Senin, 25 Agustus 2014

Hutan Adalah Nafas Kami "Orang Dayak"

Salah satu pohon Bangkirai di hutan adat desa Delang, Kudangan.  Foto: Nasrudin Ansori **
Hutan bukan hanya sebagai suatu ekosistem tempat adanya tumbuhan yang bisa digunakan untuk kepentingan manusia, namun bagi masyarakat adat, hutan merupakan simbol dari sebuah harga diri.Hutan, tanah, sungai serta gunung memiliki keterikatan tersendiri dengan mereka.

Pengelolaan hutan lestari telah dilakukan masyarakat lokal sejak puluhan bahkan ratusan tahun lalu dan itu tetap diterapkan sampai saat ini. Hal ini karena masyarakat mengerti akan pentingnya hutan sebagai tempat mencari nafkah, penyedia sumber daya, kawasan konservasi, penyedia air dan fungsi-fungsi lainnya. Penerapan hal ini juga diperkuat dengan aturan-aturan yang mengikat. Seperti pemberian sanksi dan denda bagi masyarakatnya yang terbukti salah.

Pembagian kawasan dalam hutan juga menjadi bagian dari pengelolaan hutan oleh masyarakat. Pembagian kawasan ini memiliki beragam fungsi, seperti kawasan yang diperuntukkan untuk kegiatan pertanian, kawasan untuk berburu dan kawasan terlarang/ hutan larangan dan lain sebagainya,tergantung kearifan lokal dari masing-masing daerah.Kawasan-kawasan tadi digunakan sesuai dengan fungsinya, misalnya kawasan pertanian harus digunakan hanya untuk kegiatan pertanian sebaliknya juga dengan kawasan berburu. Kawasan terlarang biasanya tidak boleh diganggu dikarenakan adanya situs-situs sejarah dalam kawasan hutan tersebut. Namun fungsi lain dari kawasan ini juga sebagai kawasan konservasi, menjaga mata air atau wilayah-wilayah berlereng agar tidak longsor pada musim hujan.

Bagaimana dengan pengelolaan hasil hutan ? Pengelolaan hasil hutan dalam kawasan hutan tetap diberikan kepada masyarakat untuk mengelola namun harus tetap berpatokan kepada aturan-aturan adat yang berlaku. Aturan-aturan ini dimaksudkan supaya sumber daya hutan seperti kayu, rotan, damar dll itu tetap tersedia bagi semua orang yang membutuhkan serta berkelanjutan. Misalnya pengambilan kayu untuk kebutuhan rumah telah ditentukan jenis kayu dan umurnya sehingga kayu yang ditebang tersebut memang sudah bisa digunakan supaya tidak ada pembalakan liar dalam kawasan hutan adat.

Hal yang menjadi sangat penting bahwa hutan memiliki manfaat ekonomi, sosial, budaya hukum dan politik secara langsung Masyarakat setempat dan sekitarnya. Komunikasi yang baik dan jelas atas rencana masyarakat dalam mengelola hutan kepada Pemerintah Daerah sangat penting untuk tetap dilakukan,agar mereka mau memahami apa yang sedang di upayakan masyarakat untuk membantu pemerintah dalam menyelamatkan hutan dan mengentaskan kemiskinan. Banyak peluang kedepan untuk mengelola hutan bersama masyarakat, walaupun tantangan dan ancaman terus menerus dihadapi tidak berhenti baik dari dalam masyarakat maupun dari luar (kebijakan dan investasi). Kekuatan masyarakat lokal paling penting dalam menyelamatkan dirinya sendiri secara bersama-sama.

Puncak Gunung Lumut dari Kampung Suku Muluy. Foto: Hendar | Mongabay ***
Hutan bagi masyarakat lokal merupakan dunia, sumber kehidupan. Kedudukan dan peran hutan seperti itulah yang mendorong masyarakat lokal untuk memanfaatkan hutan di sekitar mereka dan sekaligus menumbuhkan komitmen untuk menjaga kelestariannya demi keberadaan dan kelanjutan hidup hutan itu sendiri. Untuk melakukan hal itu, masyarakat lokal harus dibekali oleh mekanisme alamiah dan nilai budaya yang mendukung pemanfaatan hutan demi kelanjutan hidup dan pelestarian alam. Selain itu untuk memelihara, menjaga dan melindungi keberadaan hutan itu muncul dari perlakuan adat istiadat, peranan institusi adat dalam pengaturan sangsi dan denda serta mekanisme yang berkembang secara alamiah dari alam.

Hutan bagi masyarakat lokal memang berperan sangat besar, ini terbukti dari sumber mata pencaharian mereka bersumber dari hutan (berladang), semua unsur kehidupannya juga bersumber dari hutan seperti bahan-bahan untuk membuat rumah panjang, semua didapat dari hutan. Seluruh bangunan berbahan kayu, tentu saja saat ini sudah banyak rumah panjang yang menggunakan seng sebagai atap rumah, paku baja sebagai pengikat dan pasak. Sebelum ada semua itu, bahan dasar pembuat rumah panjang dari kayu dan rotan. Demikian juga alat angkut, seperti sampan, lalu alat-alat rumah tangga seperti tikar, bakul dan alat-alat berperang seperti perisai, sumpitan, semua terbuat dari kayu.

Kita bisa melihat beberapa kearifan lokal dari masyarakat di Indonesia dalam menjaga hutannya. Masyarakat suku Dayak dalam mengelola sumber daya alamnya mereka membagi wilayah mereka (Binua) kedalam beberapa bagian, seperti masyarakat adat Dayak Simpakng yang menunjukkan kearifan mereka dalam mengelola sumber daya alam seperti :


1. Proses Perladangan

Sistem perladangan (Uma – Dayak Simpakng, Umai – Dayak Iban, Muh- Dayak Mayau, Huma – Dayak Kanayatn, Lakau- Dayak Jalai, Lako – Dayak Krio dan Pawan) pada beberapa sub-suku Dayak dilaksanakan melalui proses yang sangat arif dan bijaksana.

Pada masyarakat adat Dayak Simpakng sebelum mereka membuka hutan mereka melakukan upacara adat nudok angko tautn, yakni upacara adat membuka tahun, meminta ijin pada Duwata (Tuhan), kemudian dilanjutkan dengan ngusok/nurutn tagor yaitu survei calon kawasan ladang, dan meminta ijin pada Menkedum Jembalang Tonah dan Puyaknggana (Duwata pemilik hutan). Upacara ini juga untuk mengetahui tingkat kesuburan tanah, menghindari sumber mata air, pohon kayu madu, kayu damar, dan buah-buahan, serta menghindari tembawang dan tanah keramat.

Adapun tahapan perladangan masyarakat adat Dayak Simpang adalah sebagai berikut :
  1. Musyawarah batas, maksudnya menentukan batas ladang dan meminta ijin pada pemilik diareal perladangan nantinya. Jadi harus ada mufakat dalam musyawarah tersebut.
  2. Minu (menebas), setelah mendapatkan lahan hal yang perlu dilakukan adalah penebasan. Alat yang digunakan seperti bore (parang), baliokng (beliung). Ketika melakukan penebasan tersebut lahan yang bersangkutan tiba-tiba dihinggapi oleh panginget/penyinyet (lebah madu) maka lahan itu harus segera ditinggalkan dan mencari lahan baru.
  3. Nobakng (menebang), dalam melakukan aktifitas ini ada beberapa aturan yangharus ditaati, yaitu tidak boleh mengenai usaha orang lain, jamih (bawas) orang lain, pohon madu, kebun, kampokng buah, keramat. Jika kejadiannya tidak disengaja maka yang bersangkutan harus segera memberitahukan kepada pemiliknya.
  4. Mpo ropa (masa pengeringan), masa ini berkisar antara 1,5 – 2 bulan, tergantung dari kondisi iklim. Bila panas terus menerus maka daun, ranting, dahan dan batang kayu akan cepat kering. Bila demikian maka ladang akan dibakar hangus (mosu). Hangus tidaknya sebuah ladang yang akan dibakar sangat menetukan tingkat kesuburan tanaman baik padi maupun tanaman sayur mayur lainnya.
  5. Miadakng (membuat sekat bakar), merupakan proses pembersihan disekeliling muh (ladang) yang sudah ditebang dengan tujuan agar api tidak menjalar ketempat lain.(me lada’ – Dayak Jalai, lale’ – Dayak Iban, watah – Dayak Hibun)
  6. Ngucol (membakar), setelah miadakng maka dilakukan pembakaran, namun sebelum dilakukan pembakaran semua warga yang ladang, kebun atau usaha lain yang berdekatan dengan ladang yang akan dibakar harus diberitahukan terlebih dahulu. Membakar juga harus berlawanan dengan arah angin, tidak boleh membakar dimusim angin kencang dan panas terik, dan biasanya pembakaran dimulai pukul 14.00 wib.
  7. Ngarorak, jika di hutan rimba setelah pembakaran selama minimal 3 hari tidak boleh keladang karena masih ada bara yang menyala. Ketika api sudah padam maka kayu yang tidak habis terbakar disingkirkan kegiatan inilah yang dinamakan ngarorak. Tumpukan kayu bekas bakaran itu namanya panok. Panok itu akan dibakar sebelum pulang pada pukul 18.00 wib. Areal bekas membakar panok itu akan subur untuk menanam cabe, jahe, kunyit, terong dan sebagainya.
  8. Tamurok (menanam padi), kegiatan penanaman padi ini biasanya dilakukan 2 orang seorang laki-laki yang membuat lobang diikuti dibelakangnya, seorang wanita, yang melakukan penanaman benih padi. Alat yang digunakan adalah tugal yang panjangnya 2,5 meter dengan diameter 3 cm ujungnya diruncingkan agak tumpul.
  9. Miobuh (merumput), sekitar 1,5 bulan setelah padi ditanam dilakukan pembersihan rumput diladang, tujuannya agar rumput tidak mengganggu pertumbuhan padi.
  10. Biti ampar kuning podi, setelah merumpun kegiatan berladang berhenti sampai masa panen tiba, masa 3 minggu- 1bulan digunakan untuk perbaikan jalan ke pondok, membuat tempat pemberhentian (mpadas/ mpalakng) sebelum padi di masukkan kedalam jurokng (lumbung). Mereka juga kadang menoreh karet untuk kemudian dijual kepasar.
  11. Ngotump (panen), padi yang dipanen ini harus benar-benar masak, jika belum maka padi itu akan cepat busuk jika disimpan, padi yang pertama masak diambil dan setiap anggota keluarga harus mencicipi berasnya. Sebelum panen ada upacara adat yang bernama mota dan ngamaru. Mota adalah upacara yang menyatakan bahwa panen akan dimulai dan ngamaru upacara pemberitahuan bahwa padi hasil panen itu akan dimakan oleh anggota keluarga.
  12. Gawe Tautn (upacara syukuran), upacara syukuran yang melibatkan seluruh warga di kampung yang bersangkutan. Didalamnya terdapat makan-makan bergendang (tarian), minum tuak, menari dan sebagainya dan upacara ini dilakukan di rumah betang atau rumah panjang.
  13. Bacucok batonam (bersosok tanam), ladang yang baru dipanen padinya dinamakan jamih atau bawas. Jamih ini dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu :

  • Jamih mongut (bawas muda dibawah 5 tahun)
  • Jamih malakng (bawas yang subur berumur sampai 7 tahun)
  • Jamih muntuh (bawas tua yang berumur 7-25 tahun)


Jamih bisa ditanami tanaman keras seperti karet, pohon madu, kayu belian, keladan, dan lain-lain. Sedangkan buah-buahan seperti diatn (durian), ramut (rambutan), duku, rosat (langsat), galimikng (belimbing), pakawe (sejenis durian), kunyet, sore, pinang, nyior, sireh, tuba, itu semua ditanam disekitar pondok (dango).

2. Pengelolaan Kebotn gotah buah janah

Kearifan masyarakat adat Dayak dalam mengelola sumber daya alamnya, yaitu menanam lahan bekas berladang dengan tanaman keras. Bibitnya telah disiapkan 6 bulan – 1 tahun sebelum panen berakhir. Bibit ini diambil dari lahan lain, ketika lahan ditinggalkan selama 7-10 tahun maka sudah siap dipanen.

3. Pengelolaan pohon madu

Pohon madu yang dimaksud adalah pohon yang biasa digunakan oleh lebah untuk membuat sarang. Pohon madu ini termasuk sebagai keramat pedagi (benda keramat)


4. Pengelolaan kawasan hutan cadangan

Kawasan hutan ini sangat dikeramatkan, ini merupakan hutan konservasi yang tidak boleh dimanfaatkan, termasuk sebagai tonah colap tarutn pusaka. Ciri kawasan jenis ini adlaah bukit atau gunung yang didalamnya terdapat banyak tanaman obat, tanaman langka, banyak binatang, sungai yang masih banyak ikan, dan terdapat aneka bahan bangunan, kawasan tersebut telah ditetapkan dan diwariskan secara turun temurun dan pengelolaannya diatur dalam hukum adat. Biasanya kayu boleh diambil untuk keperluan hidup bukan untuk diperjualbelikan.

5. Pengelolaan keramat

Masyarakat suku Dayak selain memiliki wilayah keramat didaratan juga di lubuk sungai. Tempat seperti ini dipelihara, dilindungi dan dihormati oleh warga masyarakat. Didaerah tersebut tidak boleh ada kegiatan apapun kecuali upacara adat yang dilakukan 3 kali dalam setahun.

6. Pengelolaan Tembawang

Kawasan ini adalah bekas lahan yang telah ditinggalkan selama 5-10 tahun ditandai dengan banyak tanaman keras dan juga beberapa bekas perabot rumah tangga. Tembawang dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis, yaitu :
  1. Tembawang rumah/ kambokng, terdapat dirumah
  2. Tembawang dango, terdapat disekitar pondok ladang 2-5 tahun yang lalu.
  3. Tembawang dukoh, terdapat disekitar pondok semi permanen yang pernah didiami antara 5-10 tahun.
  4. Tembawang bagant, terdapat di rimba, sempat didiami selama 3 minggu sampai sebulan kegiatan berburu.

7. Pengelolaan Jamih

Jamih adalah lahan bekas ladang, dan biasanya masih dirawat oleh pemiliknya karena akan diladangi lagi sekitar puluhan tahun lagi. Antara jamih dengan jamih lainnya ada batasan (bat) biasanya batasan ini berupa sungai, kayu yang tahan lama seperti kayu belian, bambu hidup, tanaman buah seperti durian atau angkabakng (tengkawang)

8. Pengelolaan are sungai

Air sungai merupakan sumber kehidupan lain bagi masyarakat suku Dayak. Agar air sungai dapat digunakan untuk masyarakat maka masyarakat Dayak tidak pernah berladang di tepi sungai, sehingga kayu yang berada di pinggir aliran sungai akan tetap ada yang berguna juga untuk pelindung dan penangkal erosi. Terkadang masyarakat Dayak melakukan ritual untuk menuba di aliran sungai tetapi menuba itu pun tidak boleh tiap hari. Ada upacara adat yang harus dilakukan sebelum melakukan penubaan

9. Mokatn tonah dan Nungkat Gumi

Tujuan pelaksanaan adat ini adalah memulihkan kembali hutan kawasan adat yang dikelola oleh warga masyarakat lokal. Upacara Nungkat Gumi dilakukan setiap 7 tahun sekali selama 7 hari 7 malam. Setelah upacara itu masyarakat melakukan pantakng ponti, dan selama masa pantangan itu tidak diperbolehkan memetik tanaman (balayo), me bia ikatn dari amun toruh tanyokng ka soju, toruh tanyokng ka soba (tidak boleh mengambil ikan tujuh tanjung kehilir dan kehulu dari sungai tempat mandi mereka), memotong atau makan hewan potongan, nyingor (bersiul), berpesta dan sebagainya.

Ladang dan Hutan Kalimantan.  Foto: RH Pras ****
Dari penjelasan diatas maka terlihat bahwa Masyarakat suku Dayak mempunyai kearifan terhadap lingkungan yang sangat tinggi, walaupun terkadang mereka di tuding sebagai aktor perusak lingkungan karena mereka melakukan sistem pertanian dengan sistem ladang berpindah

Hampir 80% masyarakat suku Dayak di Kalimantan mata pencahariannya berladang. Berladang bukan sekedar untuk hidup tapi ladang turut membentuk peradaban orang Dayak. Karena dari membuka lahan hingga akhir panen ada aturan yang hatus ditaati, adatnya inilah yang membentuk kebudayaan Dayak. Tidak benar aktivitas ladang berpindah sama dengan kegiatan merusak hutan. Istitut Dayakologi menyebutkan bahwa sistem ladang berpindah itu sebagai sistem pertanian asli terpadu (integrated indigenous farming system). Bukan lading berpindah tetapi ladang bergilir. Sebab sistem perladangan dari masyarakat Dayak ini berladang dilahan lain untuk memberi kesempatan lahan lama itu cukup tua (10-15 tahun) yang nantinya akan mereka ladangi lagi. Sistem pertanian ini merupakan jawaban yang tepat bagi perjuangan mempertahankan kehidupan atas tanah yang relatif kurang subur. Menurut Prof. Dr. Syarif Ibrhamim Alqadri dari FISIP Universitas Tanjungpura, sistem perladangan seperti ini tidak dapat dituding sebagai sumber kerusakan hutan. Daur perladangan sekitar 10-15 tahun secara teratur menyebabkan hutan subur berkelanjutan.

Aktifitas berladang tidak bisa terlepas dari hutan. Tanpa hutan, maka tidak akan ada ladang. Dalam berladang lahan yang dibutuhkan tidak luas maksimal hanya 1,5 hektar, setelah panen ladang ditanami pepohonan seperti karet, tengkawang, rotan, dan aneka jenis buah. Dalam waktu 10-15 tahun lahan tersebut telah berubah menjadi hutan kembali. Menanami ladang dengan pepohonan adalah wajib bagi setiap peladang. Kewajiban itu tidak terlepas dari adat yang dipegang oleh masyarakat Dayak. Jadi tidaklah mengherankan apabila hutan adalah eksistensi masyarakat Dayak.

Contoh diatas merupakan sebagian kecil dari ratusan kearifan lokal masyarakat lokal nusantara dalam menjaga kelestarian hutan sebagai tangung jawab dan harga diri mereka. Hutan dipandang bukan saja sebagai penyedia kayu atau hasil hutan tapi merupakan bagian dari lingkungan yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat lokal. Ketergantungan inilah yang menjadikan hutan bagi masyarakat menjadi sangat penting. Hal ini telah disadari bukan baru saat ini atau kemarin tapi sejak para leluhur dulupun mereka sudah mengerti akan arti pentingnya melestarikan hutan.


Ayo…………..

lestarikan hutan kita…!!!!!

Hutanku hijau, bumiku lestari….!!!!



** Foto Nasrudin Ansori dalam artikel Suku Dayak Tomun di Lamandau (Trip With Trans TV) Part 1
**** Foto Ladang dan Hutan Kalimantan. Foto: RH Pras _ Dalam perjalanan Balikpapan - Banjarmasin, saya berhenti di tepi jalan sekitar wilayah Kuaro untuk istirahat dan menikmati luasnya hutan di kalimantan. Terlihat jelas masyarakat setempat membuka lahan hutan untuk sawah & ladang mereka. Diharapkan bukan sawah berpindah, karena jika benar mereka akan terus membuka lahan baru dan mempersempit luasan hutan kaltim....belum lagi masalah tambang batubara yang sangat merusak lingkungan....

Rabu, 20 Agustus 2014

Pemanasan Global Bisa Memicu Krisis Pejantan pada Penyu

Pemanasan Global Bisa Memicu Krisis Pejantan pada Penyu
Penyu Tempayan. Foto: Howard Hall 
Namanya saja pemanasan global, efeknya tentu saja bersifat global. Yang terbaru, sebuah riset yang dipublikasikan oleh jurnal Nature Climate Change, pemanasan global juga berdampak pada krisis penyu tempayan (Caretta caretta) pejantan. Lho?

Peneliti dari Swansea University, Wales, melakukan analisis berdasarkan data rasio populasi penyu tempayan dalam 150 tahun di Sal, Cape Verde, dan peningkatan suhu Bumi dalam 100 tahun ke depan menurut Panel Antar-pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC).

Selama kurun waktu tersebut, terdapat 50-70 persen telur yang menetas menghasilkan bayi penyu tempayan betina. Dengan skenario peningkatan suhu menurut IPCC, ilmuwan memperkirakan bahwa rasio menetasnya betina dari telur akan meningkat menjadi 80 persen pada tahun 2050 dan 90 persen pada tahun 2100. Pejantan akan menjadi barang langka.

"Kemungkinan bahwa penyu laut akan punah bukanlah skenario yang terlalu jauh," kata Graeme C Hays, peneliti biologi perairan di Swansea University, seperti dikutip The Verge, Selasa (20/5).

Pemanasan Global Bisa Memicu Krisis Pejantan pada Penyu
Penyu tempayan yang terancam kekurangan pejantan. Foto: animalscamp.com
Selanjutnya Hays memprediksi, dengan adanya peningkatan suhu, mungkin pejantan bisa mengalami perubahan perilaku dengan membuahi lebih banyak telur. Namun, peran serta manusia tetap dibutuhkan untuk menjaga agar tempat peneluran penyu tak terlampau panas.

Umumnya, penyu memanfaatkan pantai untuk menaruh telurnya. Hays menuturkan, ketika banyak pantai suhunya terlalu panas, manusia juga bisa mengupayakan untuk memindahkan telur ke pantai yang lebih sejuk atau menutupi area peneluran.

Pemanasan global tidak hanya berdampak pada perubahan suhu saja, tapi juga memicu kenaikan muka laut. Oleh sebab itu, penyu-penyu nantinya bakal terancam karena pada akhirnya pantai sebagai lokasi perkawinan mereka, perlahan musnah. 



Sumber: Kompas

Bikin ‘Lab’ di Rumah, Temukan Solusi Limbah Sampah

Mantan Deputi Menteri BUMN Sulap Lalat Jadi Pakan TernakPernah menjadi deputi menteri di Kementerian BUMN tak menjadikan Agus Pakpahan jijik berurusan dengan lalat. Makhluk yang acap hidup di tempat kotor itu sekarang malah menjadi “teman setianya”. Agus bahkan berhasil menyulap prepupa lalat atau maggot menjadi bahan pakan ternak berprotein tinggi.
Untuk masuk ke rumah Agus Pakpahan di Jalan Bangka II, Mampang, Jakarta Selatan, setiap tamu harus memasuki lorong sejauh sekitar 30 meter. Di ujung lorong, tepatnya di halaman rumahnya, Agus membuat tempat penelitian atau ‘laboratorium’ mini khusus lalat.

Setelah tidak menjabat deputi bidang agroindustri di Kementerian BUMN, Agus memiliki lebih banyak waktu untuk melakukan penelitian. “Mungkin saya ini termasuk aneh. Sebab, latar belakang pendidikan saya manajemen sumber daya alam, tapi sekarang malah meneliti lalat,” katanya ketika ditemui Jawa Pos Radar Jember di rumahnya di Jakarta pertengahan bulan lalu.

“Pertemuan” dirinya dengan lalat berawal sekitar tiga tahun lalu. Suatu saat Agus membaca sebuah laporan bahwa IQ rata-rata orang Indonesia 80. Padahal, orang negara lain rata-rata 150. Ternyata, yang membuat IQ rata-rata orang Indonesia relatif rendah adalah kekurangan protein.

Dalam laporan itu disebutkan, sel-sel otak sulit berkembang karena kekurangan protein. Disebutkan pula, ibu hamil yang kekurangan yodium akan mengakibatkan anaknya kelak kuntet (kerdil) dan daya tahan tubuhnya rendah. Ibu hamil harus mengonsumsi yodium 200 mg. Padahal, sebutir telur hanya mengandung 15 mg yodium.

“Lalu saya berpikir, harus ada pakan ayam dan ikan yang tinggi yodium. Mengapa ayam dan ikan? Karena ayam dan ikan sumber protein yang relatif murah,” kata Agus.

Kebetulan, setelah tak lagi menjadi deputi menteri BUMN, Agus beternak bebek di Bogor. Saat itulah dia menambahkan yodium dalam pakan bebeknya. “Indonesia tidak akan maju kalau tidak punya pabrik pakan ternak yang murah dan tinggi protein,” tandas doktor lulusan Michigan State University, Amerika Serikat, itu.

Tepung ikan sebagai salah satu bahan baku pakan ternak, kata Agus, masih harus diimpor Indonesia dengan harga mahal. Volume impor tepung ikan Indonesia bisa mencapai 95 persen dari kebutuhan. Padahal, Indonesia yang beriklim tropis memiliki karakter panas, lembap, dan basah. Dalam tiga hal itu, proses yang dominan adalah pembusukan.

Yang paling diuntungkan dalam proses pembusukan adalah lalat. Dalam sebuah literatur, Agus menemukan fakta bahwa lalat merupakan sumber protein untuk pakan ternak. “Dari sini saya menemukan benang merah antara kebutuhan bahan pakan murah berprotein tinggi serta potensi yang dimiliki Indonesia yang beriklim tropis,” terangnya.

Dalam proses dekomposer, yang menjadi unsur penghancur adalah bakteri. Tapi, proses pembusukannya lama karena memakan waktu enam bulan. Di satu sisi, ada satu makhluk yang makan barang-barang busuk, yakni lalat. Lalat selama ini dianggap sebagai hewan menjijikkan dan penebar penyakit.

Agus menjelaskan, 1 kg sisa makanan akan menjadi tempat hidup bagi 100 ribu ekor lalat. Jika 1 kg rumah tangga membuang sampah dan sisa makanan 2,5 kg, ada 250 ribu ekor lalat yang siap menyerbu. Jika separo dari lalat itu betina, seekor lalat bisa menghasilkan telur hingga 500. Dengan demikian, dalam satu life circle selama satu bulan, 2,5 kg sampah menghasilkan 62,5 juta telur lalat. Nah, sumber protein dari lalat terdapat pada fase larva dan prepupa. Sumber protein di fase tersebut bisa mencapai 45 persen.

Di buku Stephen A. Marshall yang berjudul Flies, papar Agus, disebutkan, di dunia ini ada 400-800 spesies lalat. “Lantas, lalat apa yang aman dan sehat untuk pakan ternak” Ternyata, lalat tropis dengan nama latin Hermetia illucens atau yang dikenal dengan sebutan black soldier flies, lalat tentara hitam. Keren namanya,” katanya sambil tersenyum.

“Lalat jenis ini tidak mengandung penyakit dan tidak menjadi vektor (perantara, Red) penyakit,” tambah alumnus IPB tersebut.

Mantan deputi menteri di Kementerian BUMN, Agus Pakpahan.
Menurut Agus, black soldier flies memiliki banyak keunggulan untuk dikembangkan sebagai bahan pakan ternak. Antara lain, ia dikenal tahan banting dan makan banyak, kandungan protein larva dan prepupanya mencapai 45 persen, lemaknya 35 persen, dan asam aminonya lengkap. Selain itu, lalat tersebut mengandung zat kitin yang baik untuk pupuk, kemampuan berkembang biaknya cepat, dan hidup di iklim tropis.

Mengembangbiakkan black soldier flies atau yang biasa disebut maggot sebenarnya relatif mudah. Di sebuah lahan yang tidak terlalu luas, disiapkan ruang berjaring untuk mencegah lalat berkeliaran. Di dalamnya disiapkan kotak sampah dari rangka kayu yang diberi saringan. Dari tempat itu nanti muncul belatung yang biasa disantap lalat. Sedangkan bagian atas tempat itu diberi potongan-potongan kardus sebagai tempat lalat bertelur. Telur di rongga-rongga kardus tersebut nanti jatuh dan ditampung sampai menjadi larva.

Larva yang menjadi prepupa itulah yang mengandung protein sampai 45 persen, lemak 35 persen, dan asam amino lengkap. Prepupa itulah yang oleh Agus diolah menjadi pengganti tepung ikan. “Ini tidak bau,” kata Agus yang tidak jijik sedikit pun menciduk prepupa dari sebuah boks gabus.

Dengan mengembangkan teknik semacam ini, Agus berharap persoalan sampah yang menjadi masalah pelik, terutama di kota-kota besar, bisa diatasi. Pasalnya, volume sampah rumah tangga dan restoran selama ini cukup tinggi. Di negara berkembang seperti Indonesia, 70-80 persen sampah merupakan sampah organik. Tapi, selama ini baru sampah anorganik yang dimanfaatkan menjadi barang daur ulang. Sedangkan sampah organik dibiarkan membusuk di tempat pembuangan akhir (TPA). Hanya sedikit yang dimanfaatkan menjadi kompos.

Karena itu, berdasar perhitungan Agus, persoalan sampah bisa diatasi bila masyarakat mau membuat tempat pengembangan maggot di lingkungan masing-masing. Dengan lahan 1 meter persegi, tempat pengembangan maggot itu mampu mengolah sampah seberat 1 kuintal per 20 hari menggunakan teknik biokonversi.

“Biaya pembuatan tempat ini juga murah. Masyarakat bisa patungan per dasawisma untuk satu lokasi. Insya Allah masalah sampah akan selesai,” tandasnya.

Agus Pakpahan APU, Komisaris Utama PTPN XIII Periode 2008-2013.
Berkat keuletannya meneliti maggot itu, kini ada dua perusahaan perkebunan yang menjalin kerja sama dengan Agus untuk mengembangkan maggot. Sebab, perusahaan perkebunan juga menghasilkan sampah organik dalam jumlah besar. “Bila sampah itu tidak dikelola, bisa jadi masalah baru,” katanya.

HM Arum Sabil, petani sekaligus peternak besar dari Jember, Jawa Timur, termasuk salah seorang yang tertarik dengan pengembangan maggot karya Agus tersebut. Melalui bendera Arum Sabil Farm, Arum yang memiliki ratusan ribu ekor ayam petelur dan ratusan ekor sapi pedaging sangat berkepentingan dengan maggot.

“Setiap hari ayam dan sapi menghasilkan kotoran organik, yang kalau tidak dikelola dengan baik bisa menjadi masalah lingkungan,” ujarnya.

Dengan mengembangkan maggot, persoalan di dua peternakan Arum teratasi. Yakni pengolahan limbah sampah organiknya dan ketersediaan bahan pakan berprotein tinggi. “Jika maggot bisa dikembangkan secara masal, persoalan limbah ternak akan teratasi karena tidak mencemari lingkungan. Ternak sendiri mendapat bahan pakan murah yang berprotein tinggi. Ini bagus sekali,” tuturnya.

Agus dan Arum sudah lama bersahabat. Karena itu, saat Arum tertarik untuk mengembangkan maggot di peternakannya di Jember, Agus menyatakan siap membantu. “Semoga maggot bisa menjadi solusi bagi persoalan limbah dan sampah organik di peternakan Pak Arum,” harap Agus.


Sumber: Sumutpos.co

Selasa, 19 Agustus 2014

Tolak Tambang, Aktivis Lingkungan Banyuwangi Daki Gunung Semeru

Tolak Tambang, Aktivis Lingkungan Banyuwangi Daki Gunung Semeru
Aktivis lingkungan Banyuwangi tolak tambang Gunung Tumpang pitu dengan membentangkan spanduk di Ranu Kumbolo. Foto: IRA RACHMAWATI / KOMPAS.COM
Beberapa aktivis lingkungan hidup di Banyuwangi kembali memilih mendaki gunung sebagai bentuk penyampaian aspirasi. Pada November 2013, Banyuwangi’s Forum for Invironmental Learning (BaFFEL), kelompok aktivis yang dimaksud, mendaki Gunung Agung di Bali, kali ini mereka memilih Semeru untuk menolak rencana eksplotasi tambang emas di Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu, Banyuwangi.

Spot yang dipilih adalah Ranu Kumbolo. Di tepi danau yang terletak di jalur pendakian Gunung Semeru itu terbentak spanduk besar bertuliskan “Manusia Bisa Hidup Tanpa Emas, Tapi Tidak Tanpa Air”.

"Ranu Kumbolo yang berada di Kecamatan Senduro Lumajang sengaja kami pilih bukan hanya kaena popularitasnya di kalangan pendaki gunung dan pecinta alam, namun karena danau eksotis yang berada di ketinggian 2.400 m dpl membangkitkan kesadaran tentang pentingnya air," ujar Deni Alamsyah, salah satu anggota BaFFEL pada Rabu (28/5), seperti dilansir Kompas.com.

Deni juga mengatakan, siapapun yang pernah mendaki gunung, terutama Gunung Semeru, akan merasakan betapa berharganya air, sehingga air harus diperlakukan secara respek. Di sisi lain, rencana tambang emas akan merusak hutan Tumpang Pitu sebagai kawasan air. BaFFEL dengan tegas menolak upaya eksploitasi tersebut.

Ada beberapa catatan menarik, menurut pemaparan pria yang mengaku sudah tiga kali menaklukkan Semeru itu, pembentangan spanduk yang ia lakukan disambut hangat oleh kalangan pecinta alam yang saat itu berkemah di Ranu Kumbolo. "Ada komunitas Biker dari Puwokerto dan sekelompok penggemar bola dari Jember ikut membantu aksi yang kami lakukan termasuk juga melakukan diskusi tentang lingkungan di area Ranu Kumbolo," tutur Deni.

Aksi ini memang terbilang sederhana. Meski demikian, Deni yakin, aksi yang ia dan kawan-kawannya lakukan, mampu memberi pesan kepada khalayak terkait pentingnya air.

“Air itu universal. Karena itu siapa pun manusia jika diingatkaan pentingnya air, tentu hatinya akan tersentuh. Apa pun agamamu, apa pun kebangsaanmu, apa pun pandangan politikmu, apa pun taraf pendidikanmu, semuanya pasti butuh air untuk melanjutkan hidup. Bukan emas," kata Deni. Sementara tambang emas, tidak semuanya.


Sumber: Intisari | Kompas

Beo yang Menginpirasi Film Rio Itu Mati

Beo yang Menginpirasi Film Rio Itu Mati
Presley, burung beo yang menginspirasi film Rio. Foto: Nationalgeographic.com
Kisah di film Disney biasanya berakhir indah, termasuk dalam film “Rio” dimana seekor Spix’s macaw (burung beo biru) langka berhasil menemukan pasangan untuk kemudian berkembang biak. Sayang, burung beo yang menginspirasi film Rio justru mati tanpa meninggalkan keturunan.

Seekor Spix’s macaw bernama Presley, yang merupakan burung asli Brasil ini diyakini sudah punah di alam liar. Penyebabnya adalah deforestasi dan lebah madu asing membuat mereka kesulitan membuat sarang. Spix’s macaw terakhir kali terlihat di alam liar pada 2000.

Saat ini kurang dari 100 Spix’s Macaw dibesarkan di lokasi penangkaran. Namun, kurangnya keragaman genetik menyebabkan sulitnya upaya perkembangbiakan. Para peneliti berharap kemajuan dalam teknologi inseminasi buatan dapat membandu memulihkan populasi mereka. Agar kejadian matinya Presley tanpa meninggalkan keturunan, burung beo yang menginspirasi film Rio, tidak terulang.

“Menjaga mereka di dalam kandang bukanlah wujud konservasi,” ujar Cromwell Purchase, direktur Al Wabra Wildlife Center.

Beo yang Menginpirasi Film Rio Itu Mati
Film "Rio"
Dalam film “Rio” seekor Spix’s Macaw jantan kembali ke Brasil dan berhasil menemukan betina. Setelah berhasil mengalahkan pemburu, keduanya berhasil bereproduksi dan menghasilkan keturunan.

Carlos Saldanha, sutradara film tersebut berharap filmnya dapat membantu menyadarkan penonton tentang kondisi burung-burung yang terancam punah.

"Aku ingin [fitur] burung paling langka," katanya kepada situs Bird Channel pada 2011. "Spix’s Macaw itu benar-benar paling langka."

Dan kini, Presley, burung beo yang menginspirasi film Rio mati.

Beo yang Menginpirasi Film Rio Itu Mati
Tahun 2014 ini sekuel Film Rio 2 menceritakan kelanjutan kisah tentang seekor Spix's macaw bernama Blu, _kiri.
Foto: 20TH CENTURY FOX/ BLUE SKY STUDIOS VIA AP


Sumber: LiveScience | Intisari

Minggu, 17 Agustus 2014

Tata Cara Perijinan dan Tips Pendakian G.Semeru 3676 mdpl

Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
1. PROSES PERIJINAN PENDAKIAN

Berbeda dengan kegiatan wisata lainnya dimana pengnjung dapat langsung menuju obyek wisata yang dituju, maka untuk kegiatan pendakian para calon pendaki terlebih dahulu harus mengurus perijinan di kantor TN. Bromo Tengger Semeru melalui kantor Seksi Pengelolaan TN Wilyah II (SPTN II) di Tumpang dengan nomor telpon (0341) 787972 bagi pendaki dari pintu masuk Malang, dan kantor Resort Pengelolaan TN Wilayah Ranupani bila pendaki dari pintu masuk Lumajang. Perijinan tersebut bisa dilakukan langsung pada saat akan mendaki tanpa harus booking terlebih dahulu. 

Kewajiban mengurus surat ijin ini dimaksudkan untuk memudahkan monitoring dan pengawasan lalu lintas pendakian serta antisipasi menghubungi pihak organisasi/keluarga pada saat terjadi musibah. Persyaratan yang harus dilengkapi oleh calon pendaki sebagai berikut :
  • Fotocopy identitas diri sebanyak 2 rangkap untuk masing-masing calon pendaki
  • Mengisi Biodata Semua Pengikut : Nama lengkap, umur, alamat beserta nomor telpon keluarga yang bisa dihubungi masing-masing.
  • Membayar karcis masuk,asuransi, dan surat ijin pendakian per orang/pendaki sebesar Rp. 7.000 ,- (bagi umum, dengan rincian karcis masuk Rp. 2.500,-, surat ijin pendakian Rp. 2.500,-, dan asuransi Rp. 2.000,-), Rp. 5.750,- (bagi pelajar/mahasiswa, dengan rincian karcis masuk Rp. 1.250,-, surat ijin pendakian Rp. 2.500,-, dan asuransi Rp. 2.000,-) dan Rp 24.500 (bagi Warga Negara Asing dengan rincian karcis masuk Rp. 20.000,-, surat ijin pendakian Rp. 2.500,-, dan asuransi Rp. 2.000,-). Bila membawa kendaraan pribadi akan dikenakan tambahan biaya lagi Rp 3.000 per sepede motor, dan Rp 6.000 per mobil. Bagi yang naik kendaraan umum/charter maka biaya karcis kendaraan ditanggung oleh masing-masing sopir kendaraan tersebut.
  • Pendakian dilakukan berkelompok/beregu, minimal 3 (tiga) orang. Bila ingin mendaki sendirian maka petugas tidak akan memberikan pelayanan perijinan untuk melakukan pendakian.
  • Membawa perlengkapan pendakian seperti tenda, bekal makanan, P3K, dan lainnya yang dibutuhkan selama melakukan pendakian. Jangan lupa bawalah kantong plastik buat membawa sampah turun kembali.
INFO: BAGI CALON PENDAKI KE GUNUNG SEMERU  MULAI TANGGAL 1 JULI 2014 BISA MELALUI SISTEM BOOKING ONLINE


2. TATA TERTIB PENDAKIAN Gn. SEMERU

Papan Pengumuman tata tertib TNBTS.
Kepada semua calon pendaki yang akan melakukan pendakian diwajibkan untuk mentaati tata tertib sebagai berikut :
  • Setelah mendapatkan surat ijin pendakian dan melengkapi administrasi pendakian di kantor SPTN II, calon pendaki diharapkan melaporkan diri ke Petugas di Pos Ranupani untuk registrasi ulang (tidak dipungut biaya lagi) dengan mengisi buku tamu (nama ketua kelompok, alamat, jumlah pengikut, nomor surat ijin, tanggal naik dan tanggal turun sesuai yang ada di surat ijin), mengisi blanko daftar barang bawaan.
  • Bagi para calon pendaki yang belum pernah melakukan pendakian ke Gn. Semeru dianjurkan untuk didampingi oleh guide, atau bergambung dengan kelompok lain yang sudah pernah melakukan pendakian ke Gn. Semeru.
  • Berjalanlah secara kelompok, jangan memisahkan diri dari rombongan, serta dilarang memotong kompas atau membuat jalur sendiri. Ikutilah jalur yang sudah ditetapkan.
  • Para calon pendaki dilarang membawa senjata sajam berupa parang, kapak, dan sejenisnya, namun diperbolehkan membawa pisau lipat atau pisau dapur untuk peralatan memasak.
  • Dilarang membawa minuman keras dan obat-obatan terlarang selama melakukan pendakian ke Gn. Semeru.
  • Dilarang membawa binatang peliharaan dan alat buru.
  • Saat di Puncak Mahameru dilarang mendekati kawah jonggring saloka yang masih aktif karena berbahaya adanya gas belerang dan semburan abu panas, serta material lainnya.
  • Dilarang melakukan kegaduhan, membuat api yang bisa menyebabkan kebakaran hutan, membuang sampah sembarangan serta pencemaran. Saat meninggalkan lokasi atau turun, pastikan tidak ada lagi api yang masih hidup, dan sampah yang masih berserakan. Bawa turun kembali sampah anda.
  • Mintalah arahan dan penjelasan kepada Petugas mengenai pantangan-pantangan jika ada, dan kondisi terakhir rute pendakian. Jangan memaksakan diri bila fisik dan mental belum siap. Jangan memaksakan diri.
  • Setelah turun dan tiba di pos Ranupani, agar melaporkan diri kepada Petugas dan mengisi buku tamu kembali untuk memastikan bahwa anda dan rombongan telah benar-benar turun, dan menyerahkan sampah bawaan.

3. RUTE PERJALANAN KE Gn. SEMERU

Jalur pendakian Semeru dari Ranu Pani.
Rute perjalanan menuju gn semeru dapat melalui Kab. Lumajang dan Malang, untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada menu Accesbilitas. Namun selama ini kebanyakan calon pendaki masuk melalui pintu masuk Tumpang kantor SPTN II (Malang). 

Pendaki yang menggunakan jasa kerata api, dari Stasiun Kota Baru Malang naik angkot AMG, ADL (Rp 2.500) turun diterminal Arjosari Malang selama ? 15 menit. Dari terminal Arjosari (Malang) pendaki dapat naik angkot warna putih jurusan Tumpang-Arjosari (TA) selama ? 45 menit dengan biaya Rp 5.000,- turun di terminal pasar tumpang.

Dari pasar tumpang perjalanan dilanjutkan naik jeep/truck engkel ke Ranu Pani selama ? 2 jam dengan biaya Rp. 30.000,- per orang atau carter Rp 400.000,- per kendaraan. Sebelum sampai Ranu Pani, tak jauh dari terminal pasar tumpang, para pendaki akan dibawa terlebih dahulu oleh sopir jeep/truck engkel ke kantor SPTN II di Tumpang untuk mengurus surat ijin pendakian dan membeli karcis masuk kawasan dengan perincian sebagai berikut :


UPDATE: 
TARIF PENDAKIAN TNBTS PER 5 MEI 2014
SEMERU DAN SEKITARNYA / hari
HARI KERJA
HARI LIBUR
WISATAWAN NUSANTARA

WISATAWAN MANCANEGARA
Rp.17.500

Rp.207.500
Rp.22.500

Rp.307.500


Setelah sampai di Ranu Pani, para pendaki diwajibkan melapor ke petugas dengan menunjukkan surat ijin pendakian dan karcis masuk. Di sini merupakan pos pemeriksaan, terdapat juga cafetaria dan penginapan. Di Ranu Pani para pendaki akan mendapatkan penjelasan-penjelasan dari petugas sebelum berangkat untuk melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki. 

Ranu Pani merupakan perkampungan terakhir sebelum mendaki gn semeru yang terletak pada ketinggian 2.200 m dpl. Di sini terdapat 2 danau yakni Danau Ranu Pani (1 Ha), dan Ranu Regulo (0.75 Ha). Sekitar danau dapat juga digunakan untuk berkemah/menginap.


INFO: Untuk Jalur Pendakian Gn Sumeru silahkan klik DISINI


4. WAKTU PENDAKIAN

Calon pendaki tidak setiap saat dapat melakukan pendakian, hal ini dikarenakan terkadang pendakian ke Gn. Semeru di tutup untuk sementara guna memulihkan ekosistem, serta apabila terjadi peningkatan aktivitas Gn. Semeru. Bila ada penutupan sementara jalur pendakian ke Gn. Semeru pihak TN. Bromo Tengger Semeru akan menginformasikan melalui menu NEWS.

Untuk melakukan pendakian ke Gn. Semeru, pulang pergi diperlukan waktu beberapa hari tergantung kemampuan fisik masing-masing calon pendaki. Sebaiknya membawa bekal yang dilebihkan karena kita akan betah berkemah, bisa jadi karena pemandangan dan suasana yang sangat indah, atau karena kelelahan setelah mendaki gunung semeru.

Pendakian dari Ranu Pani menuju puncak semeru sebaiknya dilakukuan dengan tahapan sebagai berikut :

a. Ranu Pani- Ranu Kumbolo
Dari Ranu Pani pukul 7.00 WIB menuju Ranu kumbolo ?10 km melalui jalan setapak yang memakan waktu sekitar 3-4 jam.

Bagi pendaki yang baru pertama kali mungkin akan bingung menemukan jalur pendakian, untuk itu setelah sampai di gapura selamat datang, perhatikan terus ke kiri ke arah bukit, jangan mengikuti jalanan yang lebar karena ke arah kebun penduduk. Selain jalur yang biasa dilewati para pendaki melewati Watu Rejeng, juga ada jalur pintas yang biasa dipakai para pendaki lokal, jalur ini sangat curam dengan melintasi Gunung Ayek-ayek.

Jalur awal yang akan dilalui landai, menyusuri lereng bukit yang didominasi dengan tumbuhan alang-alang. Tidak ada tanda penunjuk arah jalan, tetapi terdapat tanda ukuran jarak pada setiap 100m, ikuti saja tanda ini. Banyak terdapat pohon tumbang, dan ranting-ranting diatas kepala, sehingga harus sering merundukkan kepala, tas keril yang tinggi sangat tidak nyaman. Setelah berjalan sekitar 5 Km menyusuri lereng bukit yang banyak ditumbuhi Edelweis, para pendaki akan sampai di Watu Rejeng, merupakan batu terjal yang sangat indah dengan pemandangan yang sangat indah ke arah lembah dan bukit-bukit, yang ditumbuhi hutan cemara dan pinus. Kadang dapat terlihat kepulan asap dari puncak semeru. Dari Blok Watu Rejeng perjalanan masih berlanjut menuju Ranu Kumbolo.

Di Ranu Kumbolo terdapat danau yang sangat luas (12 Ha) dengan ketinggian 2.400 m dpl. Di Ranu Kumbolo ini terdapat pondok pendaki serta MCK untuk istirahat dan memasak bahkan untuk menginap/bermalam. Sekitar danau juga dapat digunakan untuk berkemah. Kondisi air di danau ini jernih dan terbebas dari polusi udara. Pada saat perayaan HUT RI, Ranu Kumbolo juga dijadikan sebagai salah satu tempat upacara para pendaki yang tidak sampai ke puncak atau karena quota untuk puncak sudah habis.

Ranu Kumbolo merupakan tempat peristirahatan yang memiliki pemandangan dan ekosistem dataran tinggi asli. Panorama alam di pagi hari akan lebih menakjubkan berupa sinar matahari yang terbit dari celah-celah bukit yang menyebabkan sekitar danau berwarna kemerah-merahan dan kekuningan, di tambah uap air dari danau seakan-akan keluar dari danau tersebut. Di pagi hari juga dapat melihat atraksi burung belibis .Di daerah ini juga terdapat prasasti peninggalan jaman purbakala dan diduga merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit.

Kawasan Ranu Kumbolo (2400 mdpl).
b. Ranu Kumbolo-Kalimati
Dari Ranu Kumbolo sebaiknya menyiapkan air sebanyak mungkin. Meninggalkan Ranu Kumbolo akan diawali mendaki bukit terjal, dengan pemandangan yang sangat indah dibelakang ke arah danau. Perjalanan dari Ranu Kumbolo ke Kalimati berjarak 5 km membutuhkan waktu tempuh 2-3 jam.

Tak jauh dari ranu Kumbolo terdapat padang rumput yang terletak di lembah gn. Ayek-ayek yang dinamakan ?pangonan cilik?. Asal usul nama tersebut karena padang rumput ini mirip dengan padang penggembalaan ternak (Pangonan). Selanjutnya di depan bukit terbentang padang rumput yang luas yang dinamakan oro-oro ombo, luasnya ?100 ha. 

Oro-oro ombo dikelilingi bukit dan gunung dengan pemandangan yang sangat indah, padang rumput luas dengan lereng yang ditumbuhi pohon pinus seperti di Eropa. Padang rumput ini mirip sebuah mangkuk dengan hamparan rumput yang berwarna kekuningan, kadang-kadang pada beberapa tempat terendam air hujan. Dari balik Gn. Kepolo tampak puncak Gn. Semeru menyemburkan asap wedus gembel. Di sebelah selatan padang rumput Oro-Oro Ombo terdapat kelompok Hutan Cemoro Kandang termasuk dalam gugusan Gn. Kepolo (3.095 m dpl) merupakan hutan yang ditumbuhi pohon cemara gunung dan tumbuhan paku-pakuan. Daerah ini topografinya relatif datar. Kadang disini dapat dijumpai burung dan kijang.

Setelah cemoro kandang perjalanan berlanjut ke padang rumput Jambangan yang terletak 3.200 m dpl, di sini terdapat beberapa cemara, mentigi, dan bunga edelweis. Topografinya relatif datar, terdapat beberapa tempat teduh yang ideal untuk peristirahatan. Dari tempat ini terlihat dengan jelas gn. Semeru menjulang tinggi dengan kepulan asap yang menjulang ke angkasa serta alur lahar pada seluruh tebing puncak yang mengelilingi berwarna perak. Di tempat inilah para pendaki maupun fotografer sering mengabadikan atraksi keunikan gn semeru.

c. Kalimati-Mahameru
Daerah kalimati merupakan tempat untuk mempersiapkan diri menuju puncak semeru yang sering disebut Mahameru. Untuk melanjutkan perjalanan ke puncak dianjurkan pagi-pagi sekali sekitar pukul 2.00-3.00 pagi. Waktu tempuh sekitar 4-5 jam dengan perjalanan yang terus menanjak.

Nama kalimati berasal dari nama sebuah sungai/kali yang tidak berair. Aliran air hanya terjadi apabila musim hujan, aliran menyatu dengan aliran lahar gn. Semeru. Daerah ini merupakan padang rumput dengan tumbuhan semak dan hamparan edelweis seluas ? 20 ha, dikelililngi kelompok hutan alam dan bukit-bukit rendah. Kalimati merupakan tempat berkemah para pendaki sebelum melanjutkan pendakian. Disini terdapat fasilitas pondok pendaki, namun untuk kebutuhan air harus mengambil dari Sumbermani, ke arah barat/kanan menyusuri pinggiran hutan dengan jarak tempuh ?1 jam pulang pergi. Disini banyak terdapat tikus gunung sehingga bila kita mendirikan tenda dan ingin tidur sebaiknya menyimpan makanan di tempat yang aman.

Untuk menuju puncak, dari Kalimati perjalanan melewati Arcopodo. Arcopodo merupakan tempat transit sementara sebelum ke puncak. Daerah ini berada di lereng puncak gn. Semeru dengan jalanan yang terus menaik dan berliku-liku diantara hutan cemoro dengan kondisi tanah berdebu. Ditempat ini terdapat beberapa prasasti para pendaki yang meninggal dunia berjumlah ?12 buah sebagai tanda berkabung. Prasasti ini dibuat oleh masing-masing groupnya. Salah satu prasasti yang terkenal adalah Soe Hok Gie dan Idhan Lubis (Mapala UI) yang meninggal tanggal 6 Desember 1969. Dari Arcopodo menuju puncak Semeru diperlukan waktu 3-4 jam, melewati bukit pasir yang sangat curam dan mudah merosot. 

Semua barang bawaan sebaiknya di tinggal di Arcopodo atau di Kalimati. Pendakian menuju puncak dilakukan pagi-pagi sekali sekitar pukul 03.00 pagi dari Arcopodo. Badan dalam kondisi segar, dan efektif dalam menggunakan air. Perjalanan pada siang hari medan yang dilalui terasa makin berat selain terasa panas juga pasir akan gembur bila terkena panas. Siang hari angin cendurung ke arah utara menuju puncak membawa gas beracun dari Kawah Jonggring Saloka.

?Jalan menuju surga? itulah ungkapan dari para pendaki yang melakukan pendakian ke semeru. Alur lahar berpasir terbentuk dari bongkahan lahar yang membeku menyelimuti seluruh tebing, menjulang tinggi untuk di daki dengan kemiringan 60?-70? bahkan lebih apabila berada di bagian bawah tebing. Di malam hari, tempat ini hanya terlihat seakan-akan berada di kaki seorang raksasa. Kesiapan fisik dan mental harus secara matang diperhitungkan, begitu juga keteguhan hati dan kesabaran serta semangat untuk mencapai puncak tertinggi di pulau jawa. Di puncak terlihat beberapa puncak gunung di jawa timur, garis-garis pesisir dan pantai Samudra Hindia, kota-kota besar serta matahari terbit di ufuk timur. Pemandangan sungai panas yang berkelok- kelok menuju ke laut ini menjadi tontonan yang sangat menarik.

Di puncak Gunung Semeru (Mahameru) pendaki disarankan untuk tidak menuju kawah Jonggring Saloko, juga dilarang mendaki dari sisi sebelah selatan, karena adanya gas beracun dan aliran lahar. Suhu dipuncak Mahameru berkisar 4 - 10 derajad Celcius, pada puncak musim kemarau bisa minus, dan dijumpai kristal-kristal es. Cuaca sering berkabut terutama pada siang, sore dan malam hari. Angin bertiup kencang, pada bulan Desember - Januari sering ada badai. Di kawah jonggring saloko terjadi letusan setiap 15-30 menit. Letusan berupa asap putih, kelabu sampai hitam dengan tinggi letusan 300-800 meter.

G.Semeru 3676 mdpl.
5. KONDISI UMUM GN. SEMERU

a. Lokasi
Gunung Api Semeru merupakan gunung api tertinggi di Pulau Jawa (? 3.676 m dpl) dan merupakan salah satu gunung api yang masih aktif. Gn. Semeru berada dalam satu kelurusan yang berarah selatan-utara dengan komplek Gn. Jambangan dan Peg. Tengger. Posisi letaknya berada diantara wilayah administrasi kabupaten Lumajang dan Malang dengan posisi geografis 8?06? LS dan 120?55? BT.

b. Bentuk dan Struktur
Dilihat dari kejauhan Gn Semeru berbentuk seperti kerucut yang sempurna, tetapi saat berada di puncak gunung tersebut berbentuk strato (kerucut terpancung) yang luas dengan medan beralur di setiap tebingnya. Kawah yang terdapat di puncak Gn. Semeru terdiri dari kawah Mahameru yang sudah tidak aktif dan kawah Jonggring Seloko yang masih aktif. Kawah Jonggring Seloko terletak di sebelah tenggara puncak Mahameru pada tahun 1913 dan 1946 berisi satu kubah kawah. 

Di sebelah selatan kubah ini menekan tepi bawah kawah, yang menyebabkan aliran lava ke arah selatan daerah Pasirian dan Candipuro (Lumajang). Gn. Semeru adalah bagian termuda dari Peg. Jambangan tetapi telah berkembang menjadi strato-vulkano luas yang terpisah. Aktivitas vulkanik yang dikeluarkan berupa :
  • Letusan abu, lava blok tua dan bom lava muda
  • Material lahar vulkanik bercampur air hujan atau air sungai
  • Letusan bagian kerucut yang menyebabkan longsoran
  • Pertumbuhan lambat dari butiran lava dan beberapa kali guguran lahar panas.
c. Geologi dan tanah
Geologi Gn. Semeru merupakan hasil gunung api kwarter muda, dengan jenis batuan berupa : abu pasir/tuf dan vulkan intermedia sampai basis dengan fisiografi vulkan serta asosiasi andosol kelabu dan regosol kelabu dengan bahan induk abu/pasir dan tuf intermedian sampai basis. Bentuk struktur geologi menghasilkan batuan yang tidak padat dan tidak kuat ikatan butirannya, sehingga mudah tererosi dimusim penghujan. Jenis tanahnya adalah regosol, merupakan gabungan tanah dengan sedikit perkembangan profil dengan solum dangkal, tipis pada bahan induk kukuh.

d. Iklim
d.1. Curah Hujan dan Suhu
Secara umum iklim wilayah gn. Semeru berdasarkan Schmidt & Ferguson bertipe B. Dengan curah hujan antara 927 mm- 5.498 mm per tahun dengan hari hujan rata-rata 136 hari/tahun. Musim hujan jatuh pada bulan November-April. Sepanjang route perjalanan dari mulai Ranu Pani (2.200 mdpl) sampai Puncak Semeru suhu berkisar antara 2?C-8?C pada malam dan dini hari, sedangkan pada siang hari berkisar antara 10?C-21?C. Kadang-kadang pada beberapa daerah terjadi hujan salju yang terjadi pada saat perubahan musim hujan ke musim kemarau dan sebaliknya. Dinginnya udara di sepanjang route perjalanan bukan disebabkan oleh udara diam saja tetapi juga karena kencangnya angin yang berhembus ke lembah sehingga menjadikan udara lebih dingin.

d.2. Angin dan kabut
Berdasarkan topografi kawasan secara umum, pola tiupan angin membentuk pola yang tidak menentu,sehinggai arah angin sulit ditentukan/berubah-ubah. Bentuk topografi yang dilingkari oleh tebing tinggi sekitar 200-500 m sebenarnya memungkinkan dapat menahan arus kecepatan angin, tetapi karena banyak celah/lorong ditebing tersebut maka arus angin tidak tertahan bahkan dengan laju yang lebih cepat. Bentuk topografi yang cekungan sering menyebabkan angin siklus. Angin yang bertiup di kawasan ini berkaitan erat dengan pola angin disekitarnya, yaitu angin tenggara atau angin gending, angin timur laut adn angin barat laut.

Kecepatan angin berkisar antara 8-30 knots, dimana saat musim angin kencang banyak dijumpai pohon tumbang. Angin ini biasanya bertiup antara bulan Desember-Pebruari, sehingga pada bulan tersebut biasanya kegiatan pendakian ke semeru ditutup.

Pada pagi dan sore sampai malam hari, sepanjang route perjalanan biasanya berkabut. Daerah ranu Kumbolo dan Kalimati yang dijadikan tempat bermalam selalu ditutupi kabut pada malam hari. Khusus di daerah Ranu Kumbolo, adanya danau yang cukup luas menjadi pendukung pembentukan kabut karena proses penguapan air danau.

e. Flora dan Fauna
Flora yang berada di wilayah gn semeru dan sekitarnya masuk dalam zona sub Alpin, yang didominasi dengan jenis cemara gunung (Casuarina junghuniana), jamuju (Podocarpus sp), mentigi (Vacinium varingifolium), kemlandingan (Albizia lophanta) dan akasia (Accasia decurents). Untuk tumbuhan bawah didominasi oleh alang-alang (Imperata cylindrica), kirinyuh (Euphatorium odoratum), tembelekan (Lantana camara), harendong (Melastoma malabathicum) dan Edelwiss putih (Anaphalis javanica). 

Pada lereng-lereng yang curam menuju puncak semeru sekitar daerah Arcopodo terdapat janis paku-pakuan seperti Gleichenia volubilis, Gleichnia longisumus dan beberapa jenis anggrek endemik semeru. Pada ketinggian lebih 3.100 mdpl tanpa vegetasi sama sekali karena berupa batuan, pasir dan abu.

Kehidupan fauna yang disekitar gn semeru sangat terbatas, baik jenis maupun jumlahnya. Satwa yang terdapat di sekitar gn Semeru diantaranya beberapa jenis burung seperti belibis (Anas superciliosa) dan Elang, primata, dan mamalia, seperti macan kumbang (Panthera pardusi), kijang (Muntiacus muntjak), kancil (Tragulus javanica).

Verbena brasiliensis, tanaman semak tahunan yang berasal dari Amerika Selatan tumbuh di tepi Danau Ranu Kumbolo dan juga tumbuh menyebar di padang Oro Oro Ombo, Gunung Semeru (4/6). Walau tampak indah, kemunculan tanaman asing ini mulai menimbulkan masalah di dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Foto: TEMPO/Abdi Purmono
f. Aktivitas Letusan Gn. Semeru
Berdasarkan data dasar Gunung Api Indonesia, sejarah letusan Gn. Semeru dimulai tanggal 8 Nopember 1818. Sejak tahun 1967 hingga sekarang kegiatan Gn. Semeru tidak pernah berhenti, pusat kegiatannya di kawah Jonggring Seloko yeng terletak di sebelah Tenggara Puncak Mahameru. Pada letusan biasa, sebuah tiang asap membumbung dengan bergulung-gulung berupa bom dan abu mencapai ketinggian 300-600 m di atas kawah dengan interval letusan 10-20 menit (dengan demikian kawasan kawah merupakan tempat yang sangat berbahaya dan dilarang untuk mendekat ke kawah tersebut).

Berikut beberapa letusan semeru yang cukup besar :
Th 1942 : Letusan sampai dilereng sebelah timur pada ketinggian antara 1400 dan 1775 m. titik letusan sebanyak 6 tempat. Leleran lava masuk ke Blok Semut dan menimbuni Pos pengairan Bantengan. Aliran lava sepanjang 6,5 km.

Th 1961 : Letusan tipe stromboli dengan tinggi abu lk 3000 m di atas puncak, bahkan letusan dilemparkan sampai Arcopodo, hutan di sekitar hulu Besuk Sat dan Besuk Tompe terlewati. Aliran lava terjadi di Kali Glidik, Besuk Sat, Besuk Bang dan Besuk Kobokan.

Th 1963 : Bulan Mei terjadi awan panas dan aliran lava melanda Curah Leng Rong, Kali Pancing, dan Besuk Semut. Awan panas mencapai 8 km dari kawah.

Th 1968 : Pertumbuhan kubah lava terus berlangsung, banjir lahar membawa korban 3 orang penduduk Desa sumber wungkil

Th 1977 : Bulan Desember terjadi guguran lava menghasilkan awan panas, guguran berjarak 10 km di Besuk Kembar dengan volume endapan 6,4 juta m. Sebagian awan apanas ini menyeleweng ke Besuk Kobokan. Sawah dan Tegal seluas 110 ha rusak di desa sumberurip, hutan pinus 450 ha, 2 jembatan rusak terbakar, dan 2 rumag bilik hanyut.

Th 1978 : Letusan masih terjadi dengan tinggi asap maksimum mencapai 800 m di atas tepi kawah, luncuran guguran awan panas maksimum 7 km.

Th 1981 : Bulan Maret dan April terjadi beberapa kali luncuran awan panas dengan jarak luncur maksimum 10 km. Tumpukan endapannya 6,2 juta m?, suhu endapan awan panas di dekat Dukuh supit Tengah sebesar 120?C.

Th 1990 : Bulan Nopember dan Desember terjadi guguran kubah lava menghasilkan awan panas dan kawah Jonggring Seloko yang terbuka sampai saat ini.

Th 1994 : Bulan Pebruari terjadi letusan dan suara dentuman disertai hujan abu dan guguran lava membentuk awan panas.aliran guguran awan panas masuk ke besuk Kobokan mencapai 11,5 km, ke Besuk kembar 7,5 km, dan besuk Bang lk 3,5 km. Volume awan panas tersebut diperkirakan 6,8 juta m?. Korban yang meninggal terlanda awan panas 7 orang dan 2 orang hanyut oleh lahar.

Th 2002 : Bulan Desember terjadi beberapa kali letusan di kawah utama diikuti awan panas guguran.

g. Pemantauan Aktivitas Gn. Semeru
Pemantauan terhadap aktivitas Gn. Semeru sampai saat ini masih terbatas pada pemantauan visual dan seismik saja. Pengamatan visual dilakukan dengan mengamati cuaca, tinggi dan warna letusan, arah letusan serta pengamatan guguran. Sedangkan pengamatan seismic sampai saat ini dilakukan dengan memasang sensor seismometer di 2 (dua) lokasi, yaitu di Gunung Leker dan Besuk Bang. Sinyal gempa yang tertangkap oleh 2 seismometer tersebut di transmisikan melalui gelombang radio ke Pos Pengamatan Gunung Api Semeru yang berada di Gunung Sawur, dan direkam dengan perekam gempa (PS-2). Hasil pengamatan tersebut dilaporkan ke Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bancana Geologi di Bandung menggunakan pesawat SSB (single Side Band). Pemantauan menggunakan metode lain seperti deformasi, gravitasi, kelistrikan, dan geomagnet dilakukan hanya bersifat temporer.

h. Pendaki Pertama
Pendaki pertama yang mendaki gunung ini adalah Clignet (1838) seorang ahli geologi berkebangsaan Belanda dari sebelah barat daya lewat Widodaren, selanjutnya Junhuhn (1945) seorang ahli botani berkebangsaan Belanda dari utara lewat gunung Ayet-ayek, gunung Inder-inder dan gunung Kepolo. Tahun 1911 Van Gogh dan Heim lewat lereng utara dan setelah 1945 umumnya pendakian dilakukan lewat lereng utara melalui Ranupane dan Ranu Kumbolo seperti sekarang ini.

6. LEGENDA GUNUNG SEMERU

Norman Edwin Berpose Bersama Arcopodo Tahun 1984.
Menurut kepercayaan masyarakat Jawa yang ditulis pada kitab kuno abad 15, Pulau Jawa pada suatu saat mengambang di lautan luas, dipermainkan ombak kesana-kemari. Para Dewa memutuskan untuk memakukan Pulau Jawa dengan cara memindahkan Gunung Meru di India ke atas Pulau Jawa.

Dewa Wisnu menjelma menjadi seekor kura-kura raksasa menggendong gunung itu dipunggungnya, sementara Dewa Brahma menjelma menjadi ular panjang yang membelitkan tubuhnya pada gunung dan badan kura-kura sehingga gunung itu dapat diangkut dengan aman. Dewa-Dewa tersebut meletakkan gunung itu di atas bagian pertama pulau yang mereka temui, yaitu di bagian barat Pulau Jawa. 

Tetapi berat gunung itu mengakibatkan ujung pulau bagian timur terangkat ke atas. Kemudian mereka memindahkannya ke bagian timur pulau tetapi masih tetap miring, sehingga Mereka memutuskan untuk memotong sebagian dari gunung itu dan menempatkannya di bagian barat laut. Penggalan ini membentuk Gunung Pawitra, yang sekarang dikenal dengan nama Gunung Pananggungan, dan bagian utama dari Gunung Meru, tempat bersemayam Dewa Shiwa, sekarang dikenal dengan nama Gunung Semeru. Pada saat Sang Hyang Siwa datang ke pulau jawa dilihatnya banyak pohon Jawawut, sehingga pulau tersebut dinamakan Jawa.

Dokumentasi Arcopodo Koleksi Museum Tropen, Belanda.
Dalam agama Hindu ada kepercayaan tentang Gunung Meru, Gunung Meru dianggap sebagai rumah para dewa-dewa dan sebagai sarana penghubung diantara bumi (manusia) dan Kayangan. Kalau manusia ingin mendengar suara dewa mereka harus semedi di puncak Gunung Meru. Banyak masyarakat Jawa dan Bali sampai sekarang masih menganggap gunung sebagai tempat kediaman Dewa-Dewa atau mahluk halus. Selanjutnya daerah bergunung-gunung masih dipakai oleh manusia Jawa sebagai tempat semedi untuk mendengar suara gaib. 

Menurut orang Bali Gunung Mahameru dipercayai sebagai Bapak Gunung Agung di Bali dan dihormati oleh masyarakat Bali. Upacara sesaji kepada para dewa-dewa Gunung Mahameru dilakukan oleh orang Bali. Betapapun upacara tersebut hanya dilakukan setiap 8-12 tahun sekali hanya pada waktu orang menerima suara gaib dari dewa Gunung Mahameru. Orang naik sampai puncak Mahameru ada yang bertujuan untuk mendengar suara-suara gaib. Selain itu juga ada yang memohon agar diberi umur yang panjang. Bagaimanapun alasan orang naik ke puncak Mahameru, kebanyakan orang ditakutkan oleh Mahkluk halus yang mendiami daerah keliling gunungnya. Roh halus tersebut biasanya adalah Roh Leluhur yang mendiami tempat seperti hutan, bukit, pohon serta danau.

Foto Terbaru Arcopodo.
Roh leluhur biasanya bertujuan menjaga macam-macam tempat dan harus dihormati. Para pendaki yang menginap di danau Ranu Kumbolo sering melihat Mahkluk halus penunggu Ranu Kumbolo. Tengah malam ada cahaya berwarna orange di tengah danaunya dan tiba-tiba berubah wujud menjadi sesosok hantu wanita. Biasanya hanya orang yang punya kekuatan mistis dia akan melihat Mahkluk halus dan dapat bicara dengan Mahkluk Halus. Terserah orang percaya pada Mahkluk Halus atau tidak tetapi banyak orang Jawa yang percaya bahwa daerah Bromo, Tengger, Semeru banyak didiami oleh Mahkluk Halus.


Melalui Prasasti Ranu Kumbolo, kita bisa mengerti, sejak ratusan tahun lalu, nenek moyang kita juga pendaki gunung. Prabu Kameswara mendaki Semeru untuk bersemedi; mendekatkan diri pada Sang Hyang Pencipta alam semesta. Untuk menandai kedatangannya ke Semeru, Prabu Kameswara mengabadikannya ke dalam sebuah prasasti. Namanya Prasasti Ranu Kumbolo. Prasasti ini berada di tepian danaunya. Ada sebuah tulisan di batu prasasti tersebut, yaitu Ling Deva Mpu Kameswara Tirthayatra. Menurut sejarawan M.M. Sukarto Atmojo, tulisan yang berbahasa Jawa kuno tersebut, dapat diartikan bahwa ketika itu, Prabu Kameswara pernah melakukan kunjungan suci dengan mendaki Gunung Semeru. Angka tahun prasasti, masih menurut sang sejarawan, berkisar pada 1182 M. Foto: Kompasiana


Selamat Berpetualang... Leave No Trace... 

SUMBER: TNBTS | Blog Detik (TENGGER PEOPLE / SUKU TEN99ER)