Penyu yang hendak bertelur | Foto: Profauna |
Tak bisa dipungkiri, banyak terjadi perburuan telur penyu di wilayah pantai Aceh. Telur penyu bisa dengan mudah ditemui dipasar, diperjualbelikan secara bebas. Padahal penyu saat ini merupakan hewan yang terancam punah sehingga kelestariannya harus dijaga. Namun menjaga kelestarian penyu bukan hal yang mudah ditengah maraknya pemburuan telur penyu. Lembaga jaringan Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh (KuALA) mencoba kesepakatan bersama antara para pihak.
Ketua KuALA, Marzuki, yang ditemui beberapa waktu lalu mengatakan mereka memunculkan sebuah kesepakatan pengelolaan konservasi penyu di wilayah Aceh Besar. Selama ini banyak pemburu telur penyu di pantai-pantai Aceh Besar. Kesepakatan ini intinya menjaga agar telur penyu tidak habis diambil oleh pemburu tetapi tetap mempertimbangkan kepentingan masyarakat juga.
Konsep pertama yang mereka tawarkan adalah kesepakatan dimana semua pihak mendapat bagian dari pengambilan telur penyu. ” Artinya alam juga merupakan satu pihak, sehingga mendapatkan satu bagian juga. Sebagai ilustrasi, jika pemburu ada tiga orang mendapatkan 10 telur, maka telur-telur ini dibagi kepada empat pihak, termasuk alam sebagai salah satu pihak,” kata Marzuki. Telur yang menjadi bagian alam tidak boleh diambil tetapi dibawa ke tempat penangkaran agar bisa menetas.
Menurut Marzuki, pantai-pantai di Aceh Besar yang terdapat penyu antara lain Ujung Pancu, Lhoknga, Lampuuk dan pantai Syiahkuala.
Selain kesepakatan pembagian hasil, juga ada kesepakatan membentuk tim patroli bersama dengan bekas pemburu telur penyu. Bekas pemburu ini diajak untuk masuk tim patroli dalam rangka konservasi penyu termasuk saat proses pelepasan dan penangkaran.
Kesepakatan lain namun kurang populer adalah pihak lembaga konservasi seperti KuALA membeli telur-telur penyu yang diambil oleh pemburu. Hal ini kurang populer karena menghabiskan banyak dana dan mendorong orang untuk tetap mengambil telur penyu karena sudah ada pembelinya.
KuALA memberikan pelatihan kepada pemburu penyu dan kepada mereka diberi surat tugas. Konsensus ini merupakan strategi KuALA dalam masyarakat dan sejauh ini sudah diterapkan di beberapa wilayah.
Selain itu KuALA juga memberikan pelatihan terkait penyu kepada masyarakat sekitar pantai. Masyarakat yang telah mendapatkan pelatihan mampu mengidentifikasi jenis penyu. Misalnya saja seorang penduduk di Syiah Kuala Aceh Besar mampu mengenali penyu jenis KEMPI yang dilihatnya mendarat di pantai Syiah Kuala. Padahal jenis penyu ini sendiri tidak terdapat di Indonesia, hanya ada di Amerika.
” Namun bapak ini sangat yakin penyu yang dilihat adalah jenis kempi berdasarkan bentuk dan corak penyu tersebut,” kata Marzuki. Marzuki berharap ke depan masyarakat semakin sadar akan keberadaan penyu dan dapat melestarikannya. []
Sumber: greenjournalist.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar