukkan ke Hobart Zoo. Satwa itu mati tiga tahun kemudian. Sejak itu tak ada lagi bukti nyata keberadaannya di alam liar.

7. Tecopa pupfish (Cyprinodon nevadensis calidae)

Ikan ini berasal dari Gurun Mojave di California dan bisa hidup di perairan dengan suhu 42 derajat Celsius. Pembangunan yang dilakukan manusia di Tecopa Hot Springs pada pertengahan abad ke-20 serta penggabungan dua mata air menjadikan habitat sumber air panas ini tak cocok untuk ikan-ikan kecil.  Tecopa pupfish punah pada sekitar 1970.

10 Satwa yang Punah Akibat Ulah Manusia
Foto harimau jawa diambil pada 1938 di Ujung Kulon, dan dipublikasikan dalam buku (Wikimedia Commons/Andries Hoogerwerf)
8. Harimau jawa (Panthera tigris ssp. sondaica)

Seidensticker menulis jurnal ilmiah pada 1987, yang menyatakan bahwa Harimau jawa nampaknya punah pada pertengahan tahun 1970-an, dalam keterangan laman IUCN.

Walaupun mulai hilang keberadaannya dari sebagian besar Pulau Jawa pada tahun 1940-an, Keberadaan harimau ini tercatat terakhir di Taman Nasional Meru Betiri pada 1976. Harimau jawa punah akibat perburuan serta habitat hutan yang menciut. Sayangnya, tak ada harimau jawa yang sempat ditangkarkan.

9. Great auk (Pinguinus impennis)

Satwa ini tersebar di Kanada, Greenland, Irlandia, hingga Inggris. Berdasarkan data IUCN, pasangan terakhir yang diketahui, dibunuh di Pulau Eldey pada 1844, dan burung yang tak bisa terbang ini terakhir terlihat di pesisir Newfoundland pada 1852. Great auk diburu karena bulu, daging, lemak, dan minyaknya.

10. Bubal hartebeest (Alcelaphus buselaphus ssp. buselaphus)

IUCN menyebutkan, satwa terakhir spesies ini ditembak antara 1945-1954 di Algeria. Tak ada individu yang ditangkarkan.



(Titania Febrianti. Sumber: IUCN, Huffingtonpost.)

Rabu, 28 Januari 2015

Suaka Margasatwa Muara Angke, Hutan Mangrove di Utara Jakarta

Suaka Margasatwa Muara Angke, Hutan Mangrove di Utara Jakarta
Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA) ini terletak di Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara. Foto: Kompas|Kidnesia
Ternyata di daerah Jakarta Utara kita bisa menemukan sebuah hutan mangrove atau hutan bakau. Inilah satu-satunya hutan yang tersisa di Jakarta. 

Hutan Mangrove yang dinamakan Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA) ini terletak di Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara. SMAA sangat mudah dijangkau. Banyak kendaraan umum yang melalui jalur ini.

Saat masuk ke SMAA kita akan disambut oleh kera-kera ekor panjang (Macaca fascicularis). Kera-kera ini bisa membuat kita ragu-ragu untuk masuk ke SMAA, tapi kera-kera itu sudah jinak, kok.

Setelah melapor di pos jaga, kita mulai petualangan di hutan mangrove. Kita berjalan menyusuri board walk sepanjang 800-an meter. Board walk itu terbuat dari kayu. Alat ini dibuat karena daerah berawa tak bisa dilalui orang.

Suaka Margasatwa Muara Angke, Hutan Mangrove di Utara Jakarta
Papan BKSDA Suaka Margasatwa Muara Angke. Foto: Google
Berjalan di board walk sambil memandang tanaman bakau yang berwarna hijau serta rimbunnya pohon pidada sangat menyenangkan. Pohon bakau memiliki akar tunjang yang bercabang-cabang. Tinggi akar itu bisa mencapai 0,5 sampai 2 meter.

Pohon Pidada juga unik. Ia memiliki akar napas. Akar ini bentuknya seperti tombak, muncul dari dalam lumpur di sekeliling pohon.

Buah pidada berbentuk bulat. Bagian tengahnya ada semacam tangkai. Kalau kita beruntung, di rawa kita bisa melihat hewan-hewan liar seperti biawak, kadal, dan ikan-ikan rawa.

Dalam perjalanan itu kita akan melewati menara pengamatan burung. Tingginya sekitar 20 meter dari atas tanah. Kalau berani naik, silakan. Enaknya, sih, mengamati burung itu pagi hari sebelum burung-burung pergi mencari makan atau sore setelah mereka kembali lagi.

Suaka Margasatwa Muara Angke, Hutan Mangrove di Utara Jakarta
Kawasan suaka margasatwa Muara Angke, yang berbatasan dengan kompleks permukiman Pantai Indah Kapuk dan Kali Angke serta permukiman nelayan Muara Angke, dilihat dari udara, Jakarta, Minggu (13/5). Kawasan konservasi di utara Jakarta ini menjadi tempat tinggal aneka jenis burung dan satwa yang sulit ditemukan di wilayah Jakarta. Beberapa di antaranya satwa endemik yang hanya ada di Pulau Jawa, seperti burung cerek dan bubut jawa.
Foto: KOMPAS/LASTI KURNIA
Meneruskan perjalanan, kita akan menemukan tempat peristirahatan. Dari sini kita bisa mendengarkan suara burung yang berada di dalam ilalang. Beberapa jenis burung pun bisa terlihat. Kebanyakan yang terlihat adalah burung kuntul.

Perjalanan berakhir di ujung board walk yang buntu, tertutup hutan bakau yang cukup lebat. Kita harus kembali ke pos. Menikmati hutan mangrove bisa juga dengan naik perahu menyusuri sungai Angke. Jika mau, kita harus menghubungi petugas di pos.

Suaka Margasatwa Muara Angke
Suaka Margasatwa Muara Angke, Hutan Mangrove di Utara Jakarta
#Perizinan

Mau jalan-jalan ke SMAA? Boleh saja, tapi harus minta izin dulu ke Departemen Kehutanan-Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam - Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta - Jalan Salemba Raya Nomor 9 Jakarta Pusat, Telp: 021-3908771/3158142.


Tren Batu Akik Ancam Kerusakan Lingkungan

Warna warni batu akik yang kini lagi trend ancam kerusakan lingkungan. Foto: ist
Semakin meluasnya minat masyarakat terhadap tren batu akik di Provinsi Aceh ternyata menambah daftar tantangan yang dihadapi sumberdaya alam Aceh atas perusakan lingkungan hidup. Bahkan, bencana ekologi seperti banjir dan longsor yang terus terjadi hingga awal tahun 2015.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, Muhammad Nur, mengatakan bahwa di Aceh dan beberapa daerah lainnya, tren batu akik dinilai menjadi salah satu sumber pendapatan baru bagi warga. Namun sayangnya, para warga lupa menghitung untung-rugi atau dampak lingkungan yang ditimbulkan pasca pengambilan bongkahan batu-batu sebagai bahan baku untuk diolah menjadi perhiasan.

“Tren batu akik kini menjadi ladang mata pencaharian baru bagi sebagian orang. Tapi mereka lupa, kilauan batu akik itu tak selalu berbanding lurus dengan fakta yang terjadi di daerah-daerah penambangan,” ujar Nur melalui keterangan tertulis yang diterima oleh Greeners, Jakarta, Senin (26/01).

Nur menerangkan, meski karakteristik penambangan batu akik masih menggunakan cara-cara tradisional, namun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak bisa diabaikan begitu saja sebagai payung hukum yang memberikan perlindungan bagi keseimbangan ekosistem.

Menurutnya, jika dianggap terjadi kekosongan hukum dalam hal pertambangan jenis giok atau batu akik yang ada di Aceh, tentu akan membuat Aceh ‘kecolongan’ dari sektor pencegahan.

“Semua pihak sudah seharusnya paham bahwa bumi ini, tanah ini, butuh penjaga keseimbangan sebagai penyangga,” tegasnya.

Beragam batu akik yang sudah diasah. Foto: ist
Demi menjaga kekayaan sumberdaya alam Aceh, Nur mengingatkan agar semua pihak harus mengambil peran aktif dalam memberikan perlindungan dengan cara tidak ikut andil merusak lingkungan yang semakin mengkhawatirkan.

Di lain pihak, Kementerian Keuangan berencana akan memperluas objek pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 253/PMK.03/2008. Isinya tentang wajib pajak badan tertentu sebagai pemungut PPh dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

Pelaksana tugas (Plt) Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Mardiasmo saat dihubungi oleh Greeners mengungkapkan, sedikitnya akan ada delapan objek pungutan yang diubah batas pengenaan PPh yang diatur, dan batu akik masuk dalam kategori perhiasan yang akan dikenakan PPh pasal 22 dalam revisi PMK 253 yang akan segera diselesaikan oleh kementeriannya.

“Nantinya yang dikenakan itu (pajak), batu akik dengan harga di atas satu juta rupiah,” pungkasnya.



Sumber: Greeners

Mencoba Ekowisata di Hutan Gambut Bukit Batu Riau

Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu Riau
Hutan Gambut Alami Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Bengkalis-Riau. Foto: mongabay
Bagaimana rasanya berwisata dan berpetualang di hutan gambut?  Itulah yang ditawarkan oleh pengelola Cagar Biosfer blok Suaka Margasatwa (SM) Bukit Batu Riau.  Ekowisata di lahan gambut itu digagas oleh  Center for Tropical Peat Swamp Restoration and Conservation (CTPRC) Indonesia bekerja sama dengan LIPI, Universitas Riau (UR), Universitas Lancang Kuning (Unilak) dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau.

Direktur CTPRC Haris Gunawan yang dihubungi Jumat (25/10) menjelaskan ekowisata akan ditawarkan dalam bentuk paket wisata yang mengkombinasikan  wisata budaya, kuliner, konservasi dan adventure. Wisata budaya dengan mengunjungi istana, kemudian mencicipi makanan khas di kabupaten Siak, dilanjutkan dengan wisata konservasi dengan pengenalan hutan rawa gambut dan usaha-usaha restorasi di lokasi SM Bukit Batu dan Tanjung Leban.

Wisatawan bisa melanjutkan dengan wisata adventure dengan sungai dan tasik yang ada di dalam kawasan SM Bukit Batu, kemudian diakhiri berwisata di desa biovillage yang sedang dikembangkan oleh CTPRC bersama LIPI dan MDK BBKSDA di Desa Temiang.

“Saat ini CTPRC bersama mitra sedang mengembangkan desa biovillage. Konsep biovillage ini memandang keberadaan sumber daya manusia dan sumber daya alam sebagai aset suatu daerah yang dapat dijadikan modal primer dalam menggerakkan perekonomian daerah tersebut,” kata Dosen UR ini.

Saat ini Desa Temiang menjadi desa model biovillage yang dikelola CTPRC, karena desa tersebut terletak di Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis dan berbatasan langsung dengan SM Bukit Batu. Masyarakat desa tersebut juga memiliki ketergantungan terhadap kawasan dengan mencari ikan di sungai bukit batu dan adanya lahan pohon karet di kawasan SM Bukit Batu.

Ekowisata yang direncanakan akan diadakan awal November ini, akan di fokuskan ke Cagar Biosfer blok Bukit Batu yang saat ini terancam degradasi, yakni penyusutan lahan gambut, terutama terjadi pada lahan gambut dengan ketebalan dalam (kubah gambut) dan lahan dengan ketebalan sedang. Bukit Batu merupakan salah satu dari lima hutan alam yang masih menyimpan kekayaan hutan gambut yaitu, blok hutan rawa gambut Semenajung Kampar, Kerumutan, Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Senepis dan Libo.

Hasil studi di blok Bukit Batu menunjukkan cadangan karbon bawah tanah ditaksir rata-rata 4970 juta ton/ha dan stok karbon hutan rata-rata 82 juta ton/ha. Kedalaman gambut ditaksir rata-rata di atas 7,5 meter yang tergolong gambut sangat dalam. “Potensi yang sangat besar dalam peranannya terhadap mitigasi perubahan iklim karena besarnya stok karbon,” kata Harris.

Mencoba Ekowisata di Hutan Gambut Bukit Batu Riau
Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu Riau memiliki luas 178.722 hektar.
Blok hutan Suaka Margasatwa (SM) Bukit Batu yang menjadi tujuan dari ekowisata ini, lanjut Harris, kondisinya sangat mengkhawatirkan. Karena sebagian besar kondisi hutan dan lingkungan telah berubah. Di beberapa tempat telah menjadi hutan belukar, sungai dan air hitam yang keruh, dan perubahan tutupan hutan menjadi kebun karet masyarakat, terutama di sepanjang tanggul-tanggul sungai.

Kondisi tersebut akan mengancam keunikan ekosistem dan fungsi-fungsi lingkungannya di masa datang. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka CTPRC dan mitra melakukan usaha-usaha yang sistematis dalam rangka menyelamatkan ekosistem hutan rawa gambut tropis di blok hutan SM Bukit Batu. Salah satu kegiatan yang telah dilakukan oleh CTPRC adalah menanami kembali kawasan tersebut dengan beberapa tanaman aslinya, salah satunya adalah Jelutung.

Harris menambahkan ekowisata tersebut akan berdampak pada kehidupan sosial ekonomi dan mendorong peran serta partisipasi masyarakat Desa Temiang dalam usaha penyelamatan ekosistem hutan rawa gambut tropis. Oleh karena itu, dia akan mengundang pihak lain untuk ikut dalam pengelolaan ekowisata ini. 

Mencoba Ekowisata di Hutan Gambut Bukit Batu Riau
Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu Riau.
Data: Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu Riau Indonesia

Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu Riau memiliki luas 178.722 hektar terdiri dari :
Zona Inti :
Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil seluas 84.967 hektar.
Suaka Margasatwa Bukit Batu seluas 21.500 hektar.

Zona Penyangga :
Hutan Produksi yang tidak ditebangi lagi dan telah diserahkan ke pemerintah dari Grup Sinarmas Forestry seluas 72.255 hektar. Terdiri atas :
PT. Dexter Timber Perkasa Indonesia = 31.745 hektar.
PT. Satria Perkasa Agung = 23.383 hektar.
PT. Sakato Pratama Makmur = 12.302 hektar.
PT. Bukit Batu Hutani Alam = 5.095 hektar.

Mencoba Ekowisata di Hutan Gambut Bukit Batu Riau
Satwa penghuni Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu Riau
Berdasarkan penelitian LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesai) di tahun 2007, di kawasan CB-GSK-BB memiliki Keanekaragaman Hayati sekitar 126 jenis tumbuhan (52 jenis merupakan tumbuhan langka dan dilindungi) yang terdiri dari 67 marga dan 34 suku tumbuhan, yang jumlahnya bertambah jika ditambahkan dengan jenis "semak" dan "terna". Marga pohon yang dominan adalah Calophyllum, Chamnosperma, Dyaera, Alstonia, Shorea, Gonystylus, dan Palaquium. Hal yang paling membanggakan dan menarik adalah masih banyaknya jenis Pohon Ramin (Gonystylus bancanus), Pohon Gaharu (Aquilaria beccariana), Pohon Meranti Bunga (Shorea teysmanniana), dan Pohon Punak (Tetramerista glabra). Semua jenis pohon tersebut merupakan indikator bagi Hutan Rawa yang masih baik.

CG-GSK-BB juga memiliki Keanekaragaman Satwa sekitar 150 jenis burung, 10 jenis mamalia termasuk yang dilindungi, Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatrensis) dan Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae), 8 jenis reptil, dan lain-lain. Salah satu jenis reptil adalah Buaya Sumpit (Tomistoma schegelii) sebagai reptil yang biasa disebut senyulong, kerap dijumpai oleh masyarakat setempat. Jenis satwa terbang yang kadang-kadang nampak adalah Burung Julang Jambul Hitam (Aceros undulatus).

CB-GSK-BB sebagai Cagar Biosfer ke tujuh di Indonesia terbentuk dari kerjasama berbagai pihak. Perintisan dan penelitian bermula di tahun 2003 yang menyarankan perlindungan saujana tersebut. Penetapan kawasan tersebut sebagai Cagar Biosfer oleh UNESCO bukan merupakan akhir dari perjuangan membentuk dan melestarikan lingkungan hidup, tetapi merupakan awal bagi kelanjutan perjuangan-perjuangan berikutnya, terutama untuk daerah Riau yang mana mengalami penyusutan terhadap kawasan hutan rawa gambut.

Pengelolaan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu Riau memerlukan persiapan, perencanaan dan upaya yang hati-hati dan berkesinambungan yang membutuhkan waktu jangka panjang. Kemauan berbagai pihak perlu mendapat dukungan untuk menjaga kisah penerapan konsep cagar biosfer pada suatu kawasan yang dilindungi tetap pada jalurnya. Sehingga tidak terjadi perubahan situasi dan kondisi atas cagar biosfer tersebut.

Mencoba Ekowisata di Hutan Gambut Bukit Batu Riau
Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu Riau
Harmonisasi manusia dengan alam.
Hingga hidup tidak menjadi kelam.
Hingga semua makhluk dapat hidup tentram.
Hingga tidak datang murka Sang Bersemayam.



Mahengetang, Pesona Wisata Gunung Api Bawah Laut

Mahengetang, Pesona Wisata Gunung Api Bawah Laut
Wisatawan menyelam di kawasan gunung api bawah laut Banua Wuhu di Pulau Mahengetang, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, 27 Januari 2015. Gunung api bawah laut Mahengetang yang masih aktif itu memiliki titik puncak yang sangat dekat dengan permukaan, sekitar 8 meter di bawah permukaan laut. Foto: ANTARA/Andika Wahyu
Wisatawan menyelam di kawasan gunung api bawah laut Banua Wuhu di Pulau Mahengetang, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Selasa (27/1).

Gunung api bawah laut Mahengetang yang masih aktif tersebut memiliki titik puncak yang sangat dekat dengan permukaan yaitu sekitar 8 meter di bawah permukaan laut. 

Berikut foto-foto wisatawan yang menyelam sambil menikmati pesona Mahangetang, gunung api bawah laut:
Wisatawan menyelam di kawasan gunung api bawah laut Banua Wuhu di Pulau Mahengetang, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, 27 januari 2015. Foto: ANTARA/Andika Wahyu
Wisatawan menyelam di kawasan gunung api bawah laut Banua Wuhu di Pulau Mahengetang, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, 27 januari 2015. Foto: ANTARA/Andika Wahyu
Wisatawan menyelam di kawasan gunung api bawah laut Banua Wuhu di Pulau Mahengetang, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, 27 januari 2015. Foto: ANTARA/Andika Wahyu
Wisatawan menyelam di kawasan gunung api bawah laut Banua Wuhu di Pulau Mahengetang, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, 27 januari 2015. Foto: ANTARA/Andika Wahyu

Baca juga:

"Nadine Chandrawinata Menyelam di Atas Gunung Api"

Nadine Chandrawinata bersama Wabup Sangihe Jabes Gaghana, bersama beberapa jurnalis, sebelum menyelam di gunung api bawah laut Mahangetang. Foto: SulutPromo|yhb
Sensasi yang luar biasa. Begitulah yang  dirasakan mantan Putri Indonesia, Nadine Chandrawinata, saat menyelam di atas gunung berapi. Tepatnya Nadine menyelam di atas Gunung Mahangetang, gunung api bawah laut yang terdapat di perairan Kabupaten Kepulauan. Sangihe, Sulawesi Utara.

Putri Indonesia 2005 ini memang dikenal sering menyelam di berbagai tempat, termasuk di TN Bunaken,  TN Wakatobi, dan Raja Ampat. Namun menyelam di laut yang punya gunung berapi, baru pertama kali dilakukannya. ‘’Laut Sangir (menjadi) sensasi bagi saya,’’ kata Nadine, yang salah satu produser film The Mirror Never Lies (2011).

Nadine Chandrawinata, datang ke daerah ini untuk merasakan, sekaligus memromosikan kekayaan bawah laut Kabupaten Sangihe. Dia diundang oleh pemkab Sangihe, melalui Wakil Bupati Sangihe Jabes Gaghana. Datang pula bersama rombongan Nadine, sejumlah jurnalis cetak maupun elektronik nasional. Termasuk media online, sulutpromo.com

Pemain film Mati Suri (2009),  Generasi Biru (2009), dan  Realita, Cinta dan Rock’n Roll (2006), mengisahkan kalau air perairan ini terasa hangat. Air hangat ini keluar dari beberapa bagian di sekitar gunung api tersebut. ‘’Ini benar-benar luar biasa,’’ ungkap Putri Bahari ini, yang berjanji akan datang lagi ke Sangihe.

Pulau Mahengetang adalah salah satu dari puluhan pulau di wilayah Sangihe, Sulut. Untuk bisa sampai pulau ini, dari Manado ke Tahuna (ibukota Sangihe) butuh waktu sekira 6-7 jam dengan kapal cepat, kemudian dari Tahuna ke Mahangetang sekira 18 mil laut, butuh waktu dua jam dengan memakai speedboat.

Nadine Chandrawinata, sebelum menyelam di atas gunung api bawah laut Mahangetang. Foto: SulutPromo|yhb
Struktur pulau ini terdiri atas bongkahan-bongkahan batu vulkanik yang berserakan. Sekira 300 meter dari sisi barat daya Pulau Mahengetang terdapat gunung api bawah laut yang masih aktif  lengkap dengan keindahan terumbu karangnya. Gunung api yang oleh penduduk setempat  dinamai Banua Wahu ini menjadi core attraction di kluster wisata Mahangetang. Termasuk kluster ini juga adalah keeksotisan bawah laut pulau Kahakitang dan pulau Kalama, serta pulau Para dengan keindahan pantainya. Jarak ketiga pulau ini pun tidak terlalu jauh dari Pulau Mahengetang.

Gunung Api Mahangetang atau Banua Wahu mempunyai keunikan tersendiri. Titik kepundan gunung ditandai oleh keluarnya gelembung di antara bebatuan di kedalaman 8 meter. Jika air laut surut dari atas perahu pun kita sudah bisa melihatnya. Kehidupan biota laut juga tak kalah menarik, koloni terumbu karang yang rapat dan sehat terhampar di kedalaman 10 meter - 20 meter.



Sumber: Antara Foto | SulutPromo

Selasa, 27 Januari 2015

Carstensz Pyramid di Papua, Salah Satu Gunung Termahal Dunia

Pendakian puncak (summit attack) di Carstensz Pyramid (4.884 m)
Carstensz Pyramid di Papua, Salah Satu Gunung Termahal Dunia. Foto: trek-papua.com
Pendakian puncak (summit attack) di Carstensz Pyramid (4.884 m) saya mulai dari lembah Danau-Danau (4.200 m) pada pukul 02.00 WIT. Dari dasar dinding Carstensz, dengan teknik jumaring (mendaki pakai ascender pada sebuah tali) sekitar 4 bagian, sampai ke teras besar pada ketinggian 4.600 m.

Terasa sangat menantang, ketika salah satu bagian menuntut keandalan air jumaring (jumaring tanpa menapak bumi), meski jaraknya hanya 50 m.

Sesudahnya, seperti mendapatkan bonus; medan gigir atas atau Carstensz Ridge bisa dicapai dengan trekking. Dari sini, jarak ke puncak bisa dicapai dalam 3-4 jam, tergantung ritme perjalanan. Di Ridge kini sudah dipasang tali tetap hingga patahan tebing. Sayalah yang pertama kali memasangnya pada 1994, bersama almarhum Rob Hall (wafat dalam tragedi ‘Everest Disaster’, 1996).

Melintas patahan itu sendiri merupakan bagian paling menegangkan dari seluruh pendakian ke Puncak Carstensz. Pasalnya, pendaki dituntut melakukan tyrolean traverse menyeberang menggantung pada seutas tali sepanjang 50 m. Butuh adrenalin tinggi untuk melakukan hal ini, utamanya bila cuaca cerah, karena jurang sedalam kira-kira 600 m menganga di bawah.

Saya juga membantu pembuatan tyrolean traverse saat pertama kali dibuat pada 1995 oleh Adventures Consultant, perusahaan pemanduan pendakian global berbasis di New Zealand (di mana Rob Hall bergabung dan tahun 2007 Tyrolean Traverse dibuat oleh Franky Kowaas dan teman-teman pemandu pendakian dari Manado.

Carstensz Pyramid di Papua, Salah Satu Gunung Termahal Dunia
Kondisi pendakian Carstenz Pyramid, Papua, oleh tim 7 Summits Indonesia. Mereka berhasil mencapai puncak pada 18 April 2010 dan menggunakan kondisi alam Papua untuk berlatih sebelum mendaki enam gunung tertinggi di dunia. Foto: Kompas | Dok.7 Summits Indonesia
Lepas dari kawasan menegangkan tadi, terlihat Puncak Carstensz yang ditandai dengan Prasasti Hartono Basuki, pendaki dari Mapala UI yang meninggal saat cuaca buruk dalam ekspedisi 1982. Jika cuaca bagus, dapat dilihat Laut Arafuru, dataran tinggi Zenggilorong, Gresberg, Ideburg, Tembagapura dan Timika. Dan para pendaki yang berdiri di puncak es tanah Papua ini akan menjadi orang tertinggi di lempeng benua Australia.

Saat para pendaki Indonesia pertama kali mendaki Puncak Carstensz Pyramid, posisi pegunungan es kebanggaan Tanah Air kita belumlah sekondang sekarang. Kini ia menjadi salah satu idaman para pendaki dunia, karena termasuk dalam rangkaian The Seven Summits. Tujuh puncak tertinggi di lempengan benua, bersama Mount Everest (Asia), Kilimanjaro (Afrika), Elbrus (Eropa), Aconcagua (Amerika Selatan), Mckinley (Amerika Utara), dan Vinson Massif (Antartika).

Karena letak dan akses yang sulit itulah, Carstensz menjadi salah satu gunung termahal di dunia. biaya pendakiannya mencapai 1.800 dolar AS atau sekitar Rp18 juta. Tapi saya bersyukur, karena sebagian kebutuhan hidup saya ditopang dengan memandu pendaki ke sana. Kebahagiaan dapat bertamu di Carstensz.



Senin, 26 Januari 2015

Rumah Pohon Korowai Papua dan Budaya Primitif Lain Terancam Punah

Rumah Pohon Korowai Papua dan Budaya Primitif Lain Terancam Punah
Rumah pohon Korowai di malam hari. Foto: google
Rumah Pohon Korowai Papua Terancam Punah

Budaya suku asli atau cenderung primitif mungkin telah banyak tergeser oleh modernisasi. Banyaknya nilai budaya asing yang masuk terkadang justru menggerus budaya asli suatu daerah bila dari masyarakatnya sendiri menerima masuknya budaya asing tersebut.

Bahkan, sering pula pariwisata dianggap menjadi pemicu hilangnya kebudayaan tersebut. Dilansir dari Listverse, Kamis (22/1), berikut beberapa budaya menarik dan unik dari berbagai suku di dunia yang diperkirakan akan hilang atau berada di ambang kepunahan.

Rumah Pohon Korowai Papua dan Budaya Primitif Lain Terancam Punah
Kehidupan dan Rumah Pohon Korowai, Papua Barat - Indonesia
Foto: google
Korowai, Papua

Sebuah suku primitif di Papua Indonesia yang memiliki tradisi rumah pohon. Satu keluarga penduduk bisa tinggal hingga delapan orang dalam rumah kayu beratapkan daun yang dibangun 6 sampai 12 meter (20-40 kaki) pada satu pohon.

Korowai tinggal di pohon untuk menghindari serangan yang dipercaya berasal dari mayat dan penyihir laki-laki tanah. Korowai punya tradisi unik memeringati hari kelahiran, kematian, pernikahan atau pembunuhan.

Terdapat sekitar 3 ribu anggota suku yang tersisa sampai saat ini. Suku yang hanya berpakaian penutup kelamin pengonsumsi sagu, rusa, dan babi hutan ini sudah banyak merantau hingga budaya mereka dimungkinkan segera hilang.

Pariwisata Ancam Punahnya Budaya Primitif Dunia

Rumah Pohon Korowai Papua dan Budaya Primitif Lain Terancam Punah
Kehidupan Suku Samburu di Kenya. Foto: Jimmy Nelson|beforethey.com/tribe/samburu
Samburu, Kenya

Selama ratusan tahun, Samburu menjelajahi Kenya utara mencari air dan rumput sebagai satu-satunya sumber makanan mereka. Samburu kini terancam oleh kekeringan terutama pemerintahan yang pernah membakar rumah-rumah serta memerkosa gadis-gadis Samburu.

Gadis itu dilarang hamil ataupun bila melahirkan, anak itu harus dibunuh atau diberikan. Sebuah lembaga telah berusaha menyelamatkan kondisi ini dengan membawa bayi itu ke panti asuhan.

Pelecehan ini bermula dari kedatangan badan satwa liar Amerika yang membeli tanah Samburu untuk dijadikan taman nasional. Ribuan keluarga Samburu dipaksa pindah dan dibiarkan hidup seperti penghuni liar di tepi tanah yang disengketakan.

Rumah Pohon Korowai Papua dan Budaya Primitif Lain Terancam Punah
Perempuan Loba mengalihkan air irigasi ke ladang mereka. Foto: Taylor Weidman|gettyimages.com
Loba, Nepal

Orang-orang Mustang atau Loba ini hidup tanpa teknologi modern dan kesempatan pendidikan. Loba memiliki sejarah perlawanan terhadap pemerintah Cina.

Mustang ditutup untuk orang asing sampai 1992 dan hanya dapat diakses dengan berjalan kaki atau menunggang kuda bahkan hingga saat ini. Beberapa Mustang telah menyambut modernisasi, namun pemimpin mereka khawatir budaya Buddha Tibet itu akan punah selamanya.

Rumah Pohon Korowai Papua dan Budaya Primitif Lain Terancam Punah
Suku San adalah penduduk asli yang hidup diantara semak-semak Afrika Selatan. Foto: Dan Kitwood / Getty Images
San, Afrika

Suku ini tampak sangat religus. Mereka memiliki bahasa khas dan tarian jerapah. Kemungkinan punahnya San dikarenakan telah dipindahkan secara paksa ke tempat lain.

Penggusuran itu diduga karena motif pariwisata, penambangan berlian dan lainnya. Dikabarkan pula polisi telah menghancurkan banyak rumah mereka. Banyak orang telah menderita penyakit AIDS dan hidup dalam pola yang tidak menentu karena menganggur. San memperjuangkan haknya lewat pengadilan namun pemerintah tampaknya tidak menggubris.

Anak laki-laki dan Pria Suku Awa, di Territorio Indígena Awa, di Amazon Brazil. Foto: vanityfair.com
Awa, Brazil

Sebelum wilayah suku Awa diserbu, kehidupan mereka harmonis di tengah hutan hujan Amazon Brazil selama berabad-abad. Mereka berbagi mangga dan tempat tidur gantung. Para wanita terkadang memberi ASI pada hewan seperti monyet bahkan babi kecil.

Pada 1967, ada misi operasi pertambangan besar yang didukung Bank Dunia dan negara-negara industri seperti Amerika Serikat dan Jepang. Wilayah Awa lalu diserbu hingga menghancurkan petak besar hutan hujan yang menjadi sumber makanan mereka.

Rumah Pohon Korowai Papua dan Budaya Primitif Lain Terancam Punah
Suku Cocopah hidup dan mendiami selama lebih dari 500 tahun sekitar Sungai Colorado di Amerika Serikat. Foto: radikal.com.tr
Cocopah, Amerika

Bertahun-tahun Cocopah berjuang melestarikan budaya dari manipulasi pemerintah. Suku ini bertani dan memancing selama lebih dari 500 tahun di delta Sungai Colorado, Arizona AS dan negara bagian California serta Sonora Meksiko. Beberapa tahun terakhir jumlah orang di sini mencapai sekitar 22.000 tapi saat ini sudah berkurang menjadi sekitar 1.300.

Rumah Pohon Korowai Papua dan Budaya Primitif Lain Terancam Punah
Mursi Tribe, Ethiopia. Foto: Jimmy Nelson|onebigphoto.com
Mursi, Ethiopia

Kaum mursi dikenal dengan piring besar yang dimasukkan ke dalam mulut gadis usia 15 atau 16 tahun di sana. Istilah piring mulut merupakan simbol kedewasaan dalam lingkungan sosial mereka.

Para gadis harus meregangkan bibir semakin lebar untuk menampung piring besar. Gadis-gadis yang paling gigih akhirnya akan memakai piring minimal 12 cm. Dalam beberapa dekade terakhir, pemerintah Ethiopia telah memulai pembangunan berskala besar di tanah Mursi salah satunya untuk dijadikan taman nasional komersial. Ribuan suku telah digusur.